46 :: ❛Alasan Guru itu melakukannya.❜

343 60 41
                                    

“Hati-hati di jalan, ya, Gojo-san.”

“Oh. Sampai jumpa, [Namee].”

Sang gadis melambai seraya mengukir senyuman lebar. Menatap kepergian si pria yang telah melangkah ke luar, kemudian menghilang setelah berbelok. [Name] menghela napas, lantas menoleh ke kanan, menatap pemandangan luar melalui jendela yang gordennya tersibak.

“Aku belum ketemu Sensei. Rasanya sudah agak lama gak ketemu dia ...,” gumam [Name]. Memandangi kepingan-kepingan putih melayang di udara, menutupi semua benda-benda di luar sana, bersama embun beku yang dapat mengaburkan pandangannya.

Benak gadis itu kembali dipenuhi oleh pertanyaan soal gurunya. Rasa penasaran dan gelisah menyusup ke dalam dada, hingga mengganggu pikiran dan hatinya.

[Name] ingin bertemu Haruto. Menanyakan alasan pria dewasa itu bekerja sama dengan Yuna, tapi kondisi tubuhnya belum sehat. Dokter yang merawatnya pun belum memberikan izin untuk pulang dan beristirahat di rumah.

“Aku harus menahan rasa penasaranku sampai sembuh.” [Name] mengulum bibir.

Apa Haruto melakukan itu karena ingin balas dendam juga?

Si gadis menggeleng. Mengenyahkan pikiran negatif itu dari dalam kepalanya. Kenapa tiba-tiba? [Name] yakin ... bukan itu alasannya. Haruto bukan tipe orang yang menyimpan dendam. Sekalipun dia punya perasaan buruk itu ... Haruto akan menampakkan ketidaksukaan dan mengeluarkan kalimat penolakan.

Namun, seiring bergantinya waktu, tiap manusia berubah baik pikiran dan perasaan 'kan?

[Name] meringis, lalu menggeleng. Berharap pikiran itu menghilang.

“Ini membuatku pusing.” Sang gadis menghela napas lelah. “Sensei bukan orang seperti itu. Sebaiknya aku istirahat lagi dan memikirkan ini nanti.”

[Name] menarik selimut, kemudian baring menyamping membelakangi pintu. Ia lebih suka pemandangan luar jendela dibanding menatap dinding yang sama.

Kedua matanya tertutup, setelah beberapa detik, ia terbawa arus mimpi.

「𔘓」

“Haruto-sensei.”

“Hm? Kenapa, Akemi?” jawab Haruto seraya melangkah santai di lobby rumah sakit.

Akemi menatap sang guru dalam diam. Lalu mengamati sekitar. “Anda yakin mau mengunjungi [Name]-san setelah melakukan hal itu padanya? Bagaimana jika dia tidak menginginkan kehadiran Anda?”

“Ah, aku hanya akan melihat dari jauh. Mau bagaimanapun dia adalah murid dan anak asuhku. Tak mungkin aku membiarkannya 'kan?” jawab Haruto santai.

“Saya kagum pada Anda yang masih bisa santai seperti ini.” Akemi menggeleng. “Jalan dengan tenang di lorong rumah sakit tanpa takut bahaya. Padahal, orang dekat [Name]-san pernah menyerangmu.”

“Hahaha.” Haruto melirik ke samping. “Panik tak ada gunanya. Lagian aku sengaja membuatnya mendengarkan percakapan kami. Yah, kau tahu? Aku tidak bodoh membiarkan orang yang indranya tajam menangkap obrolanku jika benar aku berkhianat.”

“Anda kayaknya kenal dengan baik orang itu.” Akemi menatap sang guru. “Tapi, aku kadang melihatmu menjahilinya.”

“Kadang-kadang, sih.” Haruto menaikkan bahunya.

“Anu, Sensei. Kenapa melakukan hal itu pada mereka? Maksudku ... Anda berpura-pura hanya untuk mempertemukan [Name]-san dan Yuna, lalu membiarkan orang rambut putih itu mendengarkan percakapan kalian. Sebenarnya, apa maksud dari semua tindakanmu ini?”

Preciousness ❣ [uɿoƚɒꙄ oꞁoᎮ]Where stories live. Discover now