47 :: ❛Perasaan itu, tak tergantikan.❜

318 54 61
                                    

Gojo memasukkan tangan dalam saku. Melangkah santai di lorong rumah sakit menuju kamar inap [Name]. Di pergelangan kanannya, tergantung kantong plastik putih berisi makanan manis juga minuman cokelat. Gojo sempat belanja di supermarket terdekat sehabis pulang dari urusannya.

Saat kamar sang gadis tersisa beberapa jarak. Daun telinga Gojo agak bergoyang kala mendengar suara tawa [Name] dan orang lain di dalam sana. Itu membuat si pria mengernyit, tapi tak begitu peduli sebab dia akan tahu siapa pemilik suara gelak tawa familiar itu ketika masuk nanti.

Gojo menggeser pintu kamar rawat [Name]. “Hei, [Na—” Ia seketika bungkam.

“Y-yo! Nak Gojo!” sapa Haruto yang sedang duduk di kursi dekat ranjang [Name] seraya keringat dingin.

Si penutup mata mengalihkan pandangan ke arah [Name] yang sedang duduk di atas ranjang seraya tersenyum lebar. Dari balik kain hitam Gojo, dia melayangkan tatapan tanya pada perempuan itu.

Dan [Name] menyadarinya.

“Ah, Gojo-san.” Sang gadis mengangkat satu tangannya. Menyapa. “Kau sebaiknya masuk dulu.”

“Hmm ....” Gojo berjalan masuk, lantas mendekat ke arah ranjang [Name] lalu mendorong Haruto agak kasar dari atas kursi.

Hingga pria dewasa itu jatuh ke atas lantai dengan gerakan dramatis.

“Hei?!” teriak Haruto.

Gojo duduk dengan santai. Sementara Haruto memonyongkan bibirnya, tidak terima dengan perlakuan tak adil ini.

“Bagaimana dengan urusanmu? Sudah selesai ... uh, maksudku sudah benar-benar selesai?” tanya [Name] pada Gojo.

“Urusanku sudah selesai, sih.” Gojo tersenyum ceria. “Dan dia ngapain ke sini, [Namee]?”

Gadis itu menghela napas, lantas kurva lembut tersungging pada wajahnya. “Dia datang mengunjungiku, juga meluruskan masalah itu.”

Gojo menyandar dengan malas, kemudian memasang muka pongah. “Lalu? Bagaimana? Apa yang akan kau lakukan padanya?”

“Hei, kalian bicara kayak gitu seolah aku tak ada di sini. Menyakitkan banget. Apa pria dewasa sepertiku tak dianggap? Ah, benar juga. Dunia milik berdua saat lagi jatuh cinta,” omel Haruto jengkel seraya berdiri, lalu duduk di atas sofa tunggal.

“Aku sudah menemukan alasannya.” [Name] makin mengembangkan ukiran manis di bibirnya. Kemudian agak membungkuk seraya mengibaskan tangan meminta Gojo untuk mendekat.

“Hm?” Gojo memajukan tubuhnya ke depan. Bibir [Name] seketika dekat dengan jarak telinganya.

Gadis itu berbisik, “Dia ingin aku berbaikan dengan masa laluku. Itu alasannya bekerja sama dengan Yuna. Detailnya sudah dia jelaskan. Aku akan menceritakan itu saat dia tak ada di sini.”

Gojo mengangguk. Mengikuti tingkah [Name]. Membalas dengan suara kecil, “Okeh.”

“Aku benar-benar tak dianggap.” Haruto menggeleng.

[Name] menegakkan tubuhnya. Menatap sang guru sebentar, pria itu sepertinya tak mendengar bisikan mereka. Yah, itu bagus. Daripada dia tahu lalu besar kepala.

Gojo menengadah seraya bersandar, lantas menoleh ke arah Haruto yang sekarang duduk dengan pose orang pusing. “Hei, Pak jelek.”

“Apa-apaan? Itu panggilan baru? Oh, ayolah. Setelah menghina umurku, kau mau mengejek wajahku?” Haruto mengelus pipinya. “Mentang-mentang kau lebih rupawan dariku.”

Gojo diam. Bibirnya terbuka, hendak mengatakan sesuatu. Namun, kalimat itu tertahan dalam tenggorokan hingga dia memutuskan untuk tidak berkata. Mengalihkan pandangan ke arah [Name], lalu membaringkan kepalanya di pinggir ranjang sembari meluruskan tangan ke depan—di atas kaki [Name] yang tertutup selimut.

Preciousness ❣ [uɿoƚɒꙄ oꞁoᎮ]Where stories live. Discover now