1. Marvel Algara

412K 51.9K 40.8K
                                    


HAI!! Selamat malaammm!!!

Absen : Hadir

MARVELUNA 🍃

****



Bocah laki-laki dengan sebuah bola kecil di tangannya itu tidak berhenti menangis sejak tadi karena lututnya yang terluka sehabis jatuh di tanah berkerikil. Dia berjalan dengan lelehan air mata yang membasahi pipi gembulnya. Bibirnya yang mungil itu tidak berhenti memanggil nama ayahnya yang tak kunjung datang menghampirinya. Bocah lima tahun sepertinya tentu masih sangat mudah untuk menangis meski hanya karena luka yang kecil.

"Ayah...," panggil Marvel—bocah laki-laki itu—kepada ayahnya yang duduk bersama kembarannya di ruang makan yang terletak di dapur, Marvin. Dengan perasaan kesal, dia berjalan memasuki dapur untuk menghampiri mereka. Marvel tahu ini adalah salahnya karena bermain lari-larian di taman belakang rumah tanpa memperhatikan sekitar.

"Avel!" panggil Marvin, kembaran dari Marvel dengan antusias. Namun, hal itu tidak berlangsung lama saat dia menyadari bahwa kembarannya itu sedang tidak baik-baik saja. Ya, kembarannya itu menangis.

Marvel mendongakkan kepalanya setelah sampai di sebelah Galvin. Kedua mata bulatnya itu mengerjap lucu, berniat mengadu tentang apa yang terjadi pada ayahnya.

Galvin yang melihat anaknya menangis seperti itu pun segera mendudukkan Marvin di kursi lainnya dan beralih mengangkat tubuh mungil Marvel ke pangkuannya. Dengan lembut, dia mengusap kedua pipi Marvel yang basah karena air mata. Wajah anaknya itu memerah. Sepertinya, Marvel sudah menangis lumayan lama. Dia menyesal karena tidak mendengar tangisan anak itu sejak tadi. "Avel kenapa?" tanyanya.

"A-avel jatuh." Marvel menangis lagi. Dia menunjuk lutut kirinya yang terluka karena bergesekan dengan tanah. Galvin pun mengikuti arah tunjuknya. Ketika menyadari bahwa lututnya terluka, ayahnya itu segera mendudukkan dirinya sendirian dan bergegas untuk mencari kotak P3K.

Sembari menunggu ayah mereka, Marvin terlihat sibuk menenangkan kakak kembarnya itu. Dia ikut merasa sakit ketika kembarannya terluka atau menangis karena hal lain. "Avel nggak boleh nangis. Nanti kita pergi beli permen, oke?"

Marvel yang tengah mengucek kedua matanya itu menggeleng pelan. "Aku nggak mau kayak kamu, ompong!" balasnya.

Marvin mengerucutkan bibirnya. Meskipun tengah menangis, raut wajah galak milik Marvel tetap saja membuatnya takut. "Avel nakal!" ucapnya.

Tidak berselang lama kemudian, Galvin kembali datang dengan kotak P3K di tangannya. Tanpa lama-lama, dia segera membersihkan dan mengobati luka kecil di lutut Marvel dengan telaten. "Avel jangan suka main terus, ya. Duduk di kamar aja sambil baca-baca buku yang Ayah beliin. Sebagai kakak, Avel harus jadi contoh yang baik buat Avin. Jangan keseringan main," ujarnya menasihati.

Merasa jika dirinya memang bersalah, Marvel hanya mampu menundukkan kepalanya dalam dengan tangan kanan yang meremat bola kecilnya kuat-kuat.

"Nanti kalau besar, Avel harus bisa gantiin Ayah. Nanti, Avel bakalan pakai baju kayak gini." Galvin menunjuk pakaian yang dikenakannya. Setelan jas hitam yang sangat rapi di tubuhnya. "Kerja di gedung yang besar dan keren."

Marvel lantas mengangkat pandangannya ketika mendengar itu. "Di pesawat?"

Galvin menggelengkan kepalanya. "Di perusahaan namanya. Pelan-pelan kalau udah lumayan besar, kamu harus mulai belajar."

"Avel, kan, mau jadi pilot," jawab Marvel yang merasa kalau apa yang dimaksud ayahnya tidak sesuai dengan keinginannya. Meskipun masih kecil, dia sudah cukup mengerti tentang maksud dari pembicaraan ayahnya.

MARVELUNA: Let's Fly Together!Where stories live. Discover now