4. Pacar Bayaran

235K 42.2K 28.2K
                                    

Hai hai hai!!! Selamat malam!!!

Pa kabar anak-anak cantik ini??

Absen HADIR dulu MONDSTAR 💗

****



Luna menelan ludahnya susah payah saat dirinya benar-benar menginjakkan kaki di halaman rumah megah milik keluarga Marvel. Satu jam yang lalu, cowok itu menjemputnya dengan mengendarai Toyota Alphard warna hitam. Tidak hanya itu, Marvel juga membawakannya sebuah gaun elegan warna hitam selutut dengan hiasan mutiara di bagian dada juga kalung berliontin kupu-kupu yang cowok itu berikan kepadanya. Tentu saja ini bukan stylenya. Ditambah dengan heels berhak tinggi yang membuatnya sangat tidak nyaman. Awalnya, dia ingin menolak. Namun, Marvel seolah memiliki sihir yang kuat hingga membuatnya mendadak nurut begitu saja.

"Sori," celetuk Marvel. Tiba-tiba saja, dia melekatkan tangannya pada telapak tangan milik Luna. Dua tangan yang sama-sama terasa dingin itu saling menempel. "Bilang iya setiap gue ngomong di depan bokap. Yang perlu diinget, lo itu pacar gue sekaligus asisten gue."

PACAR? Luna tidak salah dengar, kan?

"WHAT?!" teriak Luna, kaget bukan main. Dia menatap Marvel dengan kedua mata yang terbelalak. Apakah cowok di hadapannya itu sudah gila? Bagaimana bisa cowok itu bersikap seenaknya dan mengklaim dirinya sebagai pacar dan juga asisten?

Marvel, cowok yang mengenakan setelan jas abu-abu yang dipadukan dengan kemeja putih dan sentuhan dasi kupu-kupu yang juga berwarna abu-abu itu menoleh malas ke arah Luna. "Gue bayar," ucapnya.

Luna ingin marah, tapi tidak bisa. Ini berhubungan dengan uang. Dia tidak munafik kalau saat ini dia benar-benar membutuhkan uang untuk bertahan hidup. Namun, bukankah dia harus tetap bersikap mahal meskipun sangat membutuhkan?

"Gue bukan cewek bayaran," balas Luna.

"Pikiran lo terlalu jauh. Lo kerja sebagai karyawan, pasti gue bayar," jawab Marvel.

Luna dibuat kicep. Benar juga apa yang Marvel katakan. Lagipula, cowok itu juga tidak menyuruhnya untuk melakukan hal aneh yang bisa merendahkan harga dirinya. Jadi, dia tidak punya alasan lain untuk tidak menerima tawaran itu, kan? "Pakai duit nggak?" tanyanya untuk memastikan.

"Terserah lo." Marvel membuang pandangannya ke depan lagi. Sejujurnya, dia jarang sekali mau berbicara panjang lebar seperti ini selain dengan Canva. Cewek yang berdiri di sebelahnya benar-benar menyebalkan. Kalau saja tidak butuh, dia tidak akan sudi untuk melakukan semua ini.

"Berapa juta?" tanya Luna, terdapat sedikit binar di matanya.

Marvel berdecih pelan. "Mata duitan," gumamnya yang masih bisa didengar oleh Luna.

"NGOMONG APA LO?!" Luna melepas genggaman Marvel pada tangannya. Dia menatap cowok itu nyalang dengan berkacak pinggang juga dagu yang terangkat tinggi.

"Berisik." Marvel meraih tangan Luna lagi. Kali ini, dia menggenggamnya dengan erat agar tidak mudah untuk dilepas. "Nurut dan gue gaji atau pulang dan ganti rugi."

****

Ruangan luas yang seharusnya diisi oleh belasan orang, kini hanya ditempati oleh tiga orang saja. Suhu ruangan yang rendah membuat rasa dingin menusuk permukaan kulit. Sejak lima belas menit yang lalu hanya suara dentingan sendok dan garpu yang saling beradu. Tidak ada percakapan sedikit pun di antara ketiga insan itu. Seorang pria berusia empat puluh tahun yang duduk di bagian ujung meja makan itu tidak berhenti mengamati dua remaja yang duduk berdampingan di bagian sisi kanan meja makan.

MARVELUNA: Let's Fly Together!Where stories live. Discover now