40. Aku, Kamu, dan Jogja Kala Itu

120K 19.2K 4.8K
                                    




⚠️ Part ini adalah ending versi Wattpad! ⚠️

Sebelum membaca, aku ingin memberi tahu kalian.

JIKA TIDAK INGIN KECEWA, TOLONG JANGAN BACA PART INI.

TETAPI KALAU KALIAN MEMANG PENASARAN DAN TETAP MEMBACANYA, AKU TIDAK AKAN BERTANGGUNG JAWAB 😇



*****


"Percaya sama gue. Semuanya bakalan baik-baik aja. Bokap gue jagonya kalau masalah beginian," ucap Samuel kepada Marvel dan Marvin dengan mantap untuk meyakinkan kedua sahabatnya yang sedang dirundung kesedihan itu.

Pagi tadi, karena bingung harus mengambil langkah apa, akhirnya Marvel memutuskan untuk pergi memberi tahu Samuel dan ayah cowok itu mengenai masalah yang sedang menimpa keluarganya. David, ayah Samuel, yang merupakan sosok penuh inspirasi sekaligus bagian dari pendiri Diamond Gang itu tentu memiliki banyak cara untuk meyakinkan Galvin akan kekhawatiran tentang masa depan perusahaan.

Dan sekarang ini, Marvel, Marvin, dan Samuel tengah menunggu di depan ruang rawat Galvin karena David butuh waktu berdua untuk berbicara di dalam sana. Marvel dan Marvin yang duduk berdampingan dengan wajah cemas dan Samuel yang berdiri di depan mereka.

Marvel harap, dengan cara ini, dia dan Marvin dapat sedikit meringankan beban ayah mereka. Marvel tahu kalau Galvin bisa kambuh seperti ini juga karena dipengaruhi oleh pikiran-pikiran buruk dan kekhawatiran akan bisnis yang sudah dirintis turun temurun tersebut.

"Thanks," ucap Marvel lalu mengukir senyuman tipis ke arah Samuel.

"Bahkan lo masih berusaha buat jadi benteng pertahanan kita, El," ucap Marvin kemudian bangkit dari duduknya lalu memeluk singkat sang ketua Diamond itu.

"As always," kata Samuel lalu diakhiri dengan kekehan kecilnya. "Gimana lingkungan barunya? Baik, kan, di sana?"

Marvel mengembuskan napasnya berat dan berkata, "Sejauh ini, masih Diamond pemenangnya."

Marvin mengangguk setuju. "Iya. Gue selalu kesepian padahal rame."

Samuel tersenyum maklum dan menatap kembar Algara itu secara bergantian. Dia paham kalau Diamond memang terlalu nyaman untuk digantikan. Namun, bukankah membuat diri kita nyaman di tempat lain juga perlu? "Setiap apa yang kita lalui pasti ada masanya. Bentar lagi juga tiba-tiba lulus, terus kerja. Habis kerja, nikah. Memang kayak gitu, kan?"

"Nyatanya nggak semudah itu, El." Marvin menyanggah ucapan Samuel sambil kembali duduk di sebelah Marvel. "Nyesel waktu kecil pernah berharap supaya cepet-cepet gede. Ternyata bener kata orang-orang. Bagian hidup yang paling enak itu ada di masa sekolah."

"Ya...." Samuel mengangguk-anggukan kepalanya setuju. "Tapi hubungan kalian sama Bella dan Luna masih baik, kan? Soalnya gue nggak pernah chat-an juga sama mereka."

Marvel dan Marvin sontak saling pandang. Raut wajah keduanya seketika berubah ketika Samuel menanyakan hal tersebut. Marvel dan Marvin sempat mengira kalau mereka berdua hanya memiliki fisik yang hampir sama, tetapi ternyata kisah percintaan mereka memiliki jalan hampir sama persis.

"Gue udah nggak sama Bella, El."

"Luna berubah dan jadi jauh sama gue."

"HAH?" Samuel tidak mampu berkata-kata. Dia terkejut bukan main setelah mendengar jawaban dari dua sahabatnya itu. Apa yang sudah terjadi kepada mereka?

****

"Anda tidak usah merasa khawatir, Pak. Anak saya juga tidak tertarik bergelut di dunia bisnis. Samuel bahkan masuk ke jurusan teknik sekarang. Jauh dari perkiraan saya. Padahal, dia sempat belajar banyak hal tentang dunia perbisnisan."

MARVELUNA: Let's Fly Together!Where stories live. Discover now