9. Malaikat Penolong

207K 38.5K 23.4K
                                    



Hai hai hai!! Selamat malam!!

Gimana kabar kalian??

Absen HADIR dulu 🤚🏻

Bintang dan komenmu semangatku!!

*****





Miawww

Sejak lima belas menit yang lalu, Marvel terus menahan diri mati-matian untuk tidak menggendong kucingnya yang terus menempel di kakinya. Sungguh, melihat tatapan melas yang terlihat menggemaskan milik si kucing oranye itu sering membuatnya merasa iba. Setiap kali Marvel dihukum, kucing itu pasti selalu datang menemaninya. Seolah tidak ingin sang majikan merasa kesepian. Saat ini, waktu sudah menunjukkan pukul tiga pagi. Sebentar lagi, ayahnya pasti akan terbangun dan menyuruhnya untuk segera menyelesaikan hukumannya.

Miawww

Sial! Sepertinya, Marvel sudah tidak tahan lagi.

Cowok itu menolehkan kepalanya ke belakang, tentu saja masih dengan posisi sebagaimana ketika dia tengah dihukum. Tepat di belakangnya, ada ketiga pria menyebalkan yang duduk tanpa alas sambil menahan kantuk.

"Minta tolong ambilin tas kucing saya. Dia nggak bisa tidur kalau nggak saya gendong," ucap Marvel, meminta bantuan kepada ketiga pria itu.

Aston, pria paling tampan di usia tiga puluh tahun tetapi masih perjaka itu lantas berdiri. Tanpa basa-basi, dia segera berlari masuk ke dalam rumah untuk mencari barang yang diminta oleh sang tuan muda.

"Sabar, ya, Tuan. Sebentar lagi Bapak pasti bangun," ucap Jaylan, berusaha untuk memberikan semangat kepada Marvel.

"Ya," balas Marvel, singkat. Dia tidak bisa bohong kalau saat ini dia benar-benar kelelahan. Pasca berkelahi dengan komplotan Chayton, seharusnya dia segera mengistirahatkan tubuhnya. Bukan malah berdiri selama tiga jam dengan satu kaki.

Miawww

Marvel tersenyum tipis ke arah kucingnya yang mendongak ke arahnya. "Sabar, ya," ujarnya melembut.

"Giliran sama kucingnya aja lembut," gerutu Jaylan dengan nada berbisik ke telinga Norman.

"Ssttt, diam. Nanti bocil itu badmood," balas Norman ikut berbisik.

Jaylan ingin menyemburkan tawa, tapi dia terlanjur sadar bahwa jabatannya akan menjadi taruhannya.

Tidak berselang lama, akhirnya Aston datang dengan sebuah tas kucing berwarna merah di tangannya. Dengan segera, dia menyerahkan tas itu kepada Marvel dan langsung diterima oleh anak itu.

"Biar saya aja yang masukin kucingnya," ujar Aston menawarkan bantuan.

Marvel menggeleng kuat. "Kucing saya jadi najis nanti."

Aston tersenyum kecut. Sejak dulu, Marvel memang tidak pernah berubah. Sifatnya sangat keras, gengsi, dan ingin melakukan semua kegiatan dengan sendiri tanpa mau dibantu orang lain kecuali benar-benar kepepet. Bahkan, anak itu tidak segan untuk melontarkan kalimat pedas. Para pekerja di rumah maupun perusahaan Galvin tentu sudah kebal dengan tingkah Marvel.

Setelah memasukkan kucingnya ke dalam tas khusus kucing dengan benar, Marvel langsung menggendongnya di bagian depan lalu kembali memposisikan dirinya seperti semula. Dia merasa sedikit tenang karena kucingnya pasti akan berangsur nyaman dan akhirnya tertidur. Marvel tidak tahu kenapa kucing itu bisa sangat manja kepadanya. Bahkan, jika dia tidak pulang, kucing itu bisa tidak tidur semalaman.

MARVELUNA: Let's Fly Together!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang