33. Membaik

99.6K 19K 8.1K
                                    


Hai hai hai! Selamat malam, Cimolll 😍😍

Apa kabar kalian semua? Semoga selalu baik, ya!!!

Vote dan komennya jangan lupa 😘

Absen: HADIR

****

Tolong jangan skip narasi, oke?

****

Luna memijat kepalanya yang terasa begitu pusing saat ini. Meski begitu, ia tetap berusaha untuk memahami materi yang tengah dia pelajari karena besok di sekolah ada ulangan sejarah yang membuatnya harus mengulas semua materi agar mendapat nilai yang bagus. Maklum, anak beasiswa sepertinya memang dituntut untuk mendapatkan nilai yang sempurna.

Di kamar sempit dengan cahaya lampu yang tidak begitu terang itu, Luna duduk di meja belajar yang berada di sudut ruangan. Dia sudah duduk di sana sekitar dua jam lamanya. Hari ini dia memang mendapat jatah libur. Jadi, sore tadi selepas mengobrol sebentar dengan Renda, Luna bergegas pulang untuk belajar.

Sebetulnya, Luna juga tidak terlalu fokus dalam belajarnya. Ungkapan Renda kepadanya sore tadi benar-benar menyita pikirannya. Cowok itu memang tidak meminta jawaban apa-apa karena tujuan Renda mengungkapkan perasaan hanyalah untuk menghindari penyesalan di kemudian hari. Dia tahu apa maksud cowok itu. Makanya, setelah Renda mengatakan kalau cowok itu menyukainya, Luna buru-buru izin pulang dengan alasan sedang ada urusan.

Renda mungkin paham. Buktinya, cowok itu sama sekali tidak mencegah Luna dan membiarkannya pergi begitu saja. Luna tidak tahu mengenai hubungan mereka akan menjadi seperti apa nantinya. Apakah berakhir asing seperti tak pernah saling kenal?

Luna tidak peduli. Sungguh, ia sudah cukup pusing dengan masalah hidupnya sendiri.

Luna memejamkan erat kedua matanya saat rasa pusing justru semakin mendera kepalanya. Kedua tangannya bahkan sampai ia gunakan untuk memegang dua sisi kepalanya dengan begitu kuat. Sakit. Benar-benar sakit. Otot-otot lehernya bahkan terasa mengencang. Luna merasa kalau kepalanya seperti ingin meledak saat ini juga.

Tidak berselang lama setelah itu, Luna merasa ada cairan kental yang mengalir dari hidungnya yang membuat kedua matanya sontak terbuka dengan sempurna. Cairan itu menetes hingga mengenai buku tulisnya. Merah. Cairan yang mengalir itu berwarna merah dan berbau anyir. Sudah jelas Luna tahu bahwa itu adalah darah segar. Dia mimisan.

"Ah...." Luna mengerang pelan sambil menarik beberapa lembar tisu yang berada di meja belajarnya. Ia gunakan tisu itu untuk menghalangi cairan merah yang masih terus mengalir dari hidungnya.

"LUNA!"

Saat sibuk mengelap darah di hidungnya, Luna dibuat menoleh ke arah pintu kamarnya saat mendengar namanya dipanggil. Di pintu sana ada Permana yang menatapnya dengan tatapan... khawatir? Ah, tidak mungkin. Luna pasti salah lihat, kan?

Namun, keterkejutan Luna tidak hanya sampai di sana. Kebingungannya semakin menjadi saat Permana berlari ke arahnya.

Dan....

Pria itu memeluknya dari samping. Erat. Sangat erat. Luna bahkan sampai berpikiran kalau semua ini hanyalah mimpi. Permana tidak mungkin berubah secepat ini. Permana tidak mungkin memeluk dirinya dengan sangat hangat seperti ini. Dan, yang paling tidak mungkin, Permana tidak mungkin menangis karena khawatir dengannya, kan?

Tuhan, Luna sangat berharap kalau semua yang dia rasakan saat ini hanyalah mimpi, tolong jangan pernah bangunkan Luna lagi.

"Luna nggak boleh sakit...."

MARVELUNA: Let's Fly Together!Where stories live. Discover now