12. Semoga Tuhan Merestui

201K 36.8K 20.8K
                                    


Hai hai hai! Selamat malam!

Bagaimana kabar kalian? Dah lama tidak menyapa

Semoga sehat selalu dan dimudahkan urusannya habis baca ini 😎😎👍🏻👍🏻🤘🏻🤘🏻

Komen dan bintangmu semangatku ♥️


******





Canggung. Itulah yang kini tengah Marvel dan Luna rasakan. Hujan yang reda berhasil menyadarkan mereka yang hampir tertidur dengan posisi berpelukan. Dan kini, tidak ada hal lain yang mereka lakukan selain saling diam sembari menormalkan detak jantung yang berpacu begitu cepat. Ada gejolak aneh dalam dada kedua remaja yang sama-sama menundukkan kepala itu. Atmosfer dalam mobil berubah menjadi tegang. Kehangatan yang sempat tercipta kini lenyap begitu saja.

Belasan hidup di dunia, Marvel belum pernah merasakan sensasi dalam keadaan ini sebelumnya. Rasanya... aneh. Namun, Marvel tidak menyangkal kalau dia sangat menyukainya. Ah, tidak mungkin. Seorang cowok yang menutup diri sepertinya tidak akan mudah merasakan apa itu jatuh cinta dalam waktu yang teramat singkat.

Namun, kembali pada semesta yang dimainkan oleh Tuhan. Bisa saja, tembok yang selama ini dia bangun sudah tidak sekokoh dulu. Perlahan demi perlahan bisa saja runtuh jika terus-terusan mendapat serangan. Dari... Luna?

Marvel menggelengkan kepalanya kuat, mencoba mengenyahkan pikiran-pikiran aneh yang hingga di otaknya. Jujur saja, sejak bertemu dengan Luna, dia kerap merasakan hal aneh yang sebelumnya tidak pernah dia rasakan. Mungkin dia akan bertanya mengenai persoalan ini kepada Areksa. Di antara yang lain, hanya cowok itu yang memiliki pemikiran paling normal. Pun Areksa sudah dari kecil merasakan apa itu cinta kepada Ilona.

"Sorry, Vel. Gue... emang suka gitu kalau ada hujan." Luna meringis canggung setelah mengatakan itu. Dia benar-benar merasa tidak enak dengan Marvel. Bagaimana bisa keduanya berpelukan layaknya pasangan yang sedang kasmaran?

Marvel mengangguk maklum. "Ada trauma?" tanyanya.

Luna terdiam sejenak sebelum akhirnya mengangguk meski wajahnya terlihat lesu. "Iya. Waktu kecil, gue ngalamin kecelakaan sama kakek nenek gue. Jalannya licin karena hujan deras. Kakek sama Nenek meninggal di tempat. Semenjak itu... gue ngerasa takut."

Marvel menggapai tangan Luna yang dipangku di atas paha. Kemudian, dia mengusap lembut punggung tangan cewek itu menggunakan ibu jarinya. "Rasa trauma itu bisa hilang kalau dilawan, Luna. Dan lo, belum punya niatan untuk itu."

"Untuk sekarang mungkin belum bisa. Pelan-pelan harus dicoba. Hujan nggak semenakutkan itu. Bersyukur kalau ada orang lain yang ada di samping lo kayak gue sekarang. Tapi kalau seandainya lo sendirian, gimana?"

Luna tidak memberikan respons. Cewek itu hanya terdiam dengan raut bingung sambil berusaha menelan ludahnya susah payah. Di hadapannya kini, Marvel terlihat seperti orang yang sedang kemasukan makhluk astral. Selama ini dia belum pernah melihat Marvel berkata bijak seperti itu. Apakah ini karena efek mengantuk atau Marvel sedang menunjukkan sisi lain dari diri cowok itu?

"Gue serius, Lun." Marvel berkata yakin. Dia bisa mengetahui isi pikiran Luna sekarang ini dari mimik wajah cewek itu. "Gue bantu kalau lo mau."

"Hujan yang menakutkan itu... bakalan jadi sesuatu yang candu buat lo."

Marvel mengulas senyuman tipis. Manis sekali. Bahkan, Luna sangat ingin menghentikan waktu untuk sementara. Wajah cowok itu terlihat bersinar di matanya. Marvel benar-benar menunjukkan sisi lain dari sifat yang selama ini cowok itu tunjukkan di hadapan Luna. Antara perlahan ingin mulai membuka diri atau Marvel hanya setengah sadar melakukan ini semua.

MARVELUNA: Let's Fly Together!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang