6. Sedikit

217K 40.9K 23.7K
                                    


HAI HAI HAI! SELAMAT MALAM!

APA KABAREUU??

ABSEN HADIR DULU BIAR ENDUL

BINTANG DAN KOMENMU SEMANGATKU

****











"Saya nggak mau. Pulang aja sana. Kalian nggak berguna."

Marvel langsung mematikan sambungan teleponnya dengan Aston setelah mengucapkan kalimat pedas itu. Sungguh, dia merasa sangat kesal sekarang. Apakah janji saja tidak cukup untuk membuat ayahnya berhenti mengirimkan Aston, Jaylan, dan Norman untuk memata-matai dirinya? Lagipula, dia hanya pergi ke sekolah, bukan menyeberangi samudera untuk berniat kabur dari tanggung jawabnya.

Pandangan mata cowok itu mengedar, lalu berhenti pada sebuah mobil yang sangat dikenalinya terparkir di pinggir jalan, tidak jauh dari gerbang sekolahan. Cukup lama Marvel memandangi mobil itu sebelum akhirnya mobil yang biasa dikendarai oleh ketiga anak buah ayahnya tersebut benar-benar pergi dari sana. Baru setelah itu, dia dapat mengembuskan napas lega.

Bel pulang sekolah sudah berdering sejak tiga puluh menit yang lalu. Parkiran pun mulai sepi karena beberapa dari murid di SMA Taruna Bakti sudah meninggalkan ke sekolahan. Sedangkan Marvel dengan motor kesayangannya itu masih setia berada di parkiran. Dia memang sengaja menunggu Aston dan antek-anteknya benar-benar menghilang dari pandangannya.

"Ssshhh...."

Suara ringisan itu membuat Marvel menolehkan kepalanya. Tidak jauh dari tempatnya berdiri, ada Luna yang sibuk mengibaskan tangan ke arah lengan tangan yang lain. Cewek itu terlihat menahan sakit. Tanpa berpikir panjang, Marvel pun memutuskan untuk mendekat. Kehadirannya itu langsung disadari oleh Luna. Cewek itu terlihat gugup dan buru-buru menutup lengan dengan jaket yang sempat digulung hingga siku.

"Kenapa?" tanya Marvel dengan kedua alis yang mengerut.

"Kenapa apanya?" tanya Luna, mencoba untuk terlihat biasa saja. Dia menyingkur kedua tangannya di belakang punggung.

Marvel menatap serius ke arah cewek itu. Tadi pagi saat mereka bertemu, Luna memang mengenakan jaket. Dia kira, cewek itu terbiasa mengenakan jaket saat berangkat atau pulang sekolah. Tapi sepertinya, ada alasan lain yang membuat Luna mengenakan jaket saat ini. Dari sorot mata cewek itu, dia bisa menebak kalau Luna tengah menyembunyikan sesuatu.

"Bukan urusan gue juga." Marvel bersedekap dada lalu mengedikkan bahunya cuek. "Ada rapat di kantor, gue disuruh dengerin."

"Lalu?" tanya Luna dengan memiringkan kepalanya.

Marvel mengembuskan napas berat. "Pelupa?"

Luna mencebik kesal. Kenapa Marvel malah balik bertanya kepadanya? "Emang urusannya sama gue apa?"

Marvel tidak menjawab. Dia justru memandang tajam ke arah Luna. Tindakannya itu berhasil membuat Luna tersadar akan sesuatu. Cewek itu langsung menampilkan cengiran ke arahnya.

"Mar, hari ini gue izin dulu, ya?" Luna menangkupkan tangannya di depan dada. Kini, dia benar-benar berusaha untuk tampak melas di hadapan Marvel. "Gue ada urusan genting banget. Kalau sampai gue ninggalin ini, nyawa gue taruhannya."

Marvel mengerutkan kening. "Sebesar apa gajinya?"

Luna sontak mendelikkan matanya. "Ini bukan masalah gaji, Maria."

"Urusan apa? Sebagai atasan, gue harus tau alasan jelasnya," jawab Marvel.

Luna mengelus dadanya berkali-kali, mencoba untuk bersabar menghadapi atasannya yang sulit ditebak itu. "Begini, Bapak Marvel. Saya punya tanggungan yang besar sekali. Ada alasan pribadi yang tidak bisa saya sebutkan. Saya harap, Bapak memberikan izin untuk membiarkan saya cuti hari ini."

MARVELUNA: Let's Fly Together!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang