38. Banyak yang Berantakan, Ya?

86.6K 16.9K 3.8K
                                    



Hai hai hai! Selamat malam, Cimolll 😍😍

Apa kabar kalian semua? Semoga selalu baik, ya!!!

Vote dan komennya jangan lupa 😘

Absen: HADIR

****

Ayah tadi kirim dua ratus ribu buat jajan kamu seminggu. Maaf ya, Ayah belum bisa ngasih banyak sekarang. Semoga kamu berhasil ya, Luna. Ayah sayang sama kamu.

Luna memandang supucuk surat dan sebuah boneka beruang kecil yang dikirimkan oleh Permana dari Jakarta ke Jogja. Meskipun terlihat sederhana, tapi usaha ayahnya yang sangat manis untuk memperbaiki hubungan mereka membuat Luna semakin menyayangi ayahnya itu. Permana sudah mulai berdamai dengan kehidupan dan sekarang bekerja sebagai kuli bangunan dengan gaji yang tidak seberapa. Namun, karena hal itulah yang membuat Luna semakin bertekad untuk membahagiakan Permana.

"Ayah...," lirih Luna kemudian memeluk boneka beruang itu seerat mungkin. Dia sangat merindukan ayahnya sekarang. Apakah ayahnya baik-baik saja di sana? Apakah ayahnya makan dengan teratur? Apakah atap rumah mereka masih bocor jika hujan deras datang?

Meski Luna sering berteleponan dengan Permana, tapi tak dapat dipungkiri kalau dia masih merasa khawatir dengan keadaan ayahnya yang tinggal sebatang kara di kerasnya kota Jakarta. Luna selalu berharap Permana memilik umur yang panjang agar bisa menikmati kesuksesan dia nantinya.

Luna memandangi langit-langit asramanya dengan penuh sesak di dadanya. "Nanti kalau Luna udah punya banyak uang, kita cari Ibu sama-sama ya, Yah...," lirih Luna dengan derai air mata yang kian membanjiri wajahnya.

*****

Marvel membereskan buku-bukunya setelah kelas materi hari ini selesai dilaksanakan. Dia melakukan kegiatannya itu dengan gerakan yang cepat dan terkesan terburu-buru. Hal itu membuat teman sebangkunya langsung memandangnya aneh ke arahnya. Apalagi ketika dia tidak sengaja menjatuhkan beberapa bukunya ke lantai sampai membuat teman-teman lainnya menoleh kaget.

"Kenapa? Buru-buru amat," tanya Kaivan sambil membantu Marvel memungut buku yang berjatuh di lantai. "Ada acara?"

Marvel menggelengkan kepalanya dengan pandangan yang masih fokus untuk memasukkan buku-bukunya dengan asal ke dalam tas. Setelah memastikan tidak ada yang tertinggal, dia pun segera menutup resleting tasnya lalu beralih menatap teman dekatnya selama menempuh pendidikan pilot itu. "Pengen balik cepet aja," jawabnya singkat lalu bangkit dari jongkoknya.

Kaivan mengangguk-anggukkan kepalanya paham. "Nggak makan siang dulu?" tawarnya.

"Makan di asrama aja," jawab Marvel.

Kaivan mengembuskan napas berat. "Ngobrol sama lo butuh effort banget, Vel," selorohnya. Jujur, selama tiga bulan berteman dengan Marvel, cowok itu sama sekali belum bisa terbuka kepadanya. Mereka masih sering merasa canggung padahal Kaivan sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mencari topik pembicaraan di antara mereka. Namun, Marvel seperti menganggap mereka baru bertemu kemarin. "Ya udah. Gue sama anak-anak lain dulu," lanjutnya.

Marvel mengangguk. Setelah melihat Kaivan berjalan ke belakang untuk bergabung dengan anak-anak lain, dia pun segera melangkahkan kakinya keluar kelas. Ya, beginilah keseharian Marvel setelah merantau di kota orang. Tidak ada kegiatan lain yang dia lakukan di luar kegiatan pendidikannya.

Marvel masih belum bisa beradaptasi dengan lingkungan baru. Dia masih merasa asing di tempat yang sekarang. Bahkan, untuk sekadar nongkrong dengan teman sekelasnya saja rasanya sungkan. Marvel hanya sedang merindukan Diamond-nya. Dia merindukan rumahnya itu. Karena memang hanya Diamond Gang yang benar-benar dia anggap sebagai tempat paling nyaman untuk pulang.

MARVELUNA: Let's Fly Together!Where stories live. Discover now