8. Dekat tapi Jauh

200K 40.2K 24.6K
                                    


HAI HAI HAI!
SELAMAT MALAM!

GIMANA KABAR KALIAN?

UDAH MULAI SEKOLAH?

ABSEN HADIR DULU!

Bintang dan Komenmu Semangatku!

****








Dingin dan gelapnya malam tidak membuat Marvel mengurungkan niatnya untuk pergi menghampiri Luna. Perasaan cemas sontak menyelimuti hatinya saat mendengar suara cewek itu yang bergetar kala berbicara dengannya lewat telepon tadi. Marvel tidak tahu mengenai apa yang terjadi pada cewek itu. Yang jelas, Luna seperti tengah ketakutan dan itu membuatnya kalang kabut di jalanan.

Marvel khawatir, sangat. Meski dia tidak tahu apa yang menyebabkannya menjadi seperti ini. Jika biasanya dia kesulitan untuk mengekspresikan diri, maka tidak berlaku untuk malam ini. Alisnya mengerut cemas. Keringat dingin pun tidak berhenti meluruh dari keningnya. Bahkan, tangannya yang memegang stang motor dan ponsel itu terlihat sangat gemetar.

Lokasi yang dikirimkan Luna melalui pesan ternyata membawanya masuk di sebuah gang yang dekat dengan rumah cewek itu. Karena dirasa sudah dekat dengan posisi Luna sekarang, Marvel pun memutuskan untuk menghentikan motornya. Dengan terburu-buru, dia pun turun dari motor kemudian berlari mengikuti arah di mana Luna berada melalui lokasi yang ditunjukkan oleh layar ponselnya.

"LUNA!" panggil Marvel, berteriak sekencang mungkin. Pandangan matanya tidak berhenti mengedar, mencari Luna di setiap sudut yang ada di gang kecil itu. "LUNAAA!!!"

"LUN-"

"Maria...."

Marvel menghentikan langkahnya. Dia menolehkan kepalanya ke belakang, tepat pada sebuah tong sampah berukuran besar. Embusan napas lega sontak meluncur dari bibirnya saat menyadari bahwa ternyata Luna tengah duduk dengan kaki yang tertekuk tepat di samping tong sampah itu. Tanpa ragu, dia melangkahkan kakinya untuk menghampiri cewek itu.

Marvel berjongkok. Tangannya yang gemetar itu terangkat, kemudian tanpa sadar mengusap pelan puncak kepala cewek itu. Sebetulnya, ada banyak tanda tanya di kepalanya. Marvel ingin mencari tahu tanpa bertanya terlebih dahulu. Selain gengsi, dia lebih suka tantangan daripada harus menunggu tanpa tahu lama waktu yang pasti.

"Mau ke mana?" tanya Marvel. Kali ini, tidak terselip nada dingin pada kalimatnya.

Marvel tahu ini ada hubungannya dengan orang rumah. Kalau tidak, untuk apa Luna berada di sini tanpa berniat untuk pulang padahal jarak gang ini dengan rumah cewek itu terbilang dekat?

"Ke mana aja asal bawa gue pergi dari sini," jawab Luna tidak tenang. Kedua bola matanya bergerak gelisah. Menandakan bahwa dia sangat ketakutan sekarang.

Marvel menatap cewek itu lamat. Entahlah, melihat Luna dalam kondisi sekarang, berhasil membuat hati kecilnya merasa sedikit iba. Ada keinginan untuk melindungi cewek itu dari berbagai masalah yang mungkin sedang merundung pundak mungil itu. Marvel kemudian menurunkan pandangannya, tepat pada sebuah amplop coklat yang dipeluk erat oleh Luna. Keningnya mengerut. Dia tentu mengenal amplop itu. "Kenapa?" tanyanya seraya menunjuk barang itu.

"Ada maling tadi, makanya gue telepon lo. Sori kalau ganggu," seloroh Luna, merasa sedikit tidak enak kepada Marvel.

"Gue lagi senggang," balas Marvel.

Bohong. Terbukti dari belasan panggilan tak terjawab dari para anak buah ayahnya yang terus merecokinya. Tadi, dia memang sudah memutuskan untuk pulang setelah berduel dengan komplotan Chayton. Namun, panggilan dari Luna ternyata berhasil mengurungkan niatnya. Padahal, cewek itu bukanlah orang yang penting untuknya. Setidaknya untuk saat ini.

MARVELUNA: Let's Fly Together!Where stories live. Discover now