Season 2 : Pembuat Onar

15 10 25
                                    

Tepukan beberapa kali dirasakan oleh Hazel di pundaknya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tepukan beberapa kali dirasakan oleh Hazel di pundaknya. Saat itulah Hazel menyadari bahwa dirinya telah tertidur padahal berusaha untuk tetap terjaga agar dapat mengulang hal yang telah direncanakannya dengan Dina tadi malam.

"Kakak! bangun!" Ucap seseorang.

Posisi tidur gadis itu yang semula menghadap ke arah dinding kini menjadi terlentang. Gadis itu perlahan membuka matanya.

Gadis itu terduduk kemudian memandang ke arah sekitar dan menemukan bahwa pagi telah tiba, ah sudah saatnya bersiap-siap untuk pelatihan kembali dari padepokan. Setidaknya itu yang dipikirkan gadis bermata Hazel sebelum melihat raut wajah adiknya yang berdiri di samping kasurnya dengan mata yang menanar.

Seketika kesadaran gadis itu kembali dengan cepat, Hazel melihat wajah adiknya lagi dengan seksama,

"Liam?.....Ada apa?" Ucapnya menyibak selimut kemudian hendak turun dari kasur.

Kemudian dari luar jendela terdengar sayup-sayup suara orang. Rasanya dekat sekali dari sini, namun bukan itu yang mengejutkan Hazel. Setelah suara satu orang itu, Hazel terkejut ketika suara itu menjadi lebih banyak, seperti bergerombol, sepertinya suara-suara itu ada di depan rumah ini.

Apa...sesuatu sedang terjadi? Tidak, salah, sesuatu memang terjadi saat ini.

Hazel melirik kasur Dina, mendapati gadis itu sudah keluar dari kamar dengan posisi kasur yang belum dirapikan.

Hazel berdiri kemudian menggenggam tangan Liam,

"Pegang erat-erat tangan kakak Liam," ucap gadis itu sembari berjalan keluar dari kamarnya menuju halaman depan rumah tersebut.

Semakin dekat dengan pintu rumah, suara orang-orang yang seperti melaksanakan aksi demo itu semakin terdengar keras, saat itu gadis tersebut melihat beberapa orang telah berdiri di depan rumah menghadap ke arah Pak Yanto, sementara Bu Darni disampingnya yang tampak mengerutkan alis seperti kesal terhadap mereka.

Bu Darni yang tengah menghadapi warga-warga itu, kemudian menyadari kehadiran Hazel di belakangnya, wanita itu kemudian seperti terkejut melihat gadis itu, namun raut muka beliau dengan cepat kembali menjadi tegas. Beliau membuang muka, kembali menatap ke gerombolan warga itu.

Jujur hal itu membuat gadis itu menunduk lalu mengepalkan tangannya, menahan diri untuk tidak menangis karena benar-benar merasa bersalah.

"Beliau pasti sangat kecewa kepadaku."

Kemudian Hazel mencoba untuk lebih mendekat, melihat gerombolan tersebut yang banyak diluar sana, bahkan mungkin satu penghuni desa datang ke depan rumah Pak Yanto ini. Mereka pasti dengan kompak datang untuk menuntut penjelasan seperti ini karena telah dipengaruhi oleh seseorang sehingga menjadi semurka ini terhadap Pak Yanto maupun Bu Darni.

"Apa maksudnya ini Pak?! Apakah orang-orang disini memang pernah menjadi tumbal untuk keturunan iblis ?!!"

"Kenapa selama ini anda diam saja dan tidak memberitahu apapun kepada kami?!!"

Seseorang bahkan menunjukkan jari telunjuknya ke muka Pak Yanto sambil membentaknya.

"Anda sengaja menjadikan kami tumbal untuk keselamatan keluarga anda sendiri Pak?!! Dasar kepala desa yang egois!!"

Pak Yanto yang sedari tadi melihat warga-warga yang mengamuk itu pada akhirnya menghela nafasnya,

"Saya mohon untuk para warga agar mendengarkan penjelasan saya terlebih dahulu," ucap Beliau.

Lelaki yang membentak kepada Pak Yanto itu kemudian melirik ke arah Bu Darni.

"Apakah anda juga sudah lama mengetahui ini Bu?! Mengapa anda juga diam saja!!"

Bu Darni tetap memasang wajah dingin, menatap keadaan. Saat itupun akhirnya lelaki dihadapannya itu tidak sabar, kemudian mengangkat tangannya dan berniat melayangkannya kepada wanita itu karena jengkel.

Namun, sesaat sebelum tangan itu menyentuh kulit Bu Darni, tangan itu terhenti di udara dengan cengkeraman kuat dari pria disebelah Bu Darni itu.

"Lepaskan pak, apa anda mau sok jadi pahlawan sekarang setelah menyembunyikan berita besar ini dari kami?!" ucap lelaki itu menahan amarah sambil mencoba melepaskan tangannya dari cengkeraman Pak Yanto.

Pria itu menatap lelaki tersebut dengan tajam dan dingin.

"Anda boleh membentak saya untuk mencari jawabannya, lagipula saya tidak berniat menyembunyikan ini dari kalian semua. Namun jika anda menyakiti istri saya, menyentuh kulitnya barang sedikitpun, maka saya tidak akan mentolelirnya dan akan membalas anda dengan yang sepadan."

cengkeraman itu semakin kuat, membuat lelaki yang hendak menyerang Bu Darni itu kesakitan bukan main, lalu mengerang.

Keadaan tidak membaik malah makin kacau memikirkan bahwa pemimpin mereka saat ini menggertak warganya tanpa ragu, mereka semakin marah, bahkan menghancurkan beberapa kandang burung yang selalu dirawat oleh Pak Yanto. Mereka marah karena kepala desa dianggap menyembunyikan suatu rahasia besar apalagi itu berhubungan dengan nyawa mereka, siapa yang tidak akan terkejut dan kecewa.

Sejujurnya ketika orang-orang mengatakan hal itu, Hazel jadi berfikir, bagaimana penghasut itu sampai tau bahwa mereka itu ditumbalkan, keturunan iblis dan semacamnya. Jikalau penghasut itu memanglah orang biasa, dia tidak akan berfikir sejauh itu. Tunggu, itu bahkan terlalu dalam untuknya.

Dia jadi penasaran siapa pembuat onar ini, dia tidak dapat membiarkan orang ini lepas karena satu hal, orang ini berhubungan dengan masa lalu yang kelam itu.

"Orang ini pastilah tau sesuatu, kalau aku benar kemarin malam, maka pelakunya adalah.."

Di sela-sela dari orang-orang yang tengah berdebat itu, mata tajam Hazel melihat figur itu dengan jelas,

"Haha," miris Hazel.

Sosok itu tengah berdiri di antara para warga yang sedang mengamuk itu dengan membawa secarik foto yang Hazel cari semalaman. Pria itu terdiam sambil memandang warga itu dengan tatapan merendahkan.

Ketika pandangan pria itu berpaling, matanya bertemu dengan mata hazel yang menatap tajam ke arahnya seperti bisa melepaskan panah ke jantung pria itu.

Pria yang dia tabrak di pesta malam itu kemudian tersenyum ke arahnya, melebarkan pupil matanya, tatapan itu sangat mengesalkan Hazel, pria itu seperti menemukan anak kucing yang dia cari selama ini.

Tanpa melepaskan pandangannya terhadap mata Hazel, pria itu membuka mulutnya.

"Para warga, keturunan dari mereka yang membawa teror di desa ini telah hadir disekitar kita."

Orang-orang yang tengah mengamuk itu seketika terdiam, melihat ke arah sekitar, siapa yang dimaksud oleh pria itu. sebelum akhirnya telunjuk pria itu naik dan mengarah ke suatu sudut di celah antara Bu Darni dan Pak Yanto.

Telunjuknya mengarah ke arah Hazel.

"Dialah pemeran utamanya disini," ujar pria itu tersenyum.

Gadis itu mengepalkan tangannya dengan kuat, menatap tajam ke arah pria itu.

Bersamaan dengan itu, langit yang sedari tadi telah mendung, mulai menampakkan sekali dua kali petir yang memekakkan telinga, namun entah mengapa tidak dapat mempengaruhi mereka semua yang kini tengah menghadap ke arah gadis yang tengah berjalan keluar dari rumah itu dengan amarah yang diujung tanduk.

"Kau jika memasang muka seperti itu, sangat mirip dengan ibumu ketika menghadapi kawanan iblis itu yang berusaha menyelamatkan anak-anaknya dari ayah yang gila kekuasaan dan kekuatan."

Urat di pelipis gadis itu muncul seketika, muka gadis itu merah padam.

Petir itu sekali lagi menyambar, membuat terang seketika daerah sekitar dengan suaranya yang menggelegar.

"Siapa anda, sebenarnya?!" Ujar Hazel menggertakkan giginya.


When You Lost ItWhere stories live. Discover now