Bab 113 : Awal Kehancuran

4.3K 715 43
                                    

Mari ramaikan Hiraeth hingga akhir babak ketiga ini.
Selama sepekan ini, Author up tiap hari jam +9 malam. Spesial bulan kelahirannya Author (⁠๑⁠♡⁠⌓⁠♡⁠๑⁠).

Rata-rata yang baca cewek semua ya?

Ada yang dari luar Indonesia?

———

Lagi-lagi Jisel berceletuk, "Soohyuck masih 14 tahun. Dewasa apanya?"

Karin menimpali, "Benar. Masih bayi gini kok sudah mengadakan upacara kedewasaan."

Salah seorang gadis lain menjawab, "Nona Lee benar-benar terlihat masih bayi."

Soohyuck merona. "Bayi bagaimana? Wajahku saja mirip sekali dengan Ayah."

"Ssuuutt..." Jisel menutup mulut Soohyuck. "Jangan bawa-bawa Ayahmu. Mati aku karena suka memukul pinggulmu."

"Akan kuberitahu." Karin tiba-tiba saja bangkit berdiri dari posisinya.

Soohyuck terkekeh. "Kalian ini selalu saja bertengkar."

Karin dan Jisel saling menunjuk. "Dia duluan yang mulai." Ucap mereka bersamaan.

Tawa riang kembali terdengar diruangan itu. Apalagi Jisel dan Karin yang terus saja adu mulut, siapa yang benar dan siapa yang salah diantara mereka.

"Sudah, sudah." Ujar Soohyuck merangkul kedua temannya itu. "Aku akan mengikat kalian berdua jika kalian bertengkar lagi."

"Jika Yang Mulia Soohyuck sudah berkata seperti itu, aku akan diam." Balas Jisel yang mendapat cubitan kecil diperutnya.

"Jangan berkata seperti itu lagi." Peringat Soohyuck mulai serius oleh keadaan.

"Baik, Yang Mulia." Dengan keras kepalanya, Jisel lagi-lagi menggoda sahabatnya itu.

"Ayah!" Seru Soohyuck tiba-tiba. Rangkulannya terhempas saat kedua sahabatnya itu tersentak kaget oleh teriakannya.

"Curang. Memanggil Jenderal Besar untuk mengatasi gadis baik-baik seperti kami." Sungut Karin.

Mereka kembali tertawa cantik, memenuhi ruangan itu.

Hingga, arah pembicaraan mulai berubah. Para gadis yang diajak oleh sahabat Soohyuck justru mengajak mereka untuk bergosip.

"Apa kalian tahu, akhir-akhir ini lagi ada pemberitaan besar di kerajaan kita." Seru salah seorang gadis diantara mereka.

Jisel bertanya, "Apa itu Ningning?"

"Dipusat kota, lagi ramai seorang pembunuh yang menyamar jadi pesulap. Atau pesulap yang sebenarnya seorang pembunuh. Mereka menyihir mata orang-orang yang melihat pertunjukan mereka. Bukan hanya itu, anaknya yang masih berumur tujuh tahun saja sudah berani menipu orang-orang dengan berpura-pura meminta bantuan." Kata Ningning bercerita.

"Ah yang itu. Aku sering mendengar beritanya dari Ibu." Sahut Karin antusias.

"Sudah banyak korban yang berhasil ditipu oleh bocah itu. Ayahnya bahkan telah menghabisi banyak korban yang tak bersalah hanya karena mereka menginginkan harta benda milik korban." Lanjut Ningning dengan raut wajah serius.

"Ah, aku ingat. Waktu aku masih kecil, Ayahku juga pernah bercerita tentang kasus yang sama dengan kasus pesulap yang ternyata seorang pembunuh sadis." Sahut gadis lain.

Para gadis itu merinding, mendengar ceritanya.

Yang lain menimpali, "Seingatku, Pamanku juga hampir pernah menjadi korban. Dia suka melihat pertunjukan sulap. Suatu hari, dirinya diajak menjadi salah seorang penonton yang naik keatas panggung untuk dijadikan relawan. Alih-alih dirinya menghilang karena sihir si pesulap diatas panggung, Pamanku justru dikurung dibawah panggung. Untung saja saat itu Ayahku langsung tersadar saat adiknya menghilang dari hadapannya."

Jisel melirik Soohyuck yang tampak sedang berpikir keras. "Jadi Soohyuck, bagaimana menurutmu dengan kejadian sihir pesulap dan anak kecilnya yang akhir-akhir ini sedang dibicarakan dikerajaan kita?" Tanyanya.

Soohyuck mengernyit.

"Tentu saja, jika Ayahnya seorang pesulap maka anaknya pasti seorang penipu." Celetuk Ningning menganggukkan kepala penuh yakin.

"Ayahnya pesulap, anaknya pasti penipu?" Soohyuck bergumam tanpa sadar. "Tapi kupikir bukan—"

"Benar, kan." Sahut cepat Ningning tanpa sopan menyela Soohyuck. Dia yang paling bersemangat dalam membicarakan orang lain. "Pasti seperti itu. Jika Ayahnya seorang pesulap, menggunakan sihir untuk menipu orang yang melihat aksinya, anaknya pasti juga sama seperti dirinya."

"Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya." Lanjut Ningning.

TAK!

Peralatan berhias terjatuh dari tangan seorang gadis yang berdiri tidak jauh dibelakang mereka. Para gadis diruangan itu lantas menoleh kearah sumber suara dan mendapati sosok Jang Shim yang berdiri dengan raut wajah kaget.

Jang Shim menatap sekumpulan gadis dihadapannya dengan perasaan yang campur aduk. Tangannya bergetar dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

Seolah-olah dirinya berada diruangan yang gelap, dan banyak pasang mata yang melihat kearahnya.

"Jang Shim." Seru Soohyuck menghampirinya. Meraih tangan Jang Shim untuk menenangkannya.

"Eh, bukannya Ayah Jang Shim juga pesulap ya? Tuan Jang yang sering melakukan atraksi di pasar? Apa mereka.." Salah seorang gadis lain dengan rambut dikepang dua itu tiba-tiba saja berseru pada teman-temannya. Diakhir perkataannya jelas menaruh kecurigaan yang tidak benar.

Soohyuck masih memperhatikan Jang Shim penuh khawatir. Mata gadis manis dihadapannya itu tak bisa berbohong. Jang Shim mengerjap bingung dengan air mata dipelupuknya.

"Kamu baik-baik saja, Jang Shim?" Soohyuck memeriksa kedua tangan Jang Shim. Tampak luka kecil dipunggung tangannya akibat goresan dari salah satu ujung perhiasan yang tajam.

"Baik-baik saja?" Sudut bibir Jang Shim berkedut kesal. Menahan sesuatu yang berat dihatinya. Seperkian detik kemudian, matanya membola diam, mendengar nada suara Soohyuck yang tiba-tiba saja meninggi, menjawab perkataan gadis terhadapnya.

"Kim Yuna! Jangan mengatakan hal-hal aneh lagi. Tolong jangan kaitan keluarga Jang Shim dengan berita tidak jelas yang kalian bawa itu." Soohyuck memperingatkan dengan seraut wajah datar.

Yuna tersentak. Apa saat ini dirinya sedang dipermalukan dihadapan teman-temannya? Pikirnya kesal.

Tak bisa melawan, Yuna hanya menunduk meminta maaf. "Maaf atas perkataan saya, Nona Lee."

"Jangan minta maaf padaku. Minta maaflah pada Jang Shim karena kalian mencoba menunduhnya." Ucap Soohyuck tegas. "Ningning, kamu juga minta maaflah."

Kedua gadis itu menunduk kecil. "Jang Shim, maaf atas perkataan kami."

"Ti-Tidak, tidak apa-apa, Nona." Ucap Jang Shim tersenyum kecil, mencoba menenangkan orang-orang disekitarnya.

Dia selalu seperti itu.

Bukan. Maksudnya, dia harus selalu seperti itu.

Jang Shim berasal dari keluarga kecil. Dia dan ayahnya bukan berasal dari daerah sini. Sejak kecil, ayahnya selalu mengajarkan dirinya untuk memaafkan orang-orang. Terus menjadi orang baik terlepas dari apa hal buruk yang dilakukan orang-orang kepadanya. Dengan begitu, orang-orang juga akan baik pada dirinya.

Itu jika dia berhadapan dengan orang baik juga.

Sayangnya, mulut para gadis itu berbahaya. Sangat berbahaya karena setiap orang yang mendengarnya pasti percaya pada keluguan mereka.

Latar belakang benar-benar mempengaruhi segalanya. Dan latar belakang Jang Shim, jelas sudah dapat ditebak. Orang-orang selalu menilai anak dari orang tuanya. Jika orang tuanya seorang pejabat, anaknya dicap sebagai orang yang memiliki masa depan yang cerah. Dan jika orang tuanya seorang pembunuh, mereka tak segan mengecap anak yang masih kecil sebagai seorang pembunuh juga.

Begitu pun Jang Shim. Ayahnya seorang pesulap, dan orang-orang mengecap dirinya sebagai penipu. Seorang penipu yang bahkan dirinya saja tak mengerti apa maksud dari kata penipu itu.

Ironis.

Ini akan menjadi awal dari insiden kehancuran keluarga Lee Donghyuck.

_o0o_
ℌ𝔦𝔯𝔞𝔢𝔱𝔥
—22122022—

1521; HIRAETH || MARKHYUCK [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang