Bab 136 : Emosi Buruk Minhyung

4.3K 660 47
                                    

Dalam sekejap, semuanya berubah. Segalanya tak lagi sama. Tak ada lagi gadis yang bernama Soohyuck. Tak ada lagi senyum lebar dari Donghyuck.

Sudah berhari-hari telah berlalu. Keadaan menjadi kacau. Semakin kacau saat ibu Donghyuck mengalami sakit keras dan hanya bisa terbaring diatas tempat tidur. Dia dirawat oleh para pelayan.

Sedangkan Donghyuck, dia mungkin telah disembuhkan oleh perjuangan para tabib yang dituntut keras oleh Minhyung untuk menyembuhkan dirinya. Tapi sampai saat ini, ibunya masih tak ingin melihat wajahnya.

Ibu Donghyuck tak ingin melihat wajah putranya sendiri. Betapa sedihnya Donghyuck, saat dirinya telah siuman dan mendapati kabar buruk bertubi-tubi.

Kakak tersayangnya dinyatakan meninggal dan ibunya jatuh sakit. Ayahnya dan yang lain harus berperang kembali setelah bagian perbatasan hari itu dan sekitarnya hingga masuk kebagian wilayah Kerajaan Lee, telah direbut kembali oleh pasukan Kerajaan Timur.

Sebagian rakyat Lee yang tinggal didekat perbatasan dua kerajaan itu disandera oleh pasukan Kerajaan Timur.

Kekacauan hari itu benar-benar membawa dampak buruk kesegala bidang. Hal ini justru memberi keuntungan untuk pasukan Kerajaan Timur untuk menyerang dan merebut kembali daerah kekuasaannya yang telah menjadi milik Kerajaan Lee. Apalagi saat keadaan Jenderal Lee yang sedang tidak baik-baik saja karena mengkhawatirkan keluarganya.

Setiap malam Donghyuck menangis, meringkuk diatas tempat tidur, memikirkan kekacauan yang telah terjadi akibat dirinya.

Dia adalah penyebab ini semua bisa terjadi. Penyebab meninggalnya sang kakak.

Benar yang dikatakan orang-orang, dia adalah nasib buruk di keluarganya. Seharusnya dia ingat, kata-kata rakyat Lee padanya dulu. Yang mengatakan jika dirinya hanya ulat yang merusak bunga-bunga.

Sembari menahan air matanya yang akan terjatuh, Donghyuck kembali membawa semangkuk bubur yang masih mengepul pada sang ibu. "Ibu, Donghyuck membawakan Ibu bubur." Katanya.

Tak ada jawaban.

Ibu Donghyuck tak berbalik untuk melihatnya walau hanya sedetik. Benar-benar enggan untuk menoleh pada putranya itu.

Lagi-lagi bubur ditangan Donghyuck kembali mendingin. Dia terdiam lama disamping tempat tidur, dimana sang ibu terbaring membelakanginya.

Bibirnya bergetar. Dia kembali melirih, "Ibu, lihat aku sebentar."

Ibunya tak merespon. Mendengar suara Donghyuck justru membuat sang ibu memejamkan matanya rapat-rapat dengan bulir air mata yang mengalir tipis.

"Ibu..." Bulir-bulir air mata juga mengalir dipipi Donghyuck yang kian hari semakin tirus karena tidak memiliki napsu makan.

Dia meletakkan mangkuk bubur itu diatas meja, berkata, "Makanlah bubur ini sedikit, Bu."

"Aku sudah mengatakannya padamu." Ibu Donghyuck tiba-tiba saja bergumam. Donghyuck mengusap air matanya, mendengar ibunya yang lagi-lagi membuka suara padanya.

"Aku sudah memperingatkanmu. Bukankah aku sudah memperingatkanmu." Gumam ibu Donghyuck dengan masih membelakangi sang putra.

Donghyuck mendengarkannya baik-baik.

"Jangan bermain-main didanau itu lagi. Aku sudah memperingatkanmu untuk jangan bermain didanau itu lagi." Ibu Donghyuck kembali terisak kecil. Dia menggelengkan kepalanya tak terima.

Bulu mata Donghyuck bergetar. Bulir air mata kembali mengalir dipipi.

Dengan pergerakan cepat, dia menghampiri sang ibu. Menunduk disamping ibunya dan menangis sembari memohon.

1521; HIRAETH || MARKHYUCK [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang