Part 09: Pengungkapan

680 95 6
                                    

Galang menegang, entah kenapa untuk sesaat ia merasa tidak asing dengan gadis itu, setelah berhasil sadar dari lamunannya ia segera mencekal kembali tangan gadis itu.

"Siapa kamu?" entah ini pertanyaan yang keberapa namun yang jelas kali ini ia harus mendapatkan jawabannya.

Princes masih terisak-isak namun sudah lebih tenang daripada awal tadi, ia perlahan mengulurkan tangannya yang lain dan tanpa diduga memeluk erat Galang, Galang tentu saja spontan mendorong gadis itu menjauh dengan horor.

"Kamu sudah gila ya!"

"Hiks ... aku kangen banget sama Kakak, aku ... aku sekarang sendirian."

"Siapasih kamu memangnya kita pernah kenal dulu? Jangan kamu pikir mentang-mentang aku cacat jadi bisa mudah dimanfaatkan!" tandasnya.

Princes membersihkan wajahnya yang sembab meskipun beberapa tetes air mata masih mengalir di ujung matanya. Ia sepertinya sudah gila karena berkata jujur namun ia tidak tahan ketika melihat Galang, rasanya ia yakin jika lelaki ini pasti akan percaya kepadanya.

"Aku ... Jessy."

Deg!

Sekujur tubuh Galang menegang dengan jantung berdetak dahsyat, namun hanya sesaat karena setelahnya ia tertawa keras dengan renyahnya. "Hahaha! Dasar sinting, kamu pikir aku percaya!" namun selanjutnya ekspresinya berubah dingin dan tajam karena sadar gadis itu kenal Jessy.

Princes menelan ludah, mulai takut jika lelaki ini tidak akan percaya kepadanya, namun jika dipikir secara logika memang yang diucapkannya sangat tidak masuk akal.

"Jika aku berbohong bagaimana mungkin aku tau tentang namamu, tempat ini, bahkan tentang Jessy. Bukankah itu aneh."

"Jaman sekarang mencari informasi gampang, kamu pikir aku bodoh?!"

"Aku Jessy! Tubuh Jessy memang sudah meninggal tapi jiwaku masuk ke tubuh ini, aku jujur!"

"H-haha-haha .. wah dasar gila!" Galang tertawa dengan paksa namun matanya tidak bisa bohong jika ia mulai goyah, kedua tangannya pun mulai gemetar hanya karena memikirkannya saja. "Pergilah aku tidak punya waktu untuk mendengar omong kosongmu!" tukasnya membalik kursi rodanya pergi dari sana, jika membahas tentang kematian Jessy ia takut akan kembali hancur lagi, setelah Jessy meninggal ia butuh waktu cukup lama untuk menenangkan dirinya jadi ia tidak ingin gadis yang tidak diketahui asal-usulnya itu mengganggu ketenangannya.

"Kita berteman sejak kecil karena bertetangga," Galang menghentikan gerakan kursi rodanya, Princes memejamkan matanya mulai mengutarakan semua kenangannya. "Dulu ... dulu ketika Kakak baru pindah rumah ke sebelah rumahku Kakak tidak mau berteman denganku karena Kak Galang sangat tertutup, namun setelah aku sering mengunjungi Kakak akhirnya kita mulai dekat. Aku ingat hadiah pertama yang Kakak kasih ke aku adalah lukisan wajahku, s-sekitar hiks ... umur 13 tahun pertama kalinya Kakak ajak aku kesini karena aku sedih sendirian di rumah hiks-hiks ..." Princes terisak-isak kembali mengingat masa lalunya, "cuma Kakak yang selalu ada buat aku ... cuma Kakak tempat aku bersandar, aku rindu Kak Galang huwaaa!" Princes terjatuh ke tanah dengan lutut sebagai penopang dan menangis histeris layaknya anak berusia lima tahun.

Galang di tempatnya ternyata ikut menangis dalam diam, wajahnya basah air mata dengan dada bergemuruh hebat, secara perlahan ia memutar kursi rodanya kembali kearah Princes dan langsung memacunya sekencang mungkin.

Grep!

Tubuh Galang limbung karena melompat ke pelukan gadis itu, sekarang keduanya berpelukan dan menangis di atas tanah.

"Kak Galang hiks-hiks ... aku takut sendirian."

"Ssssttt!" Galang mengelus lembut kepala Princes, memeluknya dengan senyuman sekaligus air mata yang bersamaan. "Ada Kakak disini."

PrincesDonde viven las historias. Descúbrelo ahora