5

619 32 0
                                    

Rido melangkahkan kakinya menuju kantin. Mencari dua sosok temannya dan melihat mereka yang sedang berada di pojok kantin. Rido pun melangkahkan kakinya menuju meja yang berada di pojok kantin tersebut.

"Nih Do, pesenan lo."

"Sip, makasih Neo."

Nasi goreng kantin sekolahnya memang tiada duanya. Rasanya mirip dengan nasi goreng abang- abang di pinggir jalan. Rido menyuap nasi goreng dengan lahap, mengingat tadi pagi hanya makan sandwich buatan Bryan.

Mengingat abangnya itu, Rido mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kantin. Lalu matanya menyipit tatkala melihat sosok abangnya yang sedang bercanda dengan kedua sahabatnya dan tunggu...

"Lo ngeliatin apa sih Do!" Neo beetanya kepada Rido yang pandangannya tertahan pada satu titik. Neo maupun Ari mengikuti arah pandang Rido.

"Buset dah tuh bocah, nempel- nempel Bang Bryan terus perasaan,"ujar Ari.

"Pengen terkenal kali, caper banget dah tuh bocah," Neo ikut menimpali.

Sosok remaja tersebut adalah Iben. Remaja seangkatannya yang dekat dengan abangnya sejak kelas 10. Kalo kata Neo dan Ari sih, Iben cuma caper sama kakel biar ikut terkenal katanya. Tapi lebih daripada itu, Iben katanya ingin menjadi ketua tim basket sekolahnya, yang dulunya dipegang oleh Bryan. Dan alasan tersebut cukup bisa dibenarkan, mengingat sekarang jabatan kapten tim basket dipegang oleh Iben. Rido tidak menampik kenyataan bahwa permainan basket Iben memang bagus, cocok untuk menjadi ketua. Akan tetapi, mengingat Iben adalah salah satu alasan dari sibuknya seorang Bryan, Rido hanya merasa iri dengan Iben.

Rido ingat, ketika masih berada di tingkat 10, ketika Rido ingin bermain berdua bersama abangnya itu, entah mengapa Bryan selalu sibuk. Sibuk ngurusin basketlah, mau nongkronglah. It's oke. Alasan tersebut bisa diterima Rido. Tetapi, mengingat seringnya salah satu alasan yang sering diucapkan Bryan membuatnya iri.

"Maap dek, gue udah ada janji sama Iben mau ngelatih dia basket."

"Aduh, gue ada janji sama Iben mau ditraktir."

"Bentar ya Do, gue mau beli kado buat Iben. Dia besok ulang tahun."

Dan beebagai alasan lain yang membuat Rido iri.

"Do!"

"Ealah nih anak malah ngelamun."

"Kerasukan kali."

"Rido, lo kenapa sih."

Rido tersentak mendengar suara Neo dan sentuhan Ari. Dia menoleh ke depan dan bertanya.

"Kenapa sih."

"Nih anak, gue dari tadi manggil lo kagak nyaut malah sibuk makan mana ngelamun lagi."

"Ohh itu, gue cuma lagi mikir ikan kalo tidur merem apa melek."

"Dasar bocil."

"Gue bukan bocil ya Neo!"

"Neo! Ngalah dong sama bocil. Nanti nangess dia tuh," Ari ikut menggoda Rido.

"Ihh, Ari jangan ikut- ikutan si jagoan Neon deh."

Mereka pun menggoda Rido terus. Beginilah nasib menjadi yang termuda. Selalu saja dijaili. Untung saja Rido bukan orang yang kesabarannya setebal tisu yang dibagi dua.

***

Bel pulang sekolah berbunyi. Neo dan Ari sudah berpamit kepada Rido untuk pulang duluan. Sedangkan Rido bilang jika dia akan pulang dengan Bryan.

Rido meletakkan sapu yang digunakannya untuk piket. Di kelas hanya tinggal beberapa orang saja, dikarenakan melihat langit yang begitu gelap membuat orang berbondong- bondong untuk pulang cepat.

Rido mengambil tas yang berada di bangkunya dan melangkahkan kakinya keluar kelas setelah berpamitan kepada teman sekelasnya yang masih berada di dalam kelas.

Mengambil handphone dan membuka aplikasi tukar pesan yang digunakan oleh banyak orang.

Bang, dimana ?
Sent

Tidak ada balasan yang diterima Rido. Hanya centang satu. Rido memutuskan untuk ke kelas abangnya itu.

"Kak Nana, Bang Bryan nya kemana yah."

Karena sering ke kelas abangnya itu, Rido jadi mengenal beberapa teman abangnya. Salah satunya Kak Nana.

"Perasaan udah keluar daritadi deh, Do. Tadi aja baru bel langsung ngacir tuh anak."

"Oke makasih ya kak Na."

Nana menganggukkan kepalanya, menanggapi ucapan terima kasih Rido.

Rido memutuskan untuk pesen ojek online saja. Melihat air yang mulai berjatuhan dari awan yang sudah mulai menghitam, membuat Rido berharap dia juga cepat sampai rumah sebelum hujan deras.

"Dengan mas Rido?"

Rido mengangkat kepalanya dan menjawab pertanyaan bapak ojol dengan ucapan iya.

"Aduh maap ya, bapak engga bawa jas hujan."

"Engga papa pak, hujannya juga engga deres kok."

Motor yang ditunggangi Rido mulai melaju meninggalkan lingkungan sekolah yang hampir sepi.



SAHASIKAWhere stories live. Discover now