11

471 24 0
                                    

Ini adalah keesokan harinya dia berada di rumah sakit. Bi Imah ada di sampingnya. Menyuapinya bubur yang disediakan oleh rumah sakit. Katanya sih keluarganya sudah tau dia di rumah sakit. Namun, Rido belum melihat kehadiran salah satunya.

"Bi, mereka tau aku sakit kan?"

Bi Imah menganggukan kepalanya seakan menjawab, "Tau, Den."

Rido kembali diam. Buburnya sudah hahis. Sebagai orang yang sudah berada di keluarga Hegrotama membuat Bi Imah paham apa yang sudah dialami oleh bungsu keluarga itu. Dia hanyalah seorang asisten rumah tangga yang sudah tua. Yang bisa dilakukannya hanyalah berdoa dan berharap bahwa Rido selalu baik- baik saja. Mengingat dia sudah menganggap Rido seperti anak sendiri.

"Lebih baik aden tidur dulu ya? Nanti kalo ada yang dateng bibi bangunin." Lagi lagi Bi Imah menyodorkan hp nya dan Rido yang membaca tulisan tersebut pun tersenyum sembari memposisikan dirinya untuk tidur.

"Iya Bi. Makasih ya Bi udah mau jagain Rido."

Lalu memejamkan matanya, berharap untuk bermimpi indah dengan keluarganya. Ya, walaupun hanya dalam mimpi Rido sudah senang kok.


***

"Ibu yakin mau nikah lagi?"

"Iya, ibu sudah punya calonnya kok. Lusa mamah ajak kamu ketemu sama dia. Oh iya dia juga punya anak yang masih remaja juga kok."

"Ibu mau nikah sama duda?"

"Iya, kenapa? Lagian ayah kamu juga menikah dengan yang sudah punya anak kok. Kamu engga ķeberatan kan?"

"Kalo itu bikin ibu bahagia aku engga bisa nyegah bu. Tapi yang paling penting ibu harus selalu bahagia."

"Makasih sayang, kamu emang anak mama yang paling pengertian."


***

"Mas, kapan kamu mau jenguk Rido?"

"Nanti sore ajalah Ras, lagian juga engga kenapa-napa kok. Kita baru aja resepsi kemaren loh. Emang kamu engga cape?"

"Ya ampun Mas, tapi ini anak kamu loh. Kamu engga khawatir? Pokoknya kita harus jenguk Rido. Sekarang!"

"Iya iya tenang dulu Ras, mending kamu siap- siap dulu."

"Dasar pengganggu," desisnya pelan agar tidak terdengar oleh istrinya.

Saras pergi menuju kamar anaknya yang berada di sampingnya. Membangunkan putrinya yang sedang tidur.

"Sayang, yuk kita jenguk Kak Rido," ujar Saras. Membangunkan lalu mendandani anaknya dengan cepat lalu menyiapkan dirinya sendiri.

Ketiganya sudah siap dan memasuki mobil menuju rumah sakit.

***

Rido mengerjapkan matanya. Melihat ke arah jam  dinding yang menunjukkan pukul 11 siang. Matanya mendegar suara ayahnya dari arah sofa di sebelah kanannya. Lalu melihat sosok ibu tirinya yang mulai mendekat ke arahnya. Dia tidak melihat sosok Bibi nya. Ah mungkin saja ke kantin.

Dia hanya melihat ibu tirinya yang mungkin sedang berbicara dengannya? Ah pasti mereka belum tau apa yang menimpanya ini. Rido hanya diam. Sampai tiba- tiba ayahnya mendekat. Raut mukanya menunjukkan bahwa ia tengah marah. Mungkin dia marah karena istri barunya berbicara dengannya namun dia tidak menjawab. Bagaimana dia menjawab? Mendengar saja dia tidak bisa.

"Plak"

Sampai tiba- tiba ayahnya menamparnya. Kenapa ayahnya kasar? Biasanya ketika dia marah dia hanya akan mendiaminya. Rido akui dia kaget. Namun, itu bukanlah masalah besar baginya mengingat dia juga tidak terlalu dekat dengan papanya.

Rido hanya memegang pipinya yang terasa panas. Tamparan papanya ternyata tidak main- main.

Ahh Rido hanya berharap Bi Imah disini. Bisa- bisa dia di pukul lagi oleh ayahnya. Rido pun engga mengeluarkan suara mengenai kondisinya. Biarlah dokter dan bibinya saja yang menjelaskan. Lagipun, dia tidak ingin dikasihani atau lebih parahnya lagi dia dianggap cati perhatian.


Jangan lupa vote ya untuk kelanjutan ceritanya.

SAHASIKAWhere stories live. Discover now