7

546 28 0
                                    

Diam dan merenung. Itu yang sedang Rido lakukan. Setelah kepergian ibunya dan Bryan, Rido melangkahkan kakinya ke dalam rumah. Berpapasan dengan sosok ayahnya yang bahkan tidak menatapnya ataupun menoleh kepadanya.

Rido tertawa dalam hati. Dia hanya berpikir apa yang dia harapkan dari sosok ayahnya? Berharap hanya akan membuang- buang waktu. Itu prinsip Rido selama beberapa tahun terakhir ini.

Hati seorang anak mana yang tidak sakit ditinggal ibunya pergi. Bukan! Bukan pergi dalam artian meninggal. Bahkan menurut Rido arti pergi ini jauh lebih sakit. Ditinggal oleh seorang ibu yang bahkan masih hidup. Mengapa ibu tidak membawanya juga? Itu adalah pertanyaan yang sedari tadi berputar di kepala Rido.

Hatinya sakit! Sungguh sangat sakit. Mengapa ibunya tega. Rido sendirian. Argi pasti tidak pulang lagi. Bryan ikut ibunya. Ayah pergi. Harus kemana Rido mengadu?
Dalam keadaan seperti ini, hanya kecewa yang dirasa. Namun, beberapa saat kemudian Rido mencoba menenangkan pikirannya. Ibunya pasti akan membawanya juga nanti. Kak Argi pasti akan menenangkannya disat dia terpuruk. Dan untuk Bryan dia masih bisa menemuinya di sekolah setiap hari.

Rido memutuskan untuk mengambil air wudhu. Menggelar sajadah yang dibelikan almarhumah neneknya dan dihadapkan ke arah kiblat. Setelah itu memulai ibadahnya sebagai seorang muslim. Ya, dengan inilah hati Rido dapat kembali tenang. Bercerita tentang apa yang baru saja terjadi kepada Sang Penguasa. Rido merasa jauh lebih baik. Dia sadar, diluaran sana bukan cuma dia yang sedang berjuang. Masih banyak sosok anak yang sedang berjuang, bahkan untuk sesuap nasi.

Setelah sholat, Rido membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Ya, mungkin dengan tidur membuat tubuhnya yang sangat lelah menjadi lebih baik.

***

Memulai pagi dengan memakan nasi goreng buatan Bi Imah sendirian. Ayahnya masih belum terlihat setelah sore itu.

"Ayah mana, Bi?"

"Tuan engga pulang den."

"Yaudah, aku berangkat dulu ya Bi." Rido salim kepada Bi Imah yang menatapnya dengan tatapan sendu. Bi Imah tau semuanya. Oleh karenanya, dia memandang punggung sosok bungsu keluarga Florega yang keluar rumah menuju motor nya yang sudah berada di halaman rumah. Tadi pagi, Rido menyuruh Mang Amin untuk mencuci motornya. Rido menaiki motor yang kinclong itu, karena baru selesai di lap.

"Berangkat dulu ya Mang, Assalamu'alaikum."

"Waalaikumsakam, hati- hati ya Den!"

"Sip Mang!"

Rido bersyukur, walaupun sering ditinggal sendiri oleh orang- orang rumah, tetapi masih ada Bi Imah dan Mang Amin yang selalu menemaninya, mengajaknya bercanda, dan menyayanginya.

***

Motor Rido sampai di parkiran, berpapasan dengan Mario yang baru saja datang dan memarkirkan motor Kawasaki Ninja nya di samping motornya.

"Kayak engga ada empat lain aja," gumam Rido.

"Apa cil?"

"Apa sih lo, orang gue engga ngomong apa apa."

Rido langsung berjalan menuju kelasnya. Malas berurusan dengan Mario yang selalu mencari gara- gara dengannya.

"Tumben pagi amat Do," ujar Dewi. Ketua kelas yang selalu berangkat paling pagi. Maklum, rumahnya deket. Hanya beberapa meter dari sekolah. Ditambah dia juga anak yang rajin.

"Idih gue berangkat pagi juga sering kali."

"Apaan yang sering. Orang baru bebebrapa kali kok."

"Engga kok."

"Ahh masaa."

Rido tidak mengerti mengapa semua teman sekelasonya selalu suka  mengajaknya berdebat hal- hal yang tidak penting. Rido tau Rido ganteng, makannya enak buat diajak ngobrol. Tapi ya jangan nada mengejek dong. Kaya bicara sama anak kecik aja.

"Gue mau ke kantin, nitip ngga Do?."

"Engga Wi."

Di kelas hanya tinggal Rido sendiri, mengingat dia adalah orang yang datang kedua setelah Dewi.

Rido melihat jam di dinding kelasnya yang menunjukkan pukul 06.10. Teman- temannya ini memang suka sekali ya betangkat siang. Mentang- mentang masuk jam 07.15. Tidak sadar saja jika dia biasanya sampai kelas 5 menit sebelum bel. Tapi kan tetep aja Rido berangkat pagi kok, walaupun engga sepagi ini. Cuma biasanya dia nongkrong dulu di warkop seberang sekolah. Untuk hari ini, entah mengapa dia tidak mood untuk kesana.

Rido menelungkupkan kepalanya di atas lipatan tangannya dan memejamkan kedua matanya. Tadi pagi, Bryan mengirim pesan padanya. Dia akan membawa barang- barangnya yang ada di rumah sepulang sekolah yang dijawab Rido menjawab emoticon jempol.







Vote untuk kelanjutan ceritanyaaa

SAHASIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang