32

417 29 8
                                    

Happy reading
.
.
.
.
.



Kata pasti yang terucap dari Bryan ternyata bukan hanya sekadar bualan semata. Setelah pertemuan mereka hari itu, memang Bryan lebih sering mengajaknya untuk bertemu. Mengenai perlakuan keluarganya kepadanya,  tidak pernah Rudi ceritakan kepada abangnya. Toh, hal itu tidak akan mengubah apapun. Abangnya mau menemuinya saja dia sudah sangat bahagia.

Sudah beberapa kali Bryan mengajak Rido untuk pulang ke rumah yang sekarang ini ditinggalinya. Namun dia selalu punya alasan untuk menolak. Dia sadar bahwa hadirnya di rumah itu tidak ada yang menanti kecuali Bryan. Ibunya pasti tidak ingin melihatnya juga, jadi dia selalu berusaha menolak ajakan Bryan.

Kedekatan mereka membuat sosok yang lain merasa tidak suka, karena waktu yang seharusnya abangnya berikan padanya malah dihabiskan kepada sosok yang lain. Ya, Iben mengetahui bahwa Bryan dan Rido mulai sering bertemu dan membuat kapasitas bermainnya dengan sang abang berkurang.

Terbiasa menjadi anak tunggal yang kesepian dan tiba- tiba mendapatkan seorang kakak adalah kebahagian untuknya. Iben tidak akan membiarkan hal ini terjadi dalam jangka waktu yang lama. Ya, Iben harus melakukan sesuatu.







Rido sampai dikelasnya dan mendudukkan dirinya di bangkunya. Dia nanti sepulang sekolah ada janji dengan Bryan untuk pergi ke pantai bersama. Dia sangat senang akan hal itu.

"Napa senyam-senyum lo cil?"

Neo bertanya ketika melihat muka Rido yang senyum senyum sendiri.

"Kepo lo lah jagoan Neon."

"Jangan jangan lo lagi jatuh cintaa ya. Bocil gue udah gede ternyata, hiks," ujar Neo yang membalas ucapan Rido.

"Ihh engga Neoo. Jadi gue diajak Bang Bryan main nanti."

Ari yang sedari tadi diam melihat keduanya pun tersenyum. Senang rasanya melihat Rido bahagia.

Bel masuk telah berbunyi. Hari mereka dimulai dengan ulangan kimia dadakan yang membuat seisi kelas melenguh.







"Sial."

Beberapa hari ini abangnya sangat sibuk membuat Iben yang sering menempel pada Bryan merasa kesepian. Setelah kelas Bryan berkata bahwa dia akan bermain dengan adiknya, siapa lagi kalau bukan Rido. Membuat Iben panas saja. Bahkan tadi abangnya itu mengajaknya untuk ikut. Tentu saja Iben menolak dengan alasan ada janji dengan teman-temannya. Bryan bahkan tidak sadar bahwa firinya tidak menyukai Rido. Bahkan dia ingat apa yang abangnya latakan tad8 saat di telepon.

"Gimana kalo kita ngabisin waktu bertiga. Lo, gue, sama Rido. Pasti asyik banget deh."

Iben menghela nafasnya kasar. Mengapa abangnya itu semakin hari semakin dekat dengan Rido.








Hari ini mereka pergi ke rumah ayah. Ya, Rido mengajak abangnya untuk ke rumah. Itu juga merupakan perintah ayahnya ketika dia menyampaikan salam dari Bryan. Setelah lerceraian kedua orang tua memang hubungan antara Bryan dengan ayah maupun Argi agak renggang tapi masih beberapa kali bertemu.

"Yah."

Merasa namanya di panggil sang ayah melihat sosok yang memanggilnya. Mendekati lalu memeluknya. Rasanya sudah lama mereka tidak berpelukan seperti ini. Begitu juga dengan Argi yang melihat langsung bertanya kabar adiknya. Mereka saling menanyakan kabar.

Bryan melihat ke arah Rido.

"Sini Dek."

"Iya, Bang."

Bryan memang tidak mengetahui hubungan ayah dan kakaknya yang renggang dengannya. Mungkin Bryan tidak sadar dengan tatapam keduanya kepadanya. Tapi Rido paham. Ah sangat paham lebih tepatnya.

"Bang Rido mau ke kamar dulu ya, lupa kalo ada tugas."

Setelah mendapat jawaban Bryan Rido langsung melangkahkan kakinya menuju kamarnya. Meninggalkan ayah dan putra-putranya yang sedang saling berbincang. Ditambah lagi kedatangan Bunda Saras dan Reva yang ikut bergabung ke dalamnya. Menjadikan suasana rumah bertambah hangat dan membuatnya sadar akan posisinya di rumah ini. Mau ada tidaknya kehadiran dirinya, tidak mengubah apapaun. Semua terasa sama saja. Rumahnya akan selalu hangat bahkan tanpa eksistensi dirinya.
















Maaf apabila terdapat typo 🙏
Jangan lupa vote dan komen!!!


SAHASIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang