6

562 40 2
                                    

"Kalo itu mau kamu, kita cerai aja. Aku udah engga kuat sama kelakuan kamu!"

"Kamu setuju karena kamu mau nikah kan sama selingkuhanmu si Saras. Menjijikkan!"

"Risa! Stop bawa- bawa Saras. Kita itu engga ada apa- apa."

"Engga ada apa- apa? Kamu pikir aku bodoh Mas!"

"Sudah cukup, jangan berbicara seolah- olah hanya aku yang salah disini. Pada kenyataannya kamu juga selingkuh sama Restu kan?!"

...

Rido tidak tahu apa- apa. Dia baru saja pulang dan melihat kedua orang tuanya yang sedang saling memaki satu sama lain dengan intonasi yang keras. Mereka tidak melihat Rido yang sedang berdiri mematung di depan pintu yang memang sudah terbuka sejak dia pulang.

Dan apa saja yang dia dengar membuatnya mematung. Kakak dan abangnya masih belum pulang, karena dia tidak melihat motor keduanya.

Rido bingung harus melakukan apa di situasi seperti ini. Dia tahu, selama ini keluarganya bukanlah keluarga yang harmonis yang akan menyempatkan waktu libur untuk liburan ataupun bersantai bersama- sama di ruang tamu. Rido sadar akan hal tersebut sejak dulu. Namun, dirinya belum pernah melihat Ayah dan Ibu nya beradu mulut didepannya, apalagi diikuti dengan suara pecahan barang yang menyusul. Rido melangkahkan kakinya mundur. Dia pergi dari pekarangan rumahnya. Berlari tanpa tujuan, sampai tidak sadar dia sudah di area jalan besar.

Jalanan di sore ini terlihat begitu ramai. Mungkin karena sebagian orang- orang yang baru pulang kerja dan yang sebelumnya meneduh, mengingat langit masih hitam namun tidak menurunkan airnya seperti tadi. Melangkahkan kaki menuju Tetamart-toko yang cabangnya sudah tak terhitung jumlahnya- untuk membeli minuman.

Kejadian tadi begitu cepat, membuatnya masih tidak percaya. Rido menghela nafas nya dan menenangkan pikirannya.

Duduk termenung, melihat kendaran yang lewat di depan Tetamart, membuatnya agak tenang. Tak terasa Rido sudah menghabiskan waktu 30 menit di depan Tetamart. Dia memutuskan untuk pulang. Tidak ada gunanya juga untuk bersembunyi.

***

Rido sampai di rumah, dan melihat motor Bryan yang sudah terparkir rapi di depan rumahnya.

Rido memasuki rumah dan melihat ibunya yang pergi dengan menyeret koper ditangannya, dan tunggu ...

Kenapa ibunya itu juga menyeret Bryan.

"Bryan ikut aku," itu adalah ucapan ibunya kepada ayahnya. Sampai ketika di depan pintu, Risa melihat anak bungsunya. Tetapi dia tetap meneruskan langkahnya sambil berkata

"Ibu sama abangmu pergi. Kamu disini bersama Ayahmu dan Argi."

Rido hanya terdiam. Kenapa ibunya tidak turut membawanya saja.

"Bu, Rido ikut kita aja Bu!"

"Engga Bryan, biar dia sama ayahmu saja."

"Tapi aku mau sama Rido Bu, kalo gitu biarin aku tinggal sama ayah juga!"

"Bryan!" Risa menaikkan nada bicaranya karena Bryan menghempaskan tangannya yang sedari tadi memegangnya.

"Kamu tega biarin ibu sendiri? Ayahmu mau dengan Argi, kamu juga mau sama ayah? Meninggalkan ibu sendiri gitu." Tanya Risa dengan raut wajah sedihnya dan air mata di wajah cantiknya.

"Bukan gitu bu, tapi kenapa ibu engga bawa Rido juga?"

"Ibu cuma mau kamu Bryan. Please, kamu masuh bisa kesini tiap hari tapi tolong ikut Ibu ya Bry," ujar Risa dengan suara letihnya yang membuat Bryan tidak tega.

Sebenarnya sebelum dia sampai rumah dia sudah diberitahu Argi- kakaknya mengenai perceraian keduanya. Bryan sungguh kecewa akan hal itu. Apalagi mengingat Rido yang masih membutuhkan kasih sayang mereka. Akan tetapi penjelasan Argi membuatnya mengerti, bahwa memng sudah tidak ada lagi kecocokan antar kedua orang tuanya. Mereka sering ribut tanpa diketahui oleh Bryan dan juga Rido. Daripada menyakiti satu sama lain, mungkin pisah lebih baik, itu pikir Bryan disamping rasa kecewanya yang sangat dalam kepada ayah maupun ibunya.

Bryan membalikkan langkahnya menuju Rido.

"Do, kamu disini dulu ya. Kakak bakalan sering kesini kok. Barang- barang kaka juga masih disini semua. Kamu jaga diri baik- baik ya. Nanti abang minta Kak Argi supaya pulang. Abang mau nenangin Ibu dulu."

Rido hanya menatap mobil yang ditumpangi abang dan ibunya yang melaju meninggalkan pekarangan rumahnya.

Rido hanya bertanya tanya dalam hati, mengapa mereka tidak mengajaknya saja. Rido sungguh kecewa. Rido merasa marah untuk semua hal telah terjadi.

Mengapa mereka malah meninggalkannya bersama ayahnya. Sosok yang bahkan tidak dekat dengannya. Sosok yang selalu sibuk dengan pekerjaannya. Dan sosok yang tidak pernah mempedulikannya.




Vote untuk kelanjutan ceritanya

SAHASIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang