41

366 25 5
                                    

Happy reading
.
.
.
.
.





Rido sudah berusaha semaksimal mungkin untuk tidak menunjukkan rasa sakitnya. Akan tetapi, dia sudah tidak bisa menahan rasa sakitnya. Belum lagi dadanya yang terasa sesak. Dia mulai mengeluarkan ringisan yang membuat dua orang di depannya menoleh kepadanya.

"Do, lo kenapa? Jangan becanda elah," tanya Neo melihat Rido dengan khawatir.

"Apanya yang sakit?" Tanya Ari sambil mencoba melihat wajah Rido yang sedang  bersandar di atas meja.

"Pe-rut ... perut gue sakit. Sakit banget. Hiks."

Rido sudah tidak bisa menyembunyikan lagi kesakitannya. Neo dan Ari yang melihat itu langsung saja memesan taksi dan membawa Rido ke rumah sakit. Untuk motor mereka bertiga, sudah diurus oleh orang kepercayaan Ari.

Rido langsung ditangani oleh dokter. Neo dan Ari menunggu di depan ruang rawat dengan gelisah. Mereka tidak ada niatan untuk menelpon orang rumah Rido. Toh, memang siapa yang peduli? Tapi mereka menghubungi Bryan, mengingat hubungan Rido dan Bryan setahu mereka memang baik.

"Halo Bang."

"Iyaa kenapa Ri?"

"Ini Rido sakit Bang. Dia masuk rumah sakit."

"Ohh iya."

Ari bingung mendapat balasan seperti itu dari Bryan. Tidakkah ada niatan untuk menanyakan kenapa Rido bisa sampai rumah sakit atau bertanya alamat rumah sakit dimana Rido dirawat.

"Bang Bryan bisa jengukin Rido?"

"Ohh iya Ri tapi nanti ya, gue ada kelas nih."

"Iya Bang. Yaudah gue tutup dulu ya."

"Oke."

"Gimana Ri?" Tanya Neo.

"Iya dia katanya mau jenguk, tapi masih ada kelas."

Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya dokter yang menangani Rido keluar juga.

"Gimana keadaan teman saya, Dok?"

"Dengan anggota keluarga pasien?"

"Saya kakaknya dok," jawab Ari mengingat tidak ada satupun anggota keluarga Rido disini.

"Orang tua pasien tidak ada kah?"

"Lagi jalan kesini, tapi bakalan lama soalnya jauh," bohong Ari.

"Baik, mari ikut saya keruangan."

"Neo, titip Rido dulu."

"Siap."





***


"Saya menemukan banyak luka lebam seperti pukulan di sekitar dada sampai perut pasien. Ada juga beberapa pukulan di daerah kakinya. Namun luka paling banyak ada di perutnya. Saya curiga pukulan yang diterima terlalu keras sampai membuat lambung pasien cedera."

"Untuk penanganannya, pastikan pasien jangan sampai terluka apalagi di bagian perut. Istirahat juga sangat diperlukan melihat banyak lebam di tubuhnya."

"Baik, Dok. Terima kasih."

Ari keluar dari ruang dokter dan memikirkan ucapan dokternya tadi.

Pukulan?

Mengapa Rido tidak pernah  memberitahunya?

Saat sampai di ruang rawat yang ditempati Rido, Ari melihat Neo yang sedang duduk di samping Rido. Sedangkan yang ditunggu masih memejamkan mata.

"Gimana?" Tanya Neo.

Ari pun mengatakan semua yang dikatakan oleh dokter. Neo yang mendengarnya juga sedikit kecewa pada Rido. Mengapa dia menyembunyikan hal sebesar ini? Bagaimanapun mereka adalah sahabat.




Rido baru membuka mata ketika malam tiba. Dia melihat sekelilingnya. Tidak ada siapapun selain dirinya. Dia mengambil hp yang berada di atas nakas. Membuka jam yang menunjukkan pukul 10 malam. Sudah seberapa lama dia disini?

Dia menimang apakah dia akan bilang kepada ayahnya bahwa dia sedang berada di rumah sakit atau tidak.

Rido memutuskan untuk menelpon ayahnya. Dia ingin memberitahukan pada ayahnya bahwa ia sedang berada di rumah sakit. Rido juga sedang memikirkan cara membayar rumah sakit. Uang tabungannya sudah ia gunakan kemarin. Mau tidak mau dia harus menelpon ayahnya, untung-untung ayahnya mau membayar biaya rumah sakitnya.

Dia mencoba men-dial nomor ayahnya, namun tidak diangkat. Ini adalah percobaan ketiganya yang tidak diangkat. Dia memutuskan untuk menelpon Bunda Saras dan tetap tidak diangkat. Rido terpaksa menelpon nomor Kak Argi. Dia berharap bahwa kakaknya itu mengangkat panggilannya. Pada percobaan kedua, panggilannya diangkat.

"Hallo, Kak?"

"Hmm."

"Emm gue ada di rumah sakit, jadi hari ini gak bisa pulang ke rumah. Kakak bisa kesini gak? Soalnya- "

"Gak bisa. Kalo gak ada yang penting jangan telpon!"

Panggilan dimatikan oleh kakaknya. Rido menggigit bibir bawahnya. Lagi-lagi dia merasa seperti orang yang tidak tahu diri. Memangnya dia siapa?

Rido ingin menelpon Neo dan Ari karena mereka pasti orang yang membawanya kesini. Namun, dia tidak merasa tidak enak dengan kedua temannya. Apalagi sekarang sudah malam. Rido memutuskan kembali tidur. Tidak lupa mencabut alat bantu dengarnya agar dia sadar bahwa sepi adalah satu- satunya hal yang selalu menemaninya.


























Haii semoga kalian suka cerita ini yaa🤗
Jangan lupa vote dan komen!!
Maaf apabila terdapat typo

SAHASIKAOù les histoires vivent. Découvrez maintenant