19

362 23 0
                                    

Berharap adalah sesuatu wajar. Yang tidak wajar adalah ketika berharap terlalu tinggi kepada manusia.







Setelah bel pulang sekolah berbunyi, Rido langsung pamit kepada Ari dan Neo untuk menunggu Bryan di pos satpam. Dia juga sudah mengirim pesan kepada Abangnya itu bahwa dia sedang menuju pos satpam.

Dia sudah membayangkan apa saja yang akan dia lakukan bersama abangnya itu. Semenjak perceraian kedua orang tuanya, mereka jarang pergi bersama.  Oleh karena itu, Rido akan memanfaatkan momen ini dengan sebaik- baiknya.


10 menit


20 menit


30 menit


Rido menunggu Abangnya itu sudah 30 menit. Akan tetapi sedari tadi, dia belum melihat sosok abangnya itu. Sedangkan pesannya juga belum dibalas. Rido memutuskan untuk ke gedung kelaa 12, kelas XII IPS 3 dimana abangnya berada.

"Kak Gea .."

Melihat sosok Gea - teman Bryan yang kebetulan dulu sering main ke rumah sehingga Rido pun mengenalnya- Rido pun langsung memanggilnya.

"Eh Rido udah lama kita engga ketemu," ujar Gea.

"Hehe .. iya Kak. Eh Kak Gea lihat Bang Bryan engga?"

"Hah Bryan tadi di jam pelajaran terakhir dia izin pulang deh."

"Pulang? Emangnya kenapa kak Gea?"

"Aduh kalo masalah itu Kakak juga kurang tau, Do."

"Yaudah makasih ya Kak."

Rido pun berjalan meninggalkan kelas Abangnya itu. Ah ternyata sudah pulang ya. Untung saja dia tidak menunggu Bryan lebih lama lagi. Karena hasilnya akan sia- sia kan?

Sedangkan Gea melihat semuanya. Dari raut yang semula cerah menjadi kecewa. Ya, Gea melihat perubahan ekspresi di wajah Rido. Dia melihat sosok yang selalu memendam semuanya sendiri. Ya, dia melihat itu dari sosok anak beranjak dewasa itu.

***

"Makasih ya, Bang Hp nya."

"Iya, yaudah sana istirahat lagi. Lagian kok bisa sih cedera. Pasti lo kurang pemanasan kan?"

"Hehehe ... iya Bang."

"Yaudah jangan diulangi lagi ya."

"Iya, Bang."



***


Rido sekarang berada di rumah Ari bersama dengan Neo juga. Tadi setelah ke kelas Bryan,  Rido dipanggil oleh sosok Ari dan Neo yang kebetulan mereka baru selesai piket.

'Pasti mereka piketnya ribu dulu, makanya lama' pikir Rido.

Rido juga ditanyai oleh kedua sahabatnya itu, kenapa belum pergi. Padahal tadi anak itu sangat bersemangat untuk pergi bersama Abangnya itu. Bahkan dia pergi di belakang guru yang keluar di pelajaran terakhir. Guru tersebut pun hanya geleng- geleng kepala melihatnya. Padahal temannya yang lain masih memasukkan barang- barangnya ke dalam tas. Sesangkan Rido? Dia sudah menggendong tasnya dan mengekori gurunya yang baru berucap salam.


Ketika ditanya mengapa dia tidak jadi pergi, Rido jadi sedih lagi. Dia pun menceritakannya kepada Ari dan Neo. Mereka yang mendengarnya pun hanya tersenyum memberi semangat kepada Rido, tanpa tahu bahwa hati mereka sangat marah kepada kedua sosok saudara laki- laki bocil di hadapan mereka ini.

Ya, walaupun baru bersahabt selama lebih dari 1 tahun, tapi mereka tau semua perlakuan keluarga Rido kepada Rido. Mereka memutuskan menjadikan diri mereka rumah bagi sosok yang rapuh ini. Lagipula, kenapa mereka tega sekali meninggalkan sendiri anak yang masih perlu sosok dukungan keluarga.

Bagi Neo dan Ari, Rido adalah sosok yang membuat mereka tidak berhenti bersyukur tentang kehidupan yang mereka jalani. Sosok yang dijadikan pebandingan ketika mereka merasa mengapa hidup terasa tidak adil. Karena setidak adilnya hidup mereka, masih ada sosok seperti Rido yang bahkan jarang berinteraksi dengan orang tuanya. Sekeras apapun Rido berusaha, tidak ada satupun yang membuahkan hasil.

Itu yang mereka tau.



***

Rido baru saja pulang ke rumah pada pukul 8 malam. Dia ketiduran tadi. Sebenarnya tadi Ari menyuruhnya untuk menginap saja. Tetapi Rido menolaknya.

Rido membuka pintunya. Dia akan melangkahkan kakiknya menuju anak tangga pertama sebelum dia mendengar sura canda tawa dari arah ruang keluarga. Ya, keluarganya sedang bahagia tanpanya. Mereka seperti keluarga yang sedang menghabiskan waktu malamnya dengan menonton tv bersama. Rido ingin bergabung. Dengan senyum mengembang dia melangkahkan kakinya menuju ruang tamu.

Semakin dekat dan semakin dekat.

Rido berhenti sejenak dari mereka yang sedang duduk membelakanginya. Dia mulai berpikir apakah dengan hadirnya disana tawa itu tidak akan berhenti? Tidak. Rido memundurkan langkahnya. Dia memilih untuk menaiki tangga menuju kamarnya di lantai dua. Lagipula jika dilihat- lihat mereka lebih bahagia hidup tanpa kehadirannya. Kak Argi juga lebih sering pulang ke rumah. Ya, walaupun mereka jarang berpapasan sih.

Rido lebih memilih untuk menunaikan solat Isya. Setelah itu mengerjakan tugas dan melupakan hal- hal yang mengganjal di hatinya. Dia butuh pelampiasan. Dan belajar adalah pelampiasan terbaiknya untuk saat ini. Ya, saat ini.








Jangan lupa vote dan komen !!!

SAHASIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang