27

355 24 0
                                    

Happy reading
.
.
.
.
.

Keluarganya sedang pergi berlibur. Rido bangun dan rumah sudah sepi tanpa kehadiran anggota keluarga lainnya. Kata Bi Imah sih sedang berlibur. Rido sudah tidak kaget lagi mengingat mereka pasti lupa akan eksistensinya. Terbiasa membuatnya tau cara menghadapi situasi - situasi seperti ini.

Hari ini dia ada jadwal untuk mengajar Libra. Jam masih menunjukkan pukul 10 pagi. Dia memutuskan untuk rebahan sambil scroll ig saja. Hingga tidak terasa dia tertidur lagi.

Rido bersiap untuk mengajar. Dia memakai celana bahan hitam dan kaos yang dilapisi dengan jaket berwarna senada. Menaiki motor maticnya dan pergi ke arah rumah Libra.

Rido sampai di rumah Libra dan langsung diarahkan ke ruang tamu. Disana sudah ada Libra yang menunggunya. Libra yang awalnya kurang suka dengan Rido, sekarang bahkan antusias dengannya, karena cara pengajaran Rido yang santai namun mudah dipahami. Ditambah lagi umur mereka yang tidak terpaut jauh membuat Libra menganggap Rido seperti kakaknya sendiri. Mereka pun memulai pembelajaran dengan nyaman.

Tidak terasa sudah 2 bulan Rido menjalani part time menjadi guru les. Hubungannya dengan keluarganya tidak ada kemajuan. Namun, dia tetap menjalani hidupnya dengan sabar. Prinsipnya sih Let it flow aja. Di sudah terlanjur terbiasa.


***




Rido tidak bisa menahan senyumnya lagi. Tadi, sepulang sekolah ayahnya menyuruhnya untuk berbicara berdua. Dia sangat senang mengingat selama ini ayahnya tidak pernah mengajaknya bicara, tiba- tiba saja memintanya untuk berbicara berdua. Dia memasuki kamarnya untuk mandi setelah itu masuk ke ruang kerja ayahnya.

"Yah."

"Duduk. Saya engga mau basa basi. Mungkin kamu bertanya tentang sikap saya selama ini. Saya melakukannya bukan tanpa alasan. Sebenarnya kamu itu ... "
















Rido memikirkan ucapan ayahnya kemarin. Dia benar- benar tidak menyangka atas apa yang sebenarnya terjadi. Mengapa hidupnya harus seperti cerita- cerita yang dia baca. Apakah memang sedaramatis itu?

"Do ngantin gak?"

"Kuy lah."

Ari, Neo, dan Rido melangkahkan kakinya menuju kantin. Kali ini masing- masing dari mereka memesan satu porsi bakso dan es teh.

"Eh bentar yak gue mau pesen bakso lagi," ujar Neo yang mangkuknya hanya tersisa kuah bakso. Maklum saja tadi pagi dia tidak sarapan. Bangun kesiangan.

Ari dan Rido memakan baksonya dengan tenang. Rido melihat- lihat ke seluruh penjuru kantin. Sampai akhirnya dia menemukan objek yang dicarinya. Lalu memandanginya dalam diam. Ari yang peka kemana arah penglihatan Rido pun mengerutkan dahinya.

"Bang Bryan sama Iben makin hari makin akrab aja ya, Do."

Yang ditanya hanya diam. Terlalu larut dalam lamunannya. Bahkan sampai Neo sudah duduk di meja lagi. Lalu disikut oleh Ari yang mengarahkan matanya ke arah bocah di depannya. Neo yang paham pun memegang pundak Rido hingga akhirnya Rido tersadar dari lamunannya.

"Kenapa Do?" Tanya Neo.

"Liatin Bang Bry?" Ujar Ari yang tau arah pandah Rido tadi.

"He'em."

"Kenapa? Kalo ada masalah cerita ke kita Do jangan disimpen sendiri."

"Iya, makasih yang Neo sama Ari yang selalu baik sama gue."

"Santai aja cil, kalo mau cerita inget ada kita. Ceritain aja sama kita kalo lo udah siap."

Mereka sadar yang namanya privasi. Oleh karena itu mereka tidak memaksa Rido untuk bercerita. Akan tetapi, tetap saja mereka khawatir mengingat Rido tidak mempunyai sandaran di rumahnya. Apalagi akhir- akhir ini anak itu lebih diam dari biasanya.










Jangan lupa vote dan komenn !!!
Maaf apabila terdapat typo 🙏

SAHASIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang