Chapter 3 - Nomor

186 31 23
                                    

#day3
#Pendar

Merujuk pada cahaya seperti yang tampak pada lendir kelemayar atau pada permukaan laut pada malam hari dsb.

Merujuk pada cahaya seperti yang tampak pada lendir kelemayar atau pada permukaan laut pada malam hari dsb

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Pov Normal

Tak ada asap jika tidak ada api, keributan pagi yang cukup merepotkan. Niatku hanya melihat, tapi kenapa aku juga terseret di sini? Aku hanya ingin lewat untuk membeli sarapan, tapi justru malah terjebak di kantor satpol PP. Sial sekali pagi ini, belum lagi karena statusku masih mahasiswa tentu butuh seseorang untuk mengeluarkan ku dari sini. 

Sial dua kali lipat! Tidak mungkin juga aku menghubungi Ibu atau Ayah kan? Perjalanan ke sini memakan waktu seharian penuh. Arrrggghhh! Bahkan Feyra tidak bisa dihubungi sekarang. Teman-temanku? Entah kemana mereka semua. 

"Permisi, saya wali dari Aruna."

"Eh, Axcel?" lirihku saat melihat pria jangkung itu berdiri di belakang ku. 

"Dengan siapanya?"

"Itu, anu, saya Kakaknya Runa. Maaf Pak kalau adik saya berbuat kesalahan, saya janji dia tidak akan mengulanginya lagi."

Kucoba menahan tertawa, tapi percayalah itu sulit. Begitu kami keluar dari kantor satpol PP, aku tertawa tanpa bisa ku bendung lagi, terbahak-bahak hingga membuat Axcel menatapku aneh. Oke ini mulai canggung, aku harus berhenti.

"Serius! Wajahmu yang pake kacamata itu keliatan tua deh." 

"Iya aku tau, tapi bukannya Kakak harusnya bilang makasih ya?"

"Hahaha~ oke, makasih ya Axcel~ aku traktir makan siang di kantin deh, nanti kamu ada kelas kan?"

"Ada, tapi nggak perlu sampai traktir juga, lagian aku tadi nggak sengaja lewat jalan itu pas ada satpol PP, dan aku liat Kakak juga dibawa." 

Aku tertegun sejenak. Lihat?! kebetulan lagi kan. Kemudian aku menceritakan bagaimana kronologinya tanpa dia tanya, juga tentang kenapa aku bisa terseret di tengah-tengah keributan para anak-anak berandal itu. Kupikir mereka semua masih pelajar SMA yang memang sengaja tawuran, tapi ayolah! Ini bahkan masih pagi. Apakah tawuran hal yang wajar di pikirkan selain sarapan di pagi hari? 

Aku mengelus perutku yang gagal sarapan. Benar-benar pagi yang menyebalkan. 

"Kakak mau kemana sekarang?" tanya Axcel tiba-tiba melihatku terdiam.

"Oh, mau pulang aja deh, udah siang mau siap-siap berangkat kuliah juga lagian kan?" 

"Aku anter." 

"Eh ga usah, ngapain pake nganterin. Deket kok dari-" 

"Gak apa-apa ayo," ajak Axcel melangkah lebih dulu padahal yang tahu tempatnya kan aku. 

Karena ia mengantarku, kali ini Axcel jadi tahu tempat tinggalku, juga statusku yang menjadi anak rantau adalah alasan aku tinggal sendiri di rumah susun itu. Setelah kupikir lagi semua informasi itu keluar bukan karena Axcel yang bertanya tapi aku sendiri yang menjelaskan, kupikir itu perlu lagipula cukup menyenangkan juga bisa bicara santai dengan pria kaku itu. 

I Did [VMin]Where stories live. Discover now