Chapter 46 - Kemarahan

60 8 2
                                    

#Day46
#Clue Galiung

#Day46#Clue Galiung

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

POV NORMAL

Getaran di bawah kakinya terasa semakin kencang, Arkan mendongak melihat Feyra masih berjuang meskipun beberapa bagian tubuh tergores benda tajam yang juga telah dilumuri racun. Arkan tahu saat ini akan tiba, tapi dia tak berharap kejadian ini terjadi disaat musuhnya sebenarnya memang ingin memancing kekuatan besar dari penerus Alstro. Arkan memutuskan untuk menerobos belasan orang di hadapannya, dalam hati ia meminta maaf pada Feyra jika mungkin ia tak bisa kembali untuk menyelamatkan gadis itu.

Feyra sendiri hanya mengangguk menyetujui tujuan Arkan, dia tahu jika mungkin saat ini sang pangeran telah kehilangan kendalinya dan mungkin sebentar lagi permainan ini akan semakin seru baginya. Dia sudah siap mempertaruhkan nyawa dipertarungan kali ini.

Tepat ketika Arkan yang sudah membuat pelindung untuk Aruna dan dirinya, Axcel entah dengan kekuatan apa merobohkan rumah itu dan beberapa orang yang terluka juga merintih semakin kesakitan ketika tubuhnya terhimpit reruntuhan tembok, ada juga yang meregang nyawa saat itu juga. Diantara semua itu hanya ada satu yang masih terlihat kokoh, dinding dengan lukisan besar sebuah galiung yang terpajang apik di belakang Xavier. Namun ternyata tak bertahan lama juga, lukisan galiung itu jatuh meskipun tembok yang menjadi sandaranya masih berdiri tegak. Xavier sempat menghindarinya dan menyisih ke tempat yang di rasa lebih aman, ia tak jua pergi dari sana seolah menunggu sesuatu. Pilar-pilar rumah mulai runtuh, bahaya itu dia abaikan seperti yakin bahwa dia akan baik-baik saja.

Arkan menatap semuanya tanpa bisa berbuat apa-apa, Arkan juga melihat perlahan warna rambut Axcel yang memutih dan tatapan tajam Axcel pada pria di hadapannya yang sedang tersenyum ramah, namun Arkan tak bisa mendengar apa yang orang itu katakan, yang Arkan tahu hal itu memancing kemarahan Axcel menjadi lebih besar.

Feyra, gadis itu sudah berdiri tak jauh dari Axcel. Dia tak melakukan apapun, hanya menatap sang pangeran sambil sesekali meringis sakit akibat lukanya.

"Sebenarnya aku gak butuh Aruna buat pergi ke dunia kalian, tapi setelah mendengar tentang dongeng ramalan tentang seseorang yang akan mengembalikan keseimbangan dunia itu, aku terus mencarinya," pria itu menjeda ucapannya.

"Aku hanya harus melenyapkan Aruna untuk bisa kembali menghancurkan dunia kalian kan? Tapi sepertinya itu tidak akan ku lakukan, jika dia sangat berguna untuk kalian, maka dia juga pasti akan berguna untukku. Dengan mengorbankan nyawanya, aku bisa menjadi abadi seperti kalian. Menurutmu bukankah itu rencana yang brilian?"

Kekehan pria itu memancing amarah Feyra yang semakin geram dengan ucapannya. Ia hendak mendekat, tapi tiba-tiba saja dirinya tertahan di antara bebatuan yang mengelilinginya.

"Tidak perlu mengotori tanganmu untuk cecunguk ini Cel, biar aku yang menghabisinya," Feyra akan melompati bebatuan setinggi dadanya, tapi suara berat Axcel menghentikannya.

"Diam! Ini urusanku."

Feyra patuh pada sentakan Axcel, gadis itu urung melakukan sesuatu yang mungkin mengancam nyawanya tapi bukan karena takut melainkan karena Axcel yang melarangnya. Karena bagaimanapun penduduk Alstro mungkin makhluk abadi, tapi mereka masih bisa dibunuh dan mati jika terluka. Sebab mereka hanya bentuk lain dari makhluk indah Sang Pencipta.

I Did [VMin]Where stories live. Discover now