Day-18. Sahabat Gabriel

767 125 58
                                    

Day-18
Clue #teja

-cahaya (awan) yang merah kekuning-kuningan kelihatan di kaki langit sebelah barat (ketika matahari terbenam)

-pelangi

* * * *

Selama beberapa detik, Arcello, Gabriel, dan dua orang pria yang Arcello tebak malaikat pun masih mematung, tak ada pergerakan sedikit pun kecuali ekor matanya yang bergantian melirik satu sama lain, sedangkan si bungsu masih terus menari. Tidak ada yang membantu mengingatkannya karena semua orang sedang sibuk memutar otak mencari amannya sendiri.

Menyadari kejanggalan, Rafael pun akhirnya berhenti menari. Dalam satu jentikan jari musik pun berhenti.

"Kok pada bengong sih?" Tanyanya. Tapi tak ada satu pun yang menjawab, membuat Rafael akhirnya mengikuti arah pandangan ketiga seniornya. Mereka melihat ke arah pintu.

Rafael belingsatan melihat Arcello berdiri mematung memandangi mereka. Spontan ia langsung menyambut kedatangan sang pemilik rumah.

"Salam hormat kami Tuan Muda Arash," teriak lantang Rafael sambil bersujud memberi penghormatan. Anehnya, melihat tingkah spontan si malaikat usil, Azrael dan Mikhael pun ikut melakukan hal yang sama.

"Salam hormat kami Tuan Muda Arash," teriak mereka serentak, kemudian ikut bersujud memberi hormat.

Melihat hal itu Arcello makin tercengang, hanya tersisa Gabriel yang masih berdiri tegak tapi itu pun kemudian ia melakukan hal yang sama walau tanpa teriakan penghormatan.

Arcello menunggu beberapa detik, sekadar ingin memastikan apa yang harus dia lakukan dalam kecanggungan ini.

Ah, apa ini seperti di film dinasti Joseon? Batinnya.

"Mm ... Bangunlah!" Perintah Arcello menirukan gaya raja Joseon.

Keempat oknum yang menjajah hunian Arcello pun menegakkan badannya. Pandangan keempatnya menunduk, tak ada yang berani menatap tuannya.

"Aku nggak tahu Phi Gab ada tamu," kata Arcello memecah keheningan. "Apa aku menganggu?" lanjutnya.

Gabriel cepat-cepat langsung merespons tuannya, "Tidak Tuan, mereka sudah mau pergi ...."

"Iya, Tuan."

"Benar, Tuan."

"Kami undur diri."

Mereka berjalan mundur ke arah balkon, masih tanpa berani menatap mata tuannya.  Namun saat ketiga malaikat itu bersiap menyibakkan sayapnya, dengan lantang Arcello mencegahnya.

"Kalian hanya akan pergi setelah membuat kekacauan seperti ini?" tunjuknya pada ruangan yang berantakan. Demi apa pun, Arcello juga dilanda kegugupan, hanya saja dia pandai menutupinya. Bicara dengan malaikat tentu bukan hal yang mudah ia lakukan. Butuh keberanian yang kuat agar tidak terdengar gemetaran.

Mendengar Arcello berucap demikian, ketiga malaikat yang siap terbang pun kembali menoleh sambil mengamati tempat mereka berpesta barusan.

"Oh iya, saya akan membereskannya." Rafael berinisiatif lebih dulu, cepat-cepat mengucap mantra. Namun saat ia hendak menjentikkan jari, Arcello langsung mencegah.

"Lakukan seperti yang Phi Gab lakukan setiap hari." Arcello menolak menggunakan mantra.

Melihat Arcello tampak serius, ketiga malaikat itu tercengang. Seumur-umur mereka belum pernah melakukan pekerjaan bersih-bersih ala manusia. Begitu juga dengan Rafael, meski pun ia lebih sering hidup seperti manusia.

Tanpa bantahan semua mengangguk. Gabriel memimpin komando, segera mengambil alat tempur untuk membereskan kekacauan sisa-sisa pesta porah.

Arcello kemudian pergi ke kamarnya untuk berganti pakaian dan memberi ruang pada keempat pria di ruang tengah untuk melakukan tugasnya.

Gabriello (Cetak ✅ │ Part lengkap) Where stories live. Discover now