Bab 4

2.6K 451 28
                                    

Sophie menghela nafas. Emosinya sudah mereda. Dia merasa bodoh. Untuk apa dia marah? Seharusnya dia berusaha tidak menyinggung keluarga bibinya. Hanya saja, Sophie agak lemah soal menahan diri. Biasanya orang yang tertindas cenderung pendiam dan penakut. Namun berbeda dengan Sophie. Dia berani menentang kalau bibinya sudah keterlaluan. Karena itulah dia langganan tidur di kandang kuda.

Gadis yang hampir berusia enam belas tahun itu menarik selimut yang sudah dia siapkan sebelumnya di sebuah rak. Dia tahu kalau dia pasti akan kembali lagi tidur di kandang. Karena itu, untuk memastikan dia melalui malam yang hangat, dia selalu menyiapkan selimut dan bantal bersih di sana.

Aroma kotoran kuda yang menyiksa perlahan menghilang, karena hidungnya sudah beradaptasi. Biasanya, Sophie hanya akan tidur sampai besok pagi. Tapi kali ini dia tidak bisa. Dia terpikir akan surat yang dikirim oleh Roran. Haruskah dia mengecek bukit di belakang rumah pamannya sekarang?

Ketika Sophie masih mempertimbangkannya, dia mendengar suara pintu berusaha dibuka. Dia kira itu bibinya. Tapi orang itu seperti hendak membuka paksa. Padahal kalau itu bibi atau sepupunya, mereka akan menggunakan kunci.

Ketika pintu membuka, Sophie melihat seorang pria yang asing. Seharusnya dia ketakutan. Tapi perasaan itu tidak ada sama sekali. Mungkin karena dia tidak sepenuhnya asing dengan orang itu.

"Pantas saja kau begitu paham soal kuda, kau sering tidur di sini?" pria itu berujar sambil menunduk dan melepas tudung kepalanya.

Sophie termenung sesaat.  Pria itu, punya paras yang sulit diabaikan. Tipe wajahnya tidak membosankan dan semakin lama dilihat entah bagaimana semakin menarik. Sophie nyaris merasa bersalah karena dia menatapnya terang-terangan.

Dia pernah bertemu pria itu lebih dari seminggu yang lalu. Sophie tidak mungkin lupa. Siapa lagi yang beli parfum kuda di toko Rhea? Tapi kali ini dia melepaskan tudung kepalanya. Menampakkan helaian rambut pendek hitam yang lurus tertata serta mata abu-abu jernih dan wajah rupawan.

"Ini properti pribadi keluargaku, anda telah melanggar," kata Sophie datar.

"Aku tamu di rumah ini, dan kebetulan aku melihat ada kekerasan domestik. Undang-undang kerajaan Anatoille membolehkan warga sipil bertindak ketika melihat ada kekerasan rumah tangga," kata pria itu lagi tenang. Dia duduk setengah bersimpuh di hadapan Sophie.

"Aku bisa membawamu keluar dari rumah ini,"

"Kenapa?"

"Demi kemanusiaan,"

"Saya bahkan tidak mengenal siapa anda,"

"Ketika seseorang melakukan perbuatan amal, tidak penting siapa nama dan identitasnya. Kau mau tetap di sini? Lain waktu bisa saja bibimu benar-benar melukai wajahmu," kata pria itu lagi.

"Anda menguping?"

"Tidak sengaja, kebetulan aku mendengarnya. saat ini bawahanku sedang berunding dengan bibimu untuk masalah bisnis jadi dia tidak akan tahu kalau kau pergi. Aku bisa memberimu uang, pergilah dari rumah ini dan mulai hidup baru," Katanya lagi.

"Aku tidak bisa," Sophie menggeleng.

"Apa kau bodoh? Kesempatan seperti ini mungkin tidak ada lagi nanti,"

Kini sophie memandang wajah pria itu tegas.

"Aku tetap di sini demi kakakku, bagaimana kalau dia pulang dan aku tidak ada? Aku tidak bisa meninggalkan kota ini. Hanya di sini Roran bisa menemukanku,"

"Aku dengar kakakmu tidak akan pulang lagi ke sini,"

"Aku tidak yakin soal itu,"

"Kenapa?"

Taming The Villain DukeWhere stories live. Discover now