Bab 33 - Sophie's Fear

1.5K 282 35
                                    

Sophie masih merasa tangannya gemetar. Itu menakutkan, membangkitkan kenangannya yang buruk. Dia tahu, tidak mungkin Thaddeus menganggapnya dewasa. Dia selalu mengejeknya gadis kecil, tidak menarik, atau kampungan. Satu-satunya hal yang pernah dia puji dari sophie adalah keahliannya membuat parfum. Atau ingatan dan kemampuan akademisnya yang di atas rata-rata.

Sang duke bersikeras tinggal di dalam ruang baca dan memaksa Sophie pergi. Sophie tadi hanya mengecek sesuatu, ingin tahu apakah dia akan baik-baik saja jika dia memeluk sang duke. Mereka bertunangan, itu bukan hal yang salah kan? Tapi sepertinya thaddeus memang benar-benar tidak sudi melihatnya sebagai lawan jenis atau gadis berusia siap menikah. Di satu sisi sophie merasa lega. Itu artinya dia akan aman jika bersama sang duke.

Setidaknya dia tidak akan berusaha menyentuh atau memaksa Sophie melakukan hal yang dia tidak suka. Sophie tidak bisa dan tidak akan pernah mau. Dia tahu, dia akan menikah suatu hari nanti. Dia harus punya anak, tapi, sophie tidak yakin sanggup untuk melakukannya.

Duke thaddeus tidak melihatnya sebagai perempuan, itu hal yang harus sophie syukuri. Selain roran, sophie mungkin lebih aman jika berada di dekat thaddeus. Itu ironis, karena thaddeus seharusnya adalah musuhnya. Tapi, sophie mengandalkannya.

Sophie tidak akan pernah berbagi rasa traumanya kepada siapapun. Dia akan terus bersikap seolah tidak terjadi apapun di masa lalunya. Dia tidak mau dianggap lemah dan kalah, bahkan walaupun dulu dia masih hidup sebagai gadis petani biasa. Kini dia seorang putri berstatus tinggi. Tidak akan ada pria yang menganggapnya bisa disentuh hanya dengan melemparkan beberapa keping uang.

Sophie rose alderbranch sudah tidak ada. Kini dia adalah sophia rose Antoirre. Walaupun dia kini produk kerajaan yang telah ditukar ayahnya demi sebuah perjanjian dengan sang duke, dia tetap terhormat.

Sophie baru saja berbelok ke lorong menuju kamarnya. Namun sebuah langkah tergesa terdengar di belakangnya. Sang duke mengejarnya. Atau dia hanya perlu pergi ke kamar mandi?

"Sophia tunggu!"

Tidak, dia memang mencarinya.

"Apa ada yang terlupa, your grace?" Tanya sophie sopan sambil sedikit membungkuk kepadanya.

Thaddeus tidak langsung menanggapi, dia meraih wajah sophie, kemudian dia segera melihat, ada ketakutan di matanya, serta bibir yang gemetar. Thaddeus tadinya ingin mengabaikannya. Tapi, mawar liarnya ternyata rapuh, senyum dan duri yang dia tunjukkan tidak cukup untuk melindunginya.

"Kau takut denganku?"

Bibir sophie bergetar tanpa dia bisa menahannya, kemudian dia dengan cepat menghindar. Tidak mungkin dia mengatakan semuanya. Tidak kepada thaddeus, seseorang yang memusuhi kakaknya dan membenci ayahnya.

"Sejujurnya, tidak,"

"Kau bersikap seolah aku pernah memukulmu,"

"Aku hanya tidak terbiasa berada di sekitar laki-laki," kata sophie, berharap sang duke segera mengabaikannya.

"Ini pengalaman baru buatku," kata sophie lagi dengan suara kecil.

"Aku mengerti, siapa?"

"Apa?"

"Aku hidup lebih lama darimu, sophia. Aku tahu ketika aku melihat rasa takut, dan bisa membedakannya dengan rasa malu atau kecanggungan," katanya dingin.

"Kenapa kau bisa tahu?"

"Karena akulah penyebab ketakutan mereka," thaddeus tersenyum.

Sophie merasa keringat dingin mengalir di belakang lehernya. Pria itu jelas berbahaya. Dia duke dengan kedudukan tertinggi di Anatoille. Dibalik segala rumor baik tentang dirinya, tidak mungkin dia mendapatkan semua pengakuan dan rasa hormat itu dengan kebaikan semata. Selain itu, sophie seorang putri. Dan kini dia tinggal di rumahnya. Dia punya mata dan telinga yang sesekali menangkap rumor tidak biasa tentang sang duke. Itu semua membuat siapapun akan enggan cari masalah dengannya.

Taming The Villain DukeWhere stories live. Discover now