Bab 40 - Resignation

1.4K 283 43
                                    

Bagi Roran, semua orang punya hak untuk hidup, seburuk apapun mereka. Memang, dia sudah mendapatkan bukti kalau Duke Thaddeus berusaha membunuhnya dulu. Bukti-bukti itu bukan hanya berupa omongan Sophie. Raja membeberkannya di kali terakhir mereka bertemu.

Kalau tidak membunuhnya, dia akan membunuh lebih dulu. Raja berharap roran mengerti posisinya dan berhenti bersikap naif. Tapi, itu tidak mudah bagi Roran.

Raja bilang, Roran tidak harus menyakiti dengan tangannya sendiri. Tapi itu tidak ada bedanya. Roran tidak mungkin bisa menjalani hidup dengan perasaan bersalah.

Perseteruan perebutan tahta adalah hal yang pasti. Raja phillip pun mengakui, kalau untuk mendapatkan posisinya sekarang, ibunya dulu menyakiti para saudaranya yang lahir dari ibu yang berbeda. Semua demi memastikan kalau dia akan menjadi satu-satunya pewaris tahta.

Namun walau sudah mendengar itu, Roran tetap percaya bisa mempertahankan posisinya tanpa mengorbankan nyawa siapapun.

Roran tidak bisa dengan keras menentang. Dia hanya putra mahkota, raja tetap saja memiliki kedudukan lebih tinggi darinya. Roran tidak bisa mencegah apapun  yang sedang direncanakan raja. Karena itu, Roran memilih menyampingkan rasa khawatirnya terhadap sophie dan beralih mengawasi sang Raja.

"Buat saya paham, yang mulia," kata Roran.

Raja dan putranya saling menatap, seolah berusaha menilai isi hatinya. Raja pikir, karena sifat Roran yang terlalu positif dan baik hati, dia butuh waktu lama untuk meyakinkannya. Pengalaman hidupnya mengajari, kalau putranya mungkin sedang berpura-pura. Tapi itu tidak masalah, dia bisa melakukannya sendiri. Sejak awal, dia sudah beranggapan kalau Roran akan menentangnya.

"Cari perfumer itu, bawa dia kepadaku,"

"Kau sudah punya lusinan perfumer terbaik kerajaan bekerja padamu, untuk apa mencari perfumer itu? Apa yang kau rencanakan?" Roran menekannya.

"Apapun yang kulakukan adalah demi kejayaan Anatoille,"

"Apakah parfum mereka bisa menghentikan kebuasan naga kepala sembilan di Teluk dagestan? Dia sudah menguasai wilayah itu selama lebih dari satu dekade. Tapi kerajaan tidak menunjukkan usaha serius," Roran memberanikan diri bertanya.

Bagi Roran, urusan kesejahteraan rakyat lebih penting daripada konspirasi melawan sang duke, atau musuh-musuh politiknya.

"Selama masih ada gangguan dari musuh, kau tidak akan bisa memimpin negara dengan benar,"

"Tidak, yang mulia. Maksud saya, bukankah kebencian serta pembalasan dendam hanya akan menjadi siklus yang tidak berujung? Seandainya putra sang duke tahu, kalau ayahnya meninggal karena dihabisi lawan politiknya, apa yang menjamin dia tidak akan membalas?" Roran kembali mendesak sang raja.

"Bukankah sebagai seorang raja kita harus merangkul semuanya, menyatukan tujuan dan membangun kerajaan ini?" Roran menaikkan nada suaranya.

"Apakah kau mau membantahku, Roran?"

Ketika itu, Roran merasakan kalau aura sang raja berubah. Tatapannya menyimpan kebencian, ketidakpuasan, dan ambisi yang sulit dijelaskan. Sang raja terobsesi akan sesuatu. Mungkin bukan duke, mungkin hal lain. Insting Roran mengatakan itu. Tapi, Roran takut untuk bertanya. Dia merasa, Raja bisa menyakitinya kapan saja, bahkan membunuhnya. Dia mungkin masih memiliki pewaris rahasia yang dia tidak tahu. Tapi yang jelas, kalau Roran mati, siapa yang akan melindungi Sophie?

Roran dan Sophie sudah berjanji, kalau mereka hanya bisa percaya satu sama lain dan akan saling melindungi.

"Tidak yang mulia, saya akan ikut apapun perintah anda," Roran membungkuk patuh. Saat ini, yang bisa Roran lakukan adalah menurut kepada raja. Roran tidak akan membahas sophie lagi di hadapannya. Dia memilih menjauhkan radar raja kepada Sophie dan bertindak sendiri jika diperlukan.

Taming The Villain DukeWhere stories live. Discover now