Bab 59 - Their Morning

1.6K 264 22
                                    

Para pendeta itu bergegas pergi setelah melihat selimut duchess. Mereka bahkan tidak menunggu sebentar untuk sarapan. Padahal para pelayan telah menyiapkannya. Konon, para biarawan itu hanya makan roti dan anggur buatan mereka sendiri. Sophie tidak terlalu tertarik, yang jelas urusannya dengan mereka sudah selesai.

Ada saatnya dimana dia akan membutuhkan mereka, yaitu ketika prosesi untuk mensyukuri kelahiran anak mereka atau ketika perceraian. Dua-duanya bukan sesuatu yang mustahil terjadi bagi Sophie. Malah soal kelahiran anak mungkin bisa terjadi cukup cepat, mengingat Thaddeus ternyata punya cukup stamina untuk menahan istrinya tidur sampai pagi.

Sophie bangun ketika hampir siang, kepalanya sakit karena kurang tidur. Dia mandi air hangat dengan menahan nyeri di beberapa bagian tubuhnya. Thaddeus bukan kekasih yang lembut di ranjang, berbeda dengan personanya sebagai seorang gentleman. Sophie sulit untuk percaya kalau itu adalah kali pertamanya menyentuh perempuan.

Sophie memakai gaun yang menutup leher dan pergelangan tangannya. Alasannya sedikit memalukan, karena kulitnya yang sangat putih kini memiliki banyak bekas ciuman. Sophie harus menutupinya. Dia tidak mau dianggap sebagai pasangan maniak di malam pertama pernikahan mereka.

Sophie lelah luar biasa, bahkan dia melihat kantong mata yang samar di bawah matanya. Para pelayan melakukan kerja bagus dengan meriasnya. Namun tetap saja, sorot matanya tidak bisa berbohong.

Namun pria yang menjadi sumber masalah saat ini, sang duke. Tampak tenang dan segar. Dia bangun lebih awal dari Sophie. Dia tentu mengerahkan banyak tenaganya semalaman. Tapi dia tidak terlihat lelah. Thaddeus menyesap secangkir kopi pahit, yang menjadi kebiasaannya, serta membaca surat kabar.

Ini bukan pertama kalinya Sophie sarapan bersama sang duke. Tapi ini pertama kalinya mereka bertemu di ruang makan sebagai suami istri dalam sarapan yang terlambat. Thaddeus tidak bergeming ketika sophie memasuki ruang makan dan menarik kursi.

Sophie menarik piringnya mendekat, merasa tidak nafsu makan ketika melihat potongan lobster dengan saus krim serta roti baquette. Padahal, seafood adalah makanan favoritnya. Perasaannya campur aduk saat ini. Apakah dia seharusnya senang? Apakah pengalaman seks pertamanya adalah hal yang menyenangkan? Sophie tidak tahu. Dia terlalu bingung untuk mencernanya. Apalagi dia tidak punya pembanding.

"Your grace, selamat pagi," Sophie menyapa.

"Hmm, pagi," Thaddeus menyahut datar sambil mengangguk pelan, masih terpaku dengan korannya.

Sophie tidak berharap sang duke akan bersikap romantis atau apa. Tetap saja mereka berdua sama-sama tahu kalau pernikahan ini tidak diinginkan. Apalagi sophie. Tapi, bukankah seharusnya Thaddeus sedikit perhatian kepadanya? Bukankah itu kewajibannya kalau dia mengaku sebagai seorang gentleman?

"Hei," Sophie sedikit protes, keningnya berkerut.

Kali ini thaddeus tidak langsung menjawab. Dia masih membaca koran. Selang beberapa detik, dia menurunkan bacaannya dan memandang Sophie.

Berbeda ketika pagi hari mereka berpisah, thaddeus tidak tersenyum lembut kepadanya. Dia sedikit berwajah masam dan enggan berlama-lama melihat wajah istrinya.

"Apa maumu?" Kata Thaddeus sedikit menantang.

Entah kenapa, Sophie merasa seseorang tengah meninju perutnya. Rasanya menyakitkan. Dia ingin menangis tanpa tahu jelas sebabnya. Ini pengalaman pertamanya. Dia sudah berjuang dan berusaha melalui malam yang melelahkan itu. Tapi dia merasa sangat kecewa.

Sang duke, tampak tidak mengapresiasinya. Apakah dia telah mengecewakan thaddeus? Mungkin dia kurang cantik? Atau tidak bisa memuaskannya? Tidak mungkin. Thaddeus jelas-jelas menikmatinya. Dia dengan gamblang merayu, menyebutkan kelebihannya, memujinya sambil terus berusaha menidurinya seolah tidak ada hari esok. Tapi kenapa dia bersikap seolah tidak terjadi apapun?

Taming The Villain DukeWhere stories live. Discover now