Bab 16 - Trapped

1.7K 291 15
                                    

Sophie merasa cukup pandai menilai seseorang. Setidaknya dia tahu jika ada yang bersikap tulus, atau sebaliknya. Biasanya dia benar. Tapi ada kalanya dia salah. Karena di dunia ini ada beragam orang dan Sophie pernah bertemu seseorang yang bisa meyakinkan siapapun kalau dia tidak berbahaya namun beracun bagi sebagian orang.

Salah satunya Thaddeus, yang ketika di pertemuan pertama mereka mengesankan seseorang yang baik, bahkan menyelamatkan Sophie dari kesulitan. Sophie kesal, setelah tahu kalau sejak awal dia sudah tahu Sophie adalah seorang putri dan memperalatnya untuk menyakiti Roran.

Pria itu, masuk dalam jajaran pria terhormat Anatoille. Kedudukannya hanya dua tingkat di bawah raja. Berbeda ketika mereka bertemu di Summerville — Thaddeus berpenampilan sempurna sebagai seorang aristokrat. Dirinya tidak lepas dari Setelan jas bernuansa abu-abu yang dijahit sempurna, sepatu kulit mengkilap, rambut yang ditata rapi serta parfum beraroma mahal yang tidak menyengat. Thaddeus pria yang jangkung, berambut hitam lurus dengan kulit sedikit pucat.

Sejak awal Sophie sudah beranggapan kalau dia tampan, tapi thaddeus yang ada di hadapannya saat ini jauh lebih tampan. Walau dia terlihat enggan bertemu Sophie, dia berusaha menghormatinya dengan tidak tampil sebagai pedagang sipil seperti ketika mereka bertemu di Summerville.

Sophie sesekali memperhatikan ketika pria itu dengan anggun dan terhormat, memotong steaknya, mengolesnya tanpa suara di saus yang ada di piringnya kemudian mengunyahnya dengan fokus tanpa sekalipun memperlihatkan giginya.

Seluruh aura tubuhnya menegaskan kalau dia adalah bangsawan sejati, seorang duke yang terhormat, pria dewasa yang punya peran penting bagi jutaan orang di Anatoille.

Dan kini dia duduk di restoran miliknya sendiri, bersama gadis enam belas tahun yang melalui acara makan siang hari ini dengan perasaan tidak nyaman. Sophie merasa salah tempat. Dia masih belajar menjadi seorang putri. Bahkan hanya makan bersama saja dia merasa rendah diri. Sophie seperti kembali ke masa-masa ketika dia tinggal di rumah baron Verona. Ternyata pakaian mahal dan guru etiket terbaik tidak cukup membantunya untuk menjadi elegan.

"Tidak makan?" Kata thaddeus setelah menelan semua steak yang tersisa di mulutnya. Sophie tahu, biasanya bangsawan tidak bicara ketika makan. Tapi thaddeus mungkin tidak tahan melihat Sophie yang tampil tegang sepanjang waktu.

Padahal, Sophie sudah bersiap-siap sekali lagi menantang Thaddeus. Memberinya peringatan untuk tidak menyakiti roran atau menegaskan betapa dia tidak suka dijodohkan dengannya. Tapi ternyata tidak mudah. Sophie begitu terintimidasi dan menciut.

"Aku sudah kenyang,"

"Itu bukan respon yang bagus ketika seseorang mengajakmu makan, apalagi kalau orang itu pria terhormat dengan gelar. Ini bukan di Summerville, nona Sophia," Thaddeus mengkritik.

Sophie, dengan sedikit rasa kesal karena terkalahkan, mulai mengambil garpu dan pisau dan berusaha memotong steak yang sudah dingin itu dengan anggun. Tapi itu tidak mudah. Baginya mustahil memotong steak keras tanpa menggeser piringnya. Sophie merasa frustasi. Butuh waktu cukup lama sampai akhirnya dia bisa menyuap ke mulutnya. Dan Sophie harus mengulanginya sampai habis.

"Kau bukan seorang putri," kata thaddeus.

"Apa maksud anda?"

"Sulit untuk melihatmu sebagai seorang putri kalau sudah tahu latar belakangmu. Kau seorang pembuat parfum amatir dan petani gandum. Kenapa kau memaksa diri menjadi seorang putri? Itu konyol,"

Sophie berani bersumpah melihat thaddeus memberikan cibiran samar untuknya sambil meneguk segelas anggur.

"Apakah anda seharian akan mengkritik latar belakang miskin saya, your grace?"

"Mungkin, aku masih kesal dengan perjodohan ini,"

"Anda kira saya senang?"

"Aku tahu, kau tidak bahagia dengan ini, dan itu membuatku jadi tidak terlalu kesal," thaddeus tersenyum.

Sophie merasa geram. Rasa canggungnya terkalahkan dengan rasa kesal yang memuncak. Sophie kembali menikmati steaknya, kali ini dia tidak peduli dengan table manner. Dalam beberapa menit, piringnya sudah bersih. Sophie mengakhiri makan siangnya dengan minum jus jeruk.

"Aku akan mati kelaparan kalau harus makan dengan cara seperti yang anda lakukan, your grace. Kuharap anda tidak muntah melihat saya makan," kata Sophie sarkas.

"Yang Mulia, kau terlalu meremehkanku. Kita pernah bertemu di kandang kuda dan apakah aku muntah?  Ngomong-ngomong, Itu pertemuan yang menarik, perlukan kita membagikannya ke media?"

"Your grace, kau ingin mempermalukanku?" Sophie menuduh. Dia yakin citranya sebagai putri tidak akan terlalu bagus kalau rakyat tahu dia pernah hidup layaknya budak.

"Tentu saja tidak, aku punya Reputasi yang harus dijaga. Kalangan atas tidak akan senang kalau tahu calon duchess mereka pernah hidup seperti itu. Mereka tidak akan bersimpati. Sembunyikan semua itu sampai kau mati, gadis kecil,"

"Anda boleh tenang, aku tidak akan bersikap kampungan kalau di hadapan umum,"

"Lalu kau akan bersikap kampungan bersamaku?"

"Kalau itu bisa membuat anda sakit kepala, aku akan melakukannya," kata sophie puas.

"Kau sangat membenciku ya?"

"Itu hal yang wajar, kau berusaha membunuh roran,"

"Menuduh seorang duke adalah kejahatan serius, tidak peduli kalau kau adalah seorang putri," thaddeus tersenyum.

"Suatu hari, aku akan membuktikannya. Aku yakin kalau pertemuan kita waktu itu bukan kebetulan, your grace," ujar Sophie geram.

"Aku tidak sabar menunggu kau menyeretku ke pengadilan, kalau kau bisa," Thaddeus menantang.

Sophie merasa emosional, dia menghabiskan makanan penutup di hadapannya dengan sedikit terburu. Sampai sisa krim menempel di sudut bibirnya.

"Ini menyedihkan,"

"Apanya?"

"Semua yang ada dalam dirimu. Hidup sebagai budak ketika kecil, dan menjadi properti kerajaan ketika dewasa. Aku sempat berharap kau memiliki hidup yang lebih baik, terutama dengan bakatmu sebagai pembuat parfum. Kini, kau berubah menjadi gadis membosankan yang harus mengibaskan ekornya untukku seumur hidup,"

"Aku tidak bersedia menjadi propertimu, your grace," kata Sophie mencoba tenang.

Thaddeus meraih wajah Sophie, dengan ibu jari kanannya menyeka krim di sudut bibirnya.

"Betapa ignoran dan lugu, apa guru etiketmu tidak mengajarimu apapun? Sejak kapan seorang gadis bangsawan bisa berbuat sesuka hati apalagi seenaknya? Kalau kau memang akan menjadi duchess ku, hidupmu adalah milikku. Sebaiknya kau bersiap, dengan pikiran itu selamanya," Thaddeus mengakhiri kalimatnya dengan senyuman yang tidak terlalu menyenangkan di hati Sophie.

Taming The Villain DukeWhere stories live. Discover now