Bab 30 - The Gentleman Club 2

1.4K 241 17
                                    

Bir jahe yang diminum oleh Roran tidak terlalu terasa, seolah-olah lidahnya kebas. Walaupun dia berusaha tenang, tetap saja dia gugup. Roran adalah putra mahkota, tapi dia harus berusaha berbaur lebih keras dari yang dia duga. Tebakan Johann salah, para gentleman di kelab itu tidak berusaha akrab dengannya. Malahan, mereka cenderung tidak peduli.

Sigmar, menyadari kegelisahan sang pangeran. Dia mengeluarkan sebuah kotak kaleng dari balik jasnya dan membukanya. Dia membukanya, memperlihatkan gulungan tembakau di dalamnya kemudian mengambilnya satu batang.

"Tembakau terbaik dari timur, aromanya seperti musk dan pinus ketika dibakar. Konon, perajin tembakau ini menambahkan parfum artisan ke ramuannya," Sigmar menjelaskan, bersandar dan mulai mengisap tembakau setelah membakarnya di atas lilin.

"Aku akan coba," Roran mengambil satu, membakarnya dan mengisapnya.

"Uhuk!" Dia terbatuk.

"Anda pasti belum terbiasa, yang mulia. Tapi cerutu ini bisa membuatmu rileks. Ada campuran alga hitam di sana,"

"Bukankah itu aprodisiak?" Roran menyeka mulutnya.

"Rileks, dosisnya kecil, ini tidak akan membuat tubuhmu panas atau apa,"  Sigmar tertawa.

"Apakah ini bisa membuatku mabuk? Seperti kata orang-orang. Ada tumbuhan tertentu yang bisa membuat kita berhalusinasi dan lupa akan dunia nyata," Roran melanjutkan mengisap cerita.

"Tidak, tapi kalau kau mau, kita bisa mengisapnya, hanya saja kita harus pergi ke kelab langgananku,"

"Kurasa itu akan sulit,"

"Aku juga bisa membawakannya ke istana,"

"Itu ide yang lebih baik," Roran memadamkan api cerutunya dan menghabiskan sisa bir jahenya. Secara mengejutkan, rasanya jadi lebih enak di lidah Roran.

"Ini menyebalkan ya," Roran yang kini lebih santai, mulai mengeluh. Rudy Arber yang seperti seolah terpaksa menemani Roran duduk, tampak tidak mau diajak bicara dan sibuk dengan bukunya sambil minum teh earl grey tanpa gula. Tapi sesekali dia masih melirik sedikit. Dia bahkan hampir tidak bisa menyembunyikan tatapan menghakimi terhadap Sigmar. Hanya saja, rudy memilih untuk tidak berkomentar.

"Apanya?"

"Kukira kelab para gentleman akan lebih seru dari ini,"

Sigmar tersenyum kepada Roran sambil mengetukkan buku jarinya di cerutu, membiarkan abunya jatuh ke asbak.

"Memang, ini bukan puncak acara,"

"Tapi, kalau boleh saya bertanya, apa ekspektasi anda ketika memasuki kelab ini?" Lanjut Sigmar.

"Yah, aku mengira akan melihat ada pria mabuk lepas kontrol dan menari di meja bar, atau pria hidung belang yang merayu pelayan, serta musisi payah yang tidak bisa membaca not balok ketika memainkan biolanya," Roran mengangkat bahu.

"Itu terdengar menyenangkan, kapan-kapan anda harus ajak saya ke bar semacam itu," sigmar tampak terhibur.

"Tidak mungkin, bar semacam itu hanya ada di kawasan rakyat jelata yang berpenghasilan kurang dari seribu krom per bulan," Roran tertawa, merasa miris.

"Kau tahu, soal latar belakangku," Roran berubah muram dan rendah diri, dia mungkin sebaiknya tidak terlalu mengungkap masa lalunya yang hidup prihatin.

"Jadi itu benar?"

"Raja, seperti banyak bangsawan lain, memutuskan menyembunyikan anaknya sampai dewasa. Raja sangat serius melakukannya, sampai aku harus hidup seperti itu di summerville," Roran mengatakannya tanpa beban. Itu terasa aneh, ternyata itu tidak semenakutkan yang dia kira.

Taming The Villain DukeWhere stories live. Discover now