Chapter forty four ~~

4.2K 603 84
                                    

Hari ini adalah hari Sabtu, yang berarti malam harinya adalah malam Minggu. Tapi sekarang jam 10 malam yang artinya beberapa jam lagi untuk sampai ke hari Minggu.

Rigal menginap dimarkas pada sabtu setelahnya pulang sekolah. Dia acuh dengan kepergian Jeandra dan Zitto, yang memang tidak terlalu penting untuk diperhatikan.

Dia juga, Rigal terlalu malas untuk sekedar pulang dan lekas disambut keributan oleh tiga bocah yang bahkan tidak bisa menutup mulut. Ditambah Rigal benar-benar tidak menyukai suasana berisik yang disebabkan mulut cempreng bocah-bocah tengil itu.

Dan jika dibandingkan, antara dia ketika di mansion, juga ketika berada di UL, mereka rasanya hampir sama.

Rigal sama sekali tidak mendapat ketenangan dikedua tempat itu.

Walau sebagian anggota UL menatap segan, tak sedikit juga yang seperti Ares. Bocah tengil yang suka membuat keributan. Tak terkecuali saat berada dimansion. Rigal benar-benar harus tegas lebih dulu untuk membuat mereka takut dan akhirnya berhenti mengganggu.

Rigal.. hanya mendapat ketenangan ketika berada dekat Aretha. Gengster yang membuatnya bahkan sangat betah jika harus berdiam disana.

Selain karna mereka menghargai kehadirannya, umur mereka juga tidak memenuhi syarat bertingkah seperti bocah. Walau terkadang masih ada candaan kecil, sifat mereka terkesan santai dan tenang. Tidak emosional dan kekanakan.

"Nginep, ketua?" Tanya Edgar sambil menghisap rokok ditangannya.

Rigal yang duduk dikursi berbeda dengan mereka hanya mengangguk dengan posisi masih menutup mata.

Setelahnya kembali hening. Mereka semua melakukan kesibukannya masing-masing. Sementara Ibra mendekat ke arah Edgar. "Bang, gue penasaran sama tempat tinggal ketua" Kata Ibra sedikit berbisik.

"Penasaran?" Elo menatap Ibra bingung. Dia mendengar itu! tentu saja karna suara Ibra walau bisikan sangat keras.

"Iya. Pasti rumahnya gede banget. Secara kan ketua itu kaya, terbukti kan.. dia bisa beliin kita markas segede ini, dia juga bisa beliin banyak komputer buat kita kerja." Jelas Ibra sambil menatap Rigal penuh rasa segan.

"Nggak usah penasaran.. cari tau langsung aja sekarang" kata Alex sambil tertawa kecil.

Edgar dan Langit ikut tertawa. "Nyari data perusahaan besar aja sanggup, masa nyari tau rumah ketua aja nggak? cupu banget dek" kata Langit bercanda.

Ibra hanya mendengus malas. "Asal lo tau ye bang.. ketua itu lebih kuat dari hacker tingkat atas! gue mana sanggup nyari tau alamat rumah dia?"

Mereka mengobrol tentang Rigal, didepan Rigal langsung. Membuat sang empu hanya bisa mendengus ditempatnya.

"Gue tidur" Kata Rigal sambil berjalan masuk menuju kamarnya.

"Mau di puk-puk nggak ketua?" Seru Edgar bercanda.

Rigal terus berjalan, namun tangannya terangkat dan lantas mengacungkan jari tengah pada Edgar.

Sementara Edgar yang menggoda Rigal tertawa kecil ditempatnya. Namun beberapa detik kemudian, matanya menjadi sendu.

"Gimanapun sifat dinginnya yang nggak pernah cair, dia tetep remaja yang butuh temen. Gue tau, dia sebenarnya kesepian. Matanya, matanya kosong.. dan aura suram itu, buat gue paham kalo dia nggak pernah bahagia.. setelah ini gue harap Aretha bisa buat dia sedikit lebih semangat jalanin hari-harinya" Gumam Edgar sambil tersenyum tipis.

Dia benar-benar sudah menganggap Rigal adiknya. Persetan dengan dirinya yang rendah, dan dengan lancangnya menganggap seseorang seperti Rigal menjadi adiknya.

RigalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang