7. Berharga

16.9K 1.5K 22
                                    

Mata Emma membulat dan seketika ia langsung memberontak saat laki-laki mafia itu menggendong tubuhnya. "Bersikap baiklah Emma, Aku hanya seseorang yang di kirim Tuhan untuk menolongmu." 

Sungguh Emma tidak habis pikir laki-laki ini kembali bertingkah aneh lagi. Mungkin kalau suasana hati Emma sedang dalam keadaan tenang, ia akan menertawakan ucapan laki-laki asing itu.  Sayangnya, yang lebih penting adalah, dari mana laki-laki itu tau namanya. Seharusnya ia langsung segera pergi jauh dari sisi laki-laki mafia itu. Bahkan ia bisa menebak bahwa dirinya sedikit demi sedikit terjerumus dalam permainan. 

"Bagaimana kau bisa tau namaku?"

"Dari name tagmu..." ucapan laki-laki itu bisa dibenarkan, karena memang kenyataannya ada name tag di pakaiannya.

"Kau sungguh menyedihkan. Aku akan membunuh kedua orang itu untukmu." Ucap Rhys penuh janji sambil melangkah menuju mobil Audinya. 

Alam bawah sadar Emma tercekam seketika, sampai ia kesulitan bernapas mendengar apa yang tengah dikatakan laki-laki asing tersebut. Ia yang memiliki kemampuan membaca pikiran dari balik kata-kata tidak medapatkan sebuah kebohongan. "Turunkan aku!" Emma berontak untuk kesekian kalinya lagi, dan hampir saja ia berhasil jatuh lalu terlepas dari gendongan. Tapi laki-laki itu menghentikan langkah sejenak untuk mempererat tubuhnya masuk lebih ke dalam rengkuhannya. 

Aroma Luxury menghangatkan batin Emma, apalagi ia dapat mendengar debaran jantung laki-laki asing itu dengan nyaman. Kenyataannya, Emma selalu takut pada orang asing yang bersikap baik, entah kenapa setiap senyuman dan tindakan yang ditujukan untuk membantunya, menurutnya adalah sebuah kebohongan. Ia tidak percaya ada orang mau menolong tanpa sebuah alasan. Seperti para orang kaya yang memberi dana bantuan pada panti asuhannya dulu. 

Tak lama dari itu, tubuh Emma diletakkan pada bangku di samping  kemudi, dengan cepat laki-laki itu memasangkan seatbelt untuknya. Dan Emma dapat melihat guratan  menyeramkan pada wajah laki-laki asing tersebut begitu dekat dengannya.

Rhys menutup pintu mobil dan berjalan cepat ke bangku kemudinya. Ia harus bergerak cepat, karena luka Emma tampak semakin parah. Sering kali ia melirik serius ke luka-luka Emma yang sedang berusaha membersihkan darah dengan sapu tangan. Beling itu masih menancap begitu dalam, dan ia tadi melarang Emma untuk menarik beling tersebut takut terjadi infeksi parah. 

Mobil melaju cepat menuju rumah sakit. Bahkan Emma mendengar Rhys mengumpat sambil mengklakson berulang kali saat ada kendaraan menyalip di depan. Beruntung mereka sampai di rumah sakit terdekat. Rhys langsung menggendong Emma ke ruangan UGD untuk ditangani langsung keadaan lukanya. 

Emma menerima beberapa jahitan pada tangan dan betisnya. Rasanya luar biasa bagi Emma karena untuk pertama kalinya bagian tubuhnya dijahit. Sedangkan pandangan Rhys tak henti mengamati dokter yang sedang menjahit luka-luka Emma, keduanya tangannya saling bersedekap erat sambil sesekali ia menampakkan kerutan begitu dalam di keningnya menjelaskan kejengahan melihat keadaan buruk mengenai hidup Emma. 

"Bisa kau menambah biusnya lagi? ini masih terasa sakit sekali.." Ujar Emma begitu lemas tak kuat menahan nyeri menderanya, apalagi darahnya tadi keluar begitu banyak sampai jok mobil Rhys terkena. Well, beberapa menit lalu laki-laki itu menyuruhnya untuk memanggil dengan sebuatan Rhys. 

"Seharusnya kau mengatakan itu dari awal nona. Wajahmu tidak menyiratkan kesakitan."  Emma berdecak pelan lalu memilih mengambil roti isi daging favoritnya dari ransel mungilnya. Perutnya memang telah menagih untuk diisi makan, tapi Emma tak bisa meluangkan waktu untuk sekedar duduk sejak dari bangun tidur. Satu gigitan pertama rasanya nikmat sekali dimakan ketika lapar.  Hampir saja air matanya menetes jatuh.

"Kau belum makan?" Tanya Rhys menampilkan eksprsi tak percaya. Sungguh ia frustasi menghadapi kenyataan hidup Emma. 

Semalaman hingga siang tadi Rhys tidak tidur untuk mencari keberadaan Emma. Bahkan ia menyuruh seseorang untuk mengidentifikasi beberapa mayat yang mati dalam kebakaran. Tapi tak kunjung didapatkan diri Emma. Kenapa juga dengan bodohnya Andre menyuruh pengawal baru untuk mengikuti Emma! hingga kehilangan jejak perempuan itu. Hampir saja Rhys menarik pelatuknya ke kepala Andre sanking marahnya atas keteledoran Andre. 

Dan siang ini Rhys mendapatkan keberadaan Emma di restaurant tempat perempuan itu bekerja dari salah satu orang suruhannya. Ketika sampai, emosi Rhys langsung tersulut marah melihat keadaaan Emma sangat mengenaskan. 

"Ini aku sedang makan." Jawab Emma santai dan malah dibalas decakan keras dari Rhys. 

"Kau ingin? aku membeli dua potong roti."

"TIDAK!" Mana mungkin Rhys dapat makan setelah melihat perempuan itu kelaparan. Napas Rhys menjadi sesak. Kejutan menyebalkan apa lagi yang gadis itu akan keluarkan?

Emma jadi kesal sendiri melihat laki-laki mafia itu menolak tawaran rotinya dengan sebuah bentakan. Kalau tidak mau juga tidak masalah, tak perlu sampai marah-marah. Ia bukan orang tuli yang tidak paham ucapan orang lain!

Selesai dokter melakukan pekerjaannya dan memberi resep. Emma sudah diizinkan untuk pulang.

Emma duduk di sofa lobby rumah sakit sambil menatap punggung tegap Rhys yang kini sedang membayar biaya rumah sakitnya pada bagian administrasi pembayaran. Sampai sekarang ia merasa bingung, siapa Rhys sebenarnya? dan ada unsur apa yang membuat laki-laki itu mau menolongnya? Padahal dulu mereka belum pernah saling bertemu apalagi saling mengenal satu sama lain? Dan menurut Emma laki-laki itu terlihat jelas seorang kaya raya, jika Rhys ingin menolongnya, bukankah lebih baik laki-laki tersebut menyuruh orang lain?

Dari wajah saja, Rhys sudah terlihat jelas kalau dirinya merupakan sosok yang misterius dan mengerikan. Tapi Emma dapat merasakan ada hal mengganjal yang ingin laki-laki itu utarakan padanya. Tiba-tiba saja jantung Emma berdetak kencang memikirkan banyak kemungkinan mengerikan yang akan terjadi. 

Apa jangan-jangan laki-laki itu sungguh akan membunuh dua orang yang telah menyakitinya di restaurant tadi? mengingat kemarin lusa Rhys mengajarinya menyakiti orang lain dengan sebuah pulpen.

Rasanya Emma ingin berlari menjauh dari sisi Rhys. Tapi apalah daya dengan keadaanya yang seperti ini. Dalam pikiran, Emma sudah merancang sesuatu jika laki-laki itu bertindak gila padanya. 

Rhys telah selesai mengurus biaya rumah sakit Emma. Dia melangkah kembal ketempat Emma sedang duduk sambil melamun. Kalau perempuan itu sedang diam seperti ini, Rhys jadi mengingat kembali pertemuan pertama mereka di Mocba Club. Tidak ada yang menarik dari paras perempuan itu, tapi bukan berarti dia terlalu jelek untuk dijadikan teman kencan. Ada satu letak orang-orang kurang sadar kelebihan dari perempuan tersebut, yaitu Emma pintar mencari perhatian orang lain atas sikapnya. 

"Kita akan makan dulu sebelum aku mengantarmu pulang." Rhys penasaran, semalam Emma menginap dimana hingga ia tidak dapat bisa menemukan keberadaan perempuan tersebut. 

"Aku tidak bisa. Sebentar lagi aku ada jam kuliah, dan aku sudah beberapa kali melakukan absensi, jadi bisa membuatku tidak diizinkan ikut ujian akhir. Terima kasih tuan kau telah membantuku dan membayar biaya rumah sakitku." Tidak masalahkan jika Emma melakukan sedikit kebohongan, sebenarnya satu jam lagi kelasnya baru dimulai. 

"Aku tidak akan membiarkan kau pergi begitu saja. Kau harus membayar biaya rumah sakitmu yang mahal dengan beberapa jahitan."

Emma berdecak sebal. Sepertinya Rhys sedang mengerjainya. "Berikan nomor rekeningmu, aku akan membayar."

"Ini tidak bisa dibayar dengan uang."

"Apa? Lalu aku harus membalasmu dengan apa?" Ada-ada saja pikiran Rhys, gumam benak Emma. 

"Kau harus menemaniku makan siang. Karena mengurus dirimu, aku jadi tidak bisa makan siang." Siapa juga yang ingin ditolong! bukankah Emma sudah mengatakan dari awal bahwa Rhys tak perlu menghiraukannya. 

Emma menghela napas kasar, selama ini dugaannya selalu benar. Orang yang bersikap baik selalu mengharapkan balasan. "Dua puluh menit aku akan meluangkan waktu.."

"Setengah jam," tawar Rhys. 

"Oke.. aku akan menebus bayaranmu dengan waktu setengah jam berhargaku."









The Operational Gentleman ♣︎ [COMPLETED]Where stories live. Discover now