11. Tegang

15.9K 1.5K 38
                                    

"Mereka berdua adalah sebagian kecil dari puluhan orang yang menyakitiku. Bagiku itu bukanlah masalah besar. Aku sudah terbiasa disakiti lagi pula besok aku akan lupa sendiri. Kalau kau masih mengungkit masalah ini, sama saja kau mengulang ingatanku tentang dua orang brengsek tersebut. Kumohon, buanglah rasa empaty-mu itu."

Emma sadar ucapannya memang sedikit keterlaluan pada sahabatnya sendiri. Sayanganya, disini bukan hanya dirinya yang bersalah. Laura kadang melewati batas. 

"Perhatikanlah hidupmu Laura. Kau harus menjaga rasa empaty-mu terhadap orang lain. Kau bisa terjebak dan terluka, siapa yang menjaga dirimu jika bukan kau sendiri. Aku senang kau mengkhawatirkan keadaanku, tapi lihatlah wajahmu sampai pucat. Orang akan mengira kau yang mengalami kejadian buruk itu bukannya aku. Kau mengerti?" 

Dari depan Emma terlihat menyebalkan, namun selanjutnya dia akan memberi penjalasan terbaik dan masuk akal bagi Laura. Tidak seperti Darcy, kadang melarang sesuatu hal tanpa alasan yang jelas. Membuatnya sering bingung, dimana letak kesalahan sesungguhnya. 

Laura menerima pelukan hangat dari Emma. Ia bersyukur memiliki sahabat seperti Emma. Dia tegas serta berpikiran jauh, dan paling penting yaitu Emma sebenarnya lebih mengerti keadaan sekitar. Bertindak dan berbicara sesuai dengan kondisi waktu melainkan juga hati seseorang. Membuat Laura berfikir Emma bisa membaca pikiran orang lain. 

Setelah semua ini berakhir. Laura bertanya mengenai perihal, "Kenapa kau bisa pulang bersama paman Rhys?"

Emma mengalihkan tatapannya dari Laura. Entah sebab apa, tubuh Emma menjadi gerah, ia mengibaskan salah satu tangannya ke leher. "Dia hanya kebetulan bertemu denganku saat ingin makan siang di tempat restaurantku bekerja, lalu dia berusaha menolong saat dua orang brengsek itu menyakitiku."

"Lalu, kenapa wajahmu memerah? kau memiliki hubungan dengan pamanku?" Wajah Emma tidak merah sama sekali. Ini hanya sebuah jebakan saja, supaya sahabatnya mengatakan kebenarannya. 

"TIDAK! Kau lucu sekali, kita baru saja saling bertemu." Emma menampilkan ekspresi datar, jangan sampai ia terpancing emosinal diri sebagai wanita yang kini tengah terhanyut pada seorang laki-laki.

"Pasti paman Rhys menggodamu. Semua laki-laki Giovinco memang brengsek, suka mengerjai para wanita. Jadi? apa yang dilakukan paman Rhys terhadapmu?"

"Hanya membantuku, tidak lebih dari itu." Balas Emma sambil mengatakan penuh keyakinan. Kenyataannya, ciuman Rhys membawanya ke fantasi luar biasa dalam hidupnya. Apalagi saat Rhys menawarkan "Kau menginginkannya lagi, sayang?..." sembari memandangnya penuh kehangatan. 

"Mana mungkin paman Rhys tidak bertindak apapun padamu. Dia pasti menciummu? Mengingat kejadian ketika berciuman, membuat jantungmu akan berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya, napasmu meningkat dua puluh kali serta tekanan darahmu akan meningkat dan hasilnya kini hatimu sedang berdebar-debar serta kesulitan bernapas, kau juga tampak mengalami sedikit pusing yang biasa didera seseorang habis berciuman luar biasa panas.." Laura memberi nada menggoda di kata-kata terakhirnya. Senang sekali menggoda orang sedang jatuh hati pada seseorang. Ia mendapat semua kata-kata itu dari film yang semalam ia tonton. 

"Dia tidak menciumku Laura! mana mungkin dia tidak memiliki perasaan saat aku terluka dan mendapati lima jahitan di kaki dan tangaku?" Emma menyangkal kembali. Ia tidak ingin dirinya memiliki hubungan dengan salah satu keluarga Laura, terlebih status Rhys adalah seorang pembantai. Manusia yang tidak layak untuk hidup!

"Kalau dia tidak menciummu, berarti dia mengajakmu tidur bersama." 

"Ya Tuhan... terserahlah apa katamu!" tak lama ada suara bantingan keras di luar kamar, segera Laura dan Emma membuka pintu untuk melihat keributan yang sedang berlangsung...

*

*

Kegelisahan Darcy semakin menjadi-jadi, ia tidak bisa membiarkan Laura hanya berduan di dalam kamar dengan gadis tak jelas asal-usulnya itu. Bagaimana jika gadis tersebut diam-diam membawa benda tajam lalu menusuk Laura, atau  
mencekik Laura atau hal terparahnya adalah menculik Laura kemudian menyiksanya hingga sekarat sebagai tanda peringatan untuk seluruh keluarga Giovinco?

Sialan! ia tidak peduli jika Laura marah karena  ia mengganggu perbincangan perempuan itu dengan Emma. Rasa penasarannya sudah berada di titik puncak. Darcy melangkah menaiki tangga, lalu belok kanan menuju kamar Laura. Ada banyak sekali pengawal berlalu lalang serta cctv terpasang di setiap sudut untuk menjaga keamanan di lingkungan Laura. Tapi yang mengejutkan, kenapa ada paman Rhys sedang  berusaha mengintip dari lubang kunci pintu kamar Laura..

"Dasar keponakan menyebalkan! kau akan mengklaim Emma sampai makan malam!" Rhys berdecak sebal, kemudian menempelkan telinganya pada pintu kamar Laura. Tadi sempat ia mencuri dengar kalau ada pertengkaran antara Laura dengan Emma. Pasti karena sifat penasaran akut Luara membuat jengkel siapapun. 

"Apa yang kau lakukan?" suara bariton Darcy mengagetkan Rhys. Diri Rhys telah tertangkap basah, seperti kucing ketahuan mencuri ikan di meja makan. 

"Bagaimana kau bisa bertindak mesum seperti itu, mengintip keponakanmu sendiri!" 

"Aku tidak mengintipnya! aku penasaran, tadi aku mendengar ada keributan di dalam."

Muka Darcy berubah panik. "Pasti perempuan sialan itu menyakiti Laura. Dia memang tidak pantas berteman dengan Laura. Sikapnya sangat tidak sopan dan ucapannya sangat kasar."

"Kau mengatakan apa?! Hei bocah tengik!"

Didetik kemudian mereka sudah adu tinju. Mengumpat satu sama lain, tanpa ada satupun pengawal berani memisahkannya, meskipun dalam hati mereka bergemuruh ingin melerai takut Nolan Giovinco datang lalu murka. 

"Jaga ucapanmu bocah tengik. Sekarang kau harus minta maaf padanya, atau aku akan membuatmu sekarat!" bentak Rhys tak terima. Hidup Emma sangat sulit dan ia tidak terima ada orang lain yang menghinanya. 

"Cih... Dia itu bukan teman baik untuk Laura. Aku pernah mendengar dari beberapa teman Laura lainnya, Emma pernah menampar Laura! Apa kau pikir perempuan itu layak berada di dekat Laura! dia bisa mencelakai lebih parah.."Sebelum ucapan Darcy berlanjut, Rhys memasang capat Knucklessnya lalu menendang tubuh keponakan sialan itu sampai jatuh, mendudukinya kemudian menghajar wajahnya sampai babak belur. 

Rhys tidak akan percaya Emma pernah menampar Laura. Dengan mata kepalanya sendiri, seberapapun Emma membenci seseorang, dia hanya akan menyiramnya dengan segelas air. 

"Hentikan sikap kalian! bukankah sudah disiapkan satu tempat untuk kalian berkelahi di rumah ini!" Ucap Laura nyaris seperti jeritan keras. 

Laura makin sebal, kedua laki-laki Giovinco itu tidak mau berhenti berkelahi. Akhirnya ia membawakan seember air dingin lalu menyiram keduanya. "Sikap kalian seperti anak remaja, masa aku harus menyiram kalian baru bisa berhenti!"

Omelan Laura memang menyeramkan. Dan kini kedua laki-laki itu di pukuli oleh ember yang sedang di pegang Laura. "PERGI!"

Bila takdir laki-laki Giovinco membunuh banyak orang, berarti takdir perempuan Giovinco adalah mengendalikan mereka, namun bukan berarti diri Laura tidak mengalir hasrat membunuh. Ia harus bersikap lebih keras dari laki-laki Giovinco agar semua patuh pada peraturan. Laura sampai mengelus dada jika para laki-laki Giovinco tidak berhenti menimpali berbagai masalah padanya. Terlebih paman Rhys! banyak sekali perempuan yang mendatangi rumahnya untuk mencari pamannya itu. Memang menyebalkan sekali, dengan seenaknya paman Rhys memasukan alamat rumahnya ke dalam kartu pengenalnya. 

Emma memandang Rhys kini sedang mendekatinya. Tubuhnya basah kuyup, juga napasnya tersengal. "Apakah kau pernah menampar Laura?"

Semua keadaan menghening menantikan jawaban Emma. Jika benar, entahlah, Rhys mungkin akan merasa kecewa bila ada seseorang yang menyakiti keponakan kesayangannya..

The Operational Gentleman ♣︎ [COMPLETED]Where stories live. Discover now