16. Please Say Something

18.5K 1.3K 14
                                    

Happy reading :)

Masih dalam gemuruh marah, ia mengangkat tubuh gadisnya ke dalam gendongannya. Kemudian merebahkannya ke atas ranjang lalu menutupi tubuh perempuan itu dengan selimut hingga sebatas leher. 

Ada sesak memenuhi dada Rhys. Ia harus menghindar dari sosok Emma. Jiwanya perlu di tenangkan, kalau tidak! Entahlah Rhys juga tidak bisa memperkirakan monster dalam tubuhnya akan melakukan tindakan gila seperti apa, karena terobsesi penuh akan diri Emma. 

Rhys mengganti pakaiannya, sebelum memutuskan beranjak pergi dari kamarnya. Selama masih berada di dalam ruangan yang sama dengan Emma. Pandangan mata Rhys menghindari sisi ranjang dan memilih menatap pagi dalam kelabu yang menembus jendela kamarnya. 

Dirinya begitu lembut nan rapuh, mudah untuk mengklaim utuh dirinya supaya tunduk atas kehendakmu. Senyuman miring terpampang di bibir Rhys. Monster dalam dirinya mulai mengenadalikannya, mengharapkan Rhys bergerak menaiki ranjang kembali,  lalu memperkosa Emma habis-habisan ketika gadis itu masih dalam keadaan pingsan. 

"Aku bukanlah budakmu, jadi berhentilah memprovokasi diriku." Ucap Rhys pada dirinya sendiri. 

Dengan langkah panjang, Rhys berjalan keluar dari kamarnya lalu menyuruh dua orang pelayan wanita untuk menjaga Emma di dalam kamar sampai gadis itu tersadar. Selanjutnya, ada desakan aneh untuk memilih mengurung diri dalam sebuah ruangan terletak di sayap kanan mansion-nya, yang biasanya selalu tampak membosankan. 

Disana terdapat rak yang dipenuhi oleh buku-buku tua, perapiannya masih ber-design kuno serta sofa, kursi dan meja kerjanya juga baru di ganti beberapa minggu lalu karena sudah lapuk. Rhys memang tidak tertarik untuk menetap di dalam ruangan tersebut, hanya saja Andre masih kukuh mempertahankan tempat itu. Intinya, tempat itu kini cukup bermanfaat baginya. 

Ia masih tidak mengerti dan tidak mau mengerti untuk apa Andre masih mempertahankan tempat itu. Padahal biasanya, Rhys lebih senang mempergunakan ruangan penyiksaan di bawah tanah untuk mendiskusikan sesuatu masalah atau sebuah strategi pembantaian. Bau darah dan suara jeritan seseorang disiksa, membuat Rhys dapat berpikir jernih.

Kini Rhys melihat Andre sudah berada di depan ruangan tua tersebut sembari membukakan pintu untuknya. "Didalam saya sudah menyediakan teh hangat dan biskuit manis untuk anda." Ujar Andre ketika Rhys beranjak masuk. 

Rhys hanya memberikan sebuah deheman sebagai isyarat tugas Andre sudah selesai dan laki-laki tua itu dipersilahkan untuk pergi. Namun, Andre mengutarakan sesuatu. 

"Untuk membunuh kebosanan, anda dapat melihat hal menarik di atas meja kerja anda."

Tanpa pikir panjang Rhys duduk di atas kursi kerjanya dan matanya seketika mendapati sebuah tas ransel milik Emma. Ia terseenyum tipis sembari mengeluarkan semua barang yang terdapat di dalam tas. Entah kenapa ada hal aneh yang menggelitik batin Rhys bila menyangkut tentang gadisnya. Tingkat penasarannya juga berubah meningkat drastis lebih dari biasanya. 

Terdapat beberapa pulpen, ponsel, dompet, bedak padat yang pecah, lipstick, cermin, lotion, buku diary serta dua buku tabungan dengan nominal terlalu tinggi untuk anak kuliahan yang miskin. Rhys mengusap dagunya terheran dengan apa tujuan Emma mengumpulkan uang sebanyak ini. Mungkin, lain waktu ia akan menanyakan hal tersebut secara langsung pada gadis itu. 

Selanjutnya, Rhys memilih membaca isi diary lusuh milik Emma. Tampak tulisan perempuan tersebut cukup berantakan. Tapi dari segi lain semua tertulis secara terperinci seperti waktu, hari dan tempat. 

Tuesday, November 5th, 2014 

The dance echoed like a pickled harp.                                                                                                                 

The Operational Gentleman ♣︎ [COMPLETED]Where stories live. Discover now