42. Impian

13K 1.4K 89
                                    

Setelah kunjungan ke Brazil. Emma mulai menjalani kehidupannya ke sedia kala. Ia mengikuti kelas kuliahnya yang sempat cuti satu semester, lalu masuk ke dalam akademik musik tanpa latihan privat tidak seperti rencana awalnya Rhys karena keadaan Emma sangat sehat. Emma juga mendapatkan seorang teman wanita di kelas musik yang memiliki kenalan orang dalam di pementasan Opera Bolshoi Theater. Jadi Emma mendapatkan recomendasi khusus bisa tampil di tahun ini. 

Dan waktu bergulir sangat cepat. Sekarang sosok Emma sedang memakai sebuah gaun. Jantungnya berdetak tak beraturan, ini hari yang luar biasa. Namun, Rhys tidak bisa datang ke acara pertunjukan Opera perdananya di Bolshoi Theater. Dari dua minggu lalu, Rhys memang tampak sibuk sekali. Katanya banyak sekali urusan penting mendesaknya. Membuat Rhys terpaksa pulang malam dan pergi ketika pagi belum muncul.

Paling laki-laki itu hanya membisikan sesuatu di telinga Emma sebelum dia pergi. Kemudian menyuruh Emma untuk tidur kembali.

Tapi Emma merasa agak lega, saat Ross dan Nolan menyempatkan waktu untuk menonton pertunjukannya. Meskipun awalnya Emma kebingungan cara berinteraksi dengan mertuanya. Apalagi Emma tidak memiliki orang tua yang dapat membimbingnya untuk berhadapan secara baik dengan mertuanya. Beruntung Ross, adalah wanita berpikiran simpel tidak terlalu banyak bicara. Sedangkan Nolan, dia selalu menuruti apa keinginan istrinya.

Emma menatap cermin meja rias. Ia mengatur pernapasannya. Kemudian ia melangkah ke belakang panggung. Karena sebentar lagi adalah waktu giliran penampilan Opera setelah pertunjukan Ballet.

"Kau luar biasa gugup Em.." Tukas Jessy, teman dekat Emma di akademik musik. Jessy-lah yang membuat Emma bisa debut lebih cepat, sebab perempuan itu memiliki kenalan orang dalam di pementasan Opera Bolshoi Theater.

"Iya. Dan sekaligus sangat bersemangat." Balas Emma membuat kesan geli untuk mereka berdua. Akhirnya mereka tertawa pelan.

Pementasan di mulai. Emma melakukan sebaik mungkin. Ini adalah impiannya. Bahkan air matanya sampai menetes tak menyangka dirinya bisa menggapai cita-citanya untuk tampil di tempat impian dan terkenal di seluruh dunia. Dadanya menggebu, merasa bangga pada dirinya sendiri. Meskipun ia tidak bisa menunjukkan keberhasilannya pada orang tuanya-seperti teman-temannya yang lain. Tetapi Tuhan memberikannya keluarga baru untuknya. Ia melihat Ross dan Nolan menikmati penampilannya layaknya orang tua untuk Emma.

Asalkan disini ada Rhys.... Emma sedikit merasa sedih lelaki itu sungguh tidak bisa menyempatkan waktu untuknya.

Tepuk tangan meriah mengiringi akhir pementasan. Senyuman Emma terus mengembang, sampai rasanya sulit untuk mengabaikan sedikipun momen berharga ini. Para pementas turun ke belakang panggung theater. Dan Emma dikejutkan dengan kemunculan Rhys dengan sebuah topi sedang menantinya di anak panggung terakhir.

Lelaki itu tersenyum, sambil menggenggam telapak tangan Emma untuk membantu perempuan itu turun. Sedangkan tubuh Emma terasa membeku seketika. Lagi-lagi kejadian ini sama seperti di dalam mimpinya. Benarkah ia sedang berdelusi?

"There is another Giovinco." Ujar Rhys namun Emma tak mengerti apa maksudnya. Rhys membawanya ke tempat yang lebih sepi. Di ujung lorong dekat sebuah gudang.

"Kau sangat cantik malam ini. Aku juga luar biasa bangga kalau wanitaku benar-benar memiliki suara yang memukau." Puji Rhys mengamati tubuh Emma terbalut gaun coklat muda memberi kesan anggun. Rhys menghimpit tubuh Emma ke tembok, sambil jemarinya membelai pipi perempuan itu. Kemudian mereka berciuman. Saling berpelukan erat hingga napas mereka tersengal menebus kerinduan.

"Aku merindukanmu Rhys. Sudah tiga hari ini kau tidak pulang. Aku kira kau tidak akan datang." Emma mengamati wajah lelah Rhys yang tetap tampan dan sesekali memastikan topi hitam Rhys sama persis dengan yang di dalam mimpinya.

The Operational Gentleman ♣︎ [COMPLETED]Место, где живут истории. Откройте их для себя