29. Mendebarkan

12.6K 1.2K 49
                                    

Rhys memandang keributan pelayan di depan kamarnya.

"Ada apa ini?" Suara berat Rhys membuat semua terlonjak ketakutan. Sebab sejak sejam lalu, nona Emma melewatkan makan siangnya dan para pelayan kesulitan membujuk Emma untuk keluar dari tempat persembunyiannya.

"Nona Emma, tidak mau membuka kunci pintunya." Salah seorang pelayan memberanikan diri untuk angkat bicara.

"Kalian pergi, biar aku saja yang mengurusnya." Semua mengikuti perintah Rhys dan segera meninggalkan Rhys sendirian.

Di dalam, sosok Emma masih menyembunyikan diri di balik selimut. Mengunci diri di dalam kamar, merupakan satu-satunya cara untuk melindunginya. Sebab ia tidak ahli melakukan sebuah perlawanan dari serangan tertentu. Apalagi jika lawanya adalah seorang laki-laki, mungkin dirinya akan kalah telak.

Ketukan pintu terdengar kembali bersautan, tetapi kali ini suara Rhys muncul di balik pintu. Segera Emma menyibakkan selimutnya, menuruni ranjang dan berlari membuka kunci pintu. Akhirnya laki-laki itu kembali. Ketakutan Emma berubah menjadi kelegaan tiada tara.

Saat pintu terbuka, Emma malah mendapatkan kemarahan Rhys. "Kenapa kau kunci pintunya? Kau melewatkan makan siangmu!" Bentak Rhys seketika Emma melangkah mundur. Kemampuan biacar Emma mendadak kaku, tanpa bisa mengeluarkan satu katapun untuk membantahnya.

"Kau hamil Emma. Kau harus memikirkan anakmu. Jangan bersikap seperti ini!"

Jangan menangis! Perintah alam bawah sadar Emma sebisa mungkin agar diri Emma tidak terlihat lemah, sebab ia benci di rendahkan dan dikasihani oleh orang lain semenjak di panti asuhan.

"Atau karena kau marah padaku, hanya karena masalah Jordan menjadi pengawalmu? Oke. Aku akan mengganti dia." Lanjut Rhys menatap lekat kedua mata Emma. Sebenarnya ia tidak ingin bersikap keterlaluan seperti ini pada Emma, tetapi kadang sikap keras kepalanya benar-benar tidak boleh ditoleransi sama sekali.

Emma memejamkan matanya sejenak. Mengumpulkan semua keberaniannya dan ia mulai angkat bicara, meski dadanya terasa penuh sesak.

"Aku minta maaf." Hanya kata itu yang dapat keluar dari mulut Emma, namun Rhys membalas dengan sebuah cengkraman kuat menyakitkan di kedua lengan Emma.

"Kau sering menyerahkan diri dan memilih mengakui kesalahanmu. Sekarang aku minta jelaskan padaku, kenapa kau bertindak seperti tadi?" Emma menundukkan pandangannya, tak kuat menatap kegeraman Rhys begitu mengintimidasi dirinya.

Diri Emma tidak sanggup lagi menahan semua ini. Kakinya tak mampu menompang tubuhnya, membuah ia hampir terjatuh ke lantai jika Rhys tidak langsung menahannya. Emma menggenggam kuat lengan jaket Rhys dengan gemetaran.

Setelah beberapa waktu berlalu dan dirasa diri Emma sudah agak membaik. Perempuan itu melepaskan diri dari rengkuhan Rhys lalu menatap lelaki itu tajam, "ku kira kau mengerti ketakutanku. Tapi ternyata aku salah. Aku tidak akan mengulangi sikap seperti itu lagi."

Untuk pertama kalinya bagi Rhys. Ada seseorang yang dapat bertahan hingga akhir dari sugesti mematikan darinya. Meskipun, padangan Emma terlihat mulai kabur oleh rasa pusing yang mendera.

"Sudah berulang kali aku mengatakan, kalau aku takut pada Jordan. Dan kau juga tidak kunjung mengerti hal itu. Jordan menyukaiku. Setiap kali dia melihatku, dia seperti ingin menelanjangiku. Walaupun itu hanya perasaanku saja tanpa didasari oleh apapun. Ya Tuhan, ku kira kau mengerti ketakutanku." Air mata Emma menetes menahan semua kata-kata itu agar tidak keluar dari mulutnya. Jemarinya memijit pelan keningnya, serta menghindari Rhys ketika lelaki itu mencoba menyentuhnya.

Emma melangkah gontai ke kamar mandi. Sejak tadi pagi perutnya terasa seperti di aduk dan ingin memuntahkan apa saja yang dia makan. Alasan itu juga mendesak Emma untuk menghindari makan siang. Dan betul, Emma segera lari ke closet, memuntahkan cairan lambungnya.

The Operational Gentleman ♣︎ [COMPLETED]Where stories live. Discover now