24. Ketakutan

15.6K 1.3K 20
                                    

"Jangan menangis, Kekasihku... Janganlah menangis dan berbahagialah, karena kita diikat bersama dalam cinta. Hanya dengan cinta yang indah... kita dapat bertahan terhadap derita kemiskinan, pahitnya kesedihan, dan duka perpisahan" (Kahlil Gibran)

~**~

Bergegas ia memasang mantelnya, mengganti sandalnya dengan sepatu boots, meraih ranselnya serta ia tak lupa menikmati kecupan di bibir Rhys, ketika laki-laki itu masih terlelap di atas ranjang. "Aku berangkat."

"Semoga ujianmu sukses." Ujian semester Emma yang membuat mereka menunda bulan madu hingga satu minggu lagi. Setelah pernikahan kemarin lusa, mereka terpaksa hanya bergemul di dalam rumah seharian. Dan mengatur sedemikian rupa bagian keamanan agar mengawas dari wilayah yang cukup jauh supaya memberikan privasi untuk mereka berdua. 

"Terima kasih Rhys." Rhys mengangguk sebagai respon atas ucapan Emma. Pagi ini, perempuan itu tampak semangat, senyuman cerahnya sukses menular pada Rhys. 

Emma melangkah terburu menuju mobil. Tangannya tergenggam sebuah catatan rangkuman mata kuliah yang nanti diujikan. Nanti pukul sebelas siang jam ujiannya berakhir, ia sudah bisa langsung pulang. Entah ada angin apa dirinya begitu bersemangat, hatinya dalam keadaan mood yang baik. Padahal semalam ia sempat kesulitan tidur, sampai tubuhnya merasa pegal dan otaknya tak mau diajak untuk belajar. Sampai-sampai Rhys menemaninya terjaga, meskipun laki-laki itu berulang kali kesulitan menahan kuapan kantuk. 

Senyuman Andre terhias saat laki-laki tua itu membukakan pintu mobil untuknya. "Pagi Andre."

"Selamat pagi juga nona." Andre memanggil sesuai keinginan Emma. Katanya sebutan nona terlalu tua untuk diri perempuan itu. 

Saat Emma menduduki jok penumpang, keningnya langsung berkerut menatap pengawal bernama Jordan di balik kemudi mobil. "Bukankah seharusnya Thomas yang mengawal diriku?"

"Mulai hari ini adalah saya nona." Jawab Jordan sembari menatap Emma dari pantulan cermin tengah mobil. 

"Rhys tidak mengatakan hal ini padaku." Sontak Emma menggelengkan sedikit kepalanya. Merasa yakin bahwa dirinya tak melupakan sesuatu hal penting yang dikatakan Rhys padanya. 

"Baru pagi tadi, tugas kami berganti." Benar sekali, dari awal pertemuan mereka. Laki-laki itu begitu mencurigakan. Alam bawah sadarnya bersiap-siap mengantisipasi tanda bahaya. Keadaan ini begitu aneh dan seperti di rencanakan. 

"Tunggu, ponselku tertinggal." Emma berbohong pada pengawal tersebut. Ia buru-buru beranjak turun dari mobil dan mengabaikan pertanyaan yang dilontarkan oleh Andre saat melangkah kembali kedalam rumah. Sedangkan Jordan tersenyum tipis atas kecurigaan perempuan itu padanya. Ia tidak menahan kepergian Emma, biarkan perempuan itu kalut dalam pemikirannya sendiri. Lagi pula Jordan menikmati hal-hal seperti ini. 

Di ruangan santai menghadap pemandangan halaman rumah. Ada sosok Rhys tampak menghentikan pergerakannya mengambil secangkir kopi yang dibawakan oleh seorang pelayan. Matanya menatap bingung mendapati diri Emma menghampirinya. "Ada apa sayang?" ujar Rhys serius sebab ekspresi Emma sangat panik, tidak seperti beberapa saat lalu.

"Kau mengganti pengawalku?" Emma malah balik bertanya. 

"Iya. Namanya Jordan Avendis. Tingkat kemampuannya lebih tinggi dan terpercaya dari yang lain, dia pernah menjaga Laura sebelumnya." Meskipun sejujurnya, Rhys tidak percaya pada siapapun. Manusia adalah makhluk paling munafik. Pikirannya bisa berubah-ubah tak menentu, bahkan Rhys juga kurang percaya pada dirinya sendiri. Tidak yakin bahwa setelah sumpahnya bersama Jonathan untuk melajang seumur hidup, ujungnya berakhir terpikat pada Emma Austen. 

The Operational Gentleman ♣︎ [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang