19. Tentang Giovinco

16K 1.5K 28
                                    

Sibuk..

Semua orang di kediaman Jonathan di sibukkan oleh menghilangnya Amora. "Aku hanya menyuruhmu untuk menunggu Amora sebentar untuk mandi. Dan kau membuat anakmu itu menghilang tanpa alas kakinya."

Omelan Jenny membuat telinga Jonathan sedikit berdengung. Belum lagi mendengar ocehan Laura tentang betapa bodohnya dirinya mengurus anak. "Apa yang kau lakukan Jonathan! Sampai kau bisa mengabaikan anakmu. Bagaimana jika Amora menemukan sebuah pisau, dan tangannya terluka?"

"Berhentilah berpikir negatif! Otak istriku bisa rusak atas ucapanmu itu." Jawab Jonathan amat kesal. Memiliki adik cerewet memang membuat tensi darah meningkat.

Jonathan mengacak rambutnya frustasi. Amora adalah anak kecil yang hiperaktif, dia begitu lincah menghindar dari orang-orang sekitar. Bahkan Nolan, Ross, dan para pengawalnya sering kehilangan jejaknya.

"Aku menemukan bocah kecilmu ini. Dan bisa kau ajarkan untuk berhenti memanggilku kakek. Aku tidak setua itu untuk menyandang panggilan sialan itu." Ujar Rhys menggunakan nada penekanan pada Jonathan.

"Jenny! Aku sudah menemukannya." Teriakan Jonathan sampai hingga terdengar ke ruangan dapur, dimana tadi Jenny mencari Amora.

Jonathan mendengus sebal, lalu mengambil Amora dari gendongan pamannya. "Jaga ucapanmu. Anakku bisa keracunan oleh omongan burukmu itu! Dan kau harus pasrah pada takdirmu, kalau kenyataannya kau sudah memiliki seorang cucu." Jonathan mengakhiri ucapannya dengan sebuah cibiran.

Asalkan ini di ring tinju. Rhys amat senang hati melayangkan hantaman keras ke kepala bocah tengik itu hingga gegar otak. Penuh kesabaran, Rhys mengehela napasnya untuk meredakan emosinya. Ia harus bersikap normal di hadapan anak kecil dan Emma.

Sosok Jenny muncul, mulut wanita itu masih mengoceh kesal pada keteledoran Jonathan. Setelah ia memastikan Amora tidak menginjak sesuatu benda tajam yang dapat melukai kakinya, Jenny baru mulai menyapa para tamunya.

"Selamat datang paman Rhys. Siapa yang kau bawa? Apakah peliharaan barumu?" Mata Jenny tertuju ke arah gadis asing berdiri di sebelah Rhys.

"Wah.. tidak baik melakukan balas dendam nona." Tegur Rhys tak terima, Emma di juluki seorang peliharaan. Memang benar-benar Jonathan dan Jenny paket lengkap untuk membuat telapak tangannya gatal.

"Hahaha. Aku hanya bercanda. Dia sering mengatakan para wanita adalah seorang peliharaan. Rasanya ingin kulakban mulutnya itu saat pertama kali mendengarnya." Ujar Jenny sambil menatap gadisnya Rhys. Emma hanya memberi senyuman memaksa atas lelucon Jenny yang tidak lucu sama sekali baginya.

Rhys bergabung dengan keluarga besarnya, sedangkan Emma mengobrol bersama di kamar Laura seusai bekenalan dengan para anggota keluarga Rhys.

Sesampai di kamar berdesign serba kayu, memberi kesan hangat sekaligus dingin. Laura dan Emma merebahkan diri di atas kasur, sembari menatap langit-langit kamar.

"Jadi, bisa kau jelaskan. Mulai dari kapan kau memiliki hubunga khusus dengan pamanku?" tanya Laura penuh nada menggoda.

"Terlalu rumit. Aku sulit menjelaskannya. Intinya dia melamarku."

"APA!" Tubuh Laura mendadak gerah. Tangan bergerak mengibas lehernya agar mengurangi panas mendera pada sekujur tubuhnya. Laura memang mengomeli paman Rhys agar cepat menikah, tapi kenapa harus menikah dengan sabatnya sendiri.

"Asal kau tau, pamanku itu pikirannya sangat abstrak. Dan ada banyak masalah yang dia perbuat. Kau bisa kelimpungan menghadapi sikap absurdnya. Ya Tuhan. Entahlah, aku harus mengucapkan selamat padamu atau peringatan bencana."

"Apa seburuk itu sikapnya, sampai kau mengatakan Rhys adalah sebuah bencana." Karena bagi Emma, selama ini Rhys tidak pernah merugikannya sama sekali, malah bertindak kebalikan dari ucapan Laura.

The Operational Gentleman ♣︎ [COMPLETED]Where stories live. Discover now