22. Harapan Kosong

15.4K 1.3K 17
                                    


"Ternyata aku benar, kalau kau adalah Emma Austen dari Genocide orphanage."

Pandangan Emma tak tergoyahkan. Orang yang berada dihadapannya sekarang adalah laki-laki brengsek! Ia tidak akan pernah takut padanya, meskipun berbagai macam bentuk ancaman ditunjukkan untuk mendesaknya.

Cengkraman tangan lelaki itu di rahang Emma semakin menguat, sampai menimbulkan rasa nyeri menyakitkan. "Katakan dimana Elena?!"

Batin Emma seketika memanas. Dasar laki-laki bejat! Setelah meninggalkan Elena dalam keadaan hamil, lalu melahirkan dan mengurus anak seorang diri diumur masih sangat muda. Sekarang untuk apa laki-laki itu mencarinya?

"Singkirkan tangan kotormu, Taylor! " Kata-kata Emma begitu dingin nan terkendali. Baginya tidak layak seorang Emma Austen bersikap sopan santuh terhadap orang-orang yang berpikir rendah, bertingkah arogant serta egois. Dan hal terpenting adalah orang yang tak memiliki hati nurani.

"Sialan!" Kemarahan Taylor meletup. Apapun ia akan lakukan untuk mendesak perempuan ini supaya memberi tahu dimana keberadaan kekasihnya, Elena Vesnina.

Sebuah tangan menarik Taylor dari belakang, dan dalam pergerakan detik, wajahnya telah terhantam keras oleh kepalan tangan. Taylor kehilangan keseimbangan menyebabkan dirinya terhuyung jatuh menyentuh lantai. Tidak berhenti sampai disitu, selanjutnya bagian perut dan kakinya ditendang brutal secara beturut-turut membuatnya langsung kalap hampir hilang kesadaran.

Taylor merasakan tubuhnya ditarik paksa hingga berdiri. "Kau terlalu lemah untuk berani menggangu wanita milik Giovinco!"

Jantung Taylor seketika tercengkram kuat. Napasnya-pun juga ikut tersendat hebat, ia tidak dapat menggerakan satupun sendi di seluruh tubuhnya. Nyawanya kini seolah sedang diterjang kematian.

"Hentikan Rhys, dia kekasihya Elena. Jangan sampai kau membunuhnya." Berat hati Rhys menjatuhkan tubuh laki-laki brengsek itu tergeletak pingsan di atas lantai. Kemudian menghampiri Emma.

Emma memberikan sebuah pelukan erat pada Rhys, agar kemarahan laki-laki itu dapat mereda. Tapi, tindakannya tidak berefek apapun malahan sebaliknya Rhys langsung mengangkat tubuhnya lalu membawa dirinya masuk ke dalam mobil Audi.

"Andre, siapkan keberangkatan kami menuju Moskow. Tampat ini sudah tidak aman untuk Emma." Perintah Rhys pada Andre sebelum laki-laki tua itu menutup pintu mobil.

Apa? Emma tidak salah dengar bukan, bila Rhys bertindak terlalu jauh hanya karena ulah Taylor padanya?

Sungguh Emma ingin menyuarakan sebuah protesan terhadap laki-laki itu. Tapi saat matanya menangkap kekhawatiran Rhys di balik aura mengerikannya, ia segera mengurungkan niatnya. Bisa terjadi keributan dan pedebatan parah bila mereka sedang dalam suasana hati yang buruk. Emma tidak mau repot menguras emosi untuk hal sepert itu.

Emma mulai angkat bicara, setelah di rasa perjalanan telah berlalu cukup lama dan pastinya emosi Rhys lumayan mereda. "Kau ingat aku pernah menyebutkan nama Gris? Taylor adalah ayahnya kandungnya."

Rhys terdiam menahan semua bentakan keras yang hampir lolos dari mulutnya, matanya terkunci menatap pemandangan malam dari balik jendela. Tentu hatinya tersulut marah mendengar Emma masih saja menyebutkan kembali nama laki-laki brengsek tersebut. Ia tidak peduli, tentang Emma, Elena dan Taylor yang saling menjembatani satu sama lain.

Mereka balik kepada kesunyian meninggalkan suara deruman mesin mobil. Dalam duduk, Emma gusar merasakan batinnya resah tanpa alasan kuat. Ia mengeluarkan desahan berat kemudian melepas seatbelt nya. Berlanjut, dirinya naik ke atas pangkuan Rhys dan kini mereka saling berhadapan.

The Operational Gentleman ♣︎ [COMPLETED]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora