18. Aldan

15.8K 1.5K 30
                                    

Reaksi patah hati....

Jika wanita patah hati, dia akan berusaha untuk terlihat lebih baik atau mencari pria lain yang lebih baik. Pikiran mereka juga akan terfokus pada perbaikan diri mereka sendiri. Mungkin selama ini ada tindakan buruk yang merusak hubungannya dengan kekasihnya.

Sedangkan para pria akan menunjukkan reaksi yang akan merusak diri mereka sendiri atau bersedih karena kehilangan waktunya. Bahkan emosi mereka tidak berhenti melebihi wanita.

~**~

Lampu telah menyala menerangi setiap sudut kamar. Sambil duduk bersila, Emma mengamati wajah Rhys bertelentang serta bertelanjang dada. Tampak ada beberapa garis kasar di rahang, dia juga tidak mencukur jambangnya hingga menimbulkan bulu-bulu kasar, dan paling mengejutkan adalah mata Rhys terlihat sangat lelah dan memancarkan kekecauan.

Berbanding terbalik dengan Emma. DIpandangan Rhys, gadis itu semakin menunjukkan sisi manisnya. Bahkan rambut Emma tergerai indah berwarna hitam pekat serta kulit secerah minyak zaitun tampak seksi tanpa ditutupi warna pucat.

"Aku membaca buku diary-mu. Dan ada beberapa hal yang ingin ku tanyakan. 1st January 2015, kau menuliskan tentang cinta. Apakah kau pernah jatuh cinta pada seseorang?"

Mendengar ucapan Rhys mengenai buku diary, Emma turun dari ranjang dan mengambil buku bercover coklat miliknya yang diletakan di sofa. Lalu kembali ke sisi Rhys.

"Kau pasti berpikir yang tidak-tidak. Rata-rata tulisan di sini bukan tentang diriku. Aku sedikit bisa membaca perasaan orang lain, melalui ekpresi wajahnya dan cara bicaranya. Kalau ada sesuatu yang menarik aku akan tulis.

Seperti tanggal 27 Agustus 2015.

'Bingung mendera di tepi hidupku.

Ada apa dengan orang yang mencari kesalahan orang lain?

Nyatanya dia lebih busuk dari orang yang dia hujat.'

Aku menulis itu karena, temanku tidak berhenti membully orang lain. Dia pintar sekali berbohong, tersenyum melihat orang lain bersedih dan benci melihat orang lain bahagia. Dari kecil orang tuanya sudah membiasakan hidupnya seperti itu, hingga sifat buruknya kini sudah mendarah daging."

Rhys mengangguk paham atas penjelasan Emma. Namun, dia masih belum terlepas pada tulisan Emma yang bertulisakan seseorang yang melihat seorang suami membunuh istrinya. Rhys bergerak untuk duduk bersila di hadapan Emma, sembari mengambila buku diary dari tangan gadisnya lalu ia membuka halaman yang menerangkan tanggal 16 Desember 2016, jam satu malam.

"Kalau ini, siapa yang melihat seorang suami membunuh istrinya?" Emma membaca halaman yang ditunjukkan oleh Rhys.

"Itu aku. Tapi itu hanya mimpi... Kisahnya, ada seorang laki-laki yang mendekatiku, gambaran wajahnya tidak terlalu jelas, dia memiliki senyuman cukup aneh. Dan ternyata di sudah menikah. Karena di jatuh cinta padaku, dia membunuh istrinya bertepatan aku sedang mengunjungi rumah laki-laki tersebut.

Mimpi itu begitu nyata dan mengerikan. Dalam ingatanku, gedung apartemennya sangat kumuh lebih dari apartemenku dulu.

Dia sempat melihatku saat membunuh istrinya, aku berlari menuruni tangga lalu dengan santainya dia berjalan mengikutiku dari belakang dengan menggenggam sebilah pisau tajam yang mengkilau oleh lampu. Dan setelah itu aku terbangun."

Ucapan Emma bisa dipercaya, sebab ia tidak mendapatkan informasi apapun tentang laki-laki pembunuh dari tulisan perempuan itu. Jadi, sekarang tidak ada yang perlu di khawatirkan lagi.

Mimpi itu begitu nyata dan mengerikan. Dalam ingatanku, gedung apartemennya sangat kumuh lebih buruk dari apartemenku yang dulu.

Alam bawah sadar Rhys berputar memikirkan kata-kata tersebut. Kelebihan seorang pembantai adalah dapat secara otomatis menangkap aroma mengganjal walaupun belum ada bukti jelas untuk menjelaskan dugaan tersebut.

*

*

*

Deretan pohon pinus menjulang indah tumbuh di sepanjang jalan menuju kediaman Nolan Giovinco. Sebentar lagi Emma dapat bertemu dengan Laura. Berhubung, Rhys mengajaknya ke acara ulang tahun pernikahan keponakan laki-laki tersebut, bernama Jonathan Giovinco bersama istrinya, Jenny Violena di Aldan, Rusia.

"Aku sering berburu hewan di sana bersama Jonathan dan Darcy." Mata Emma mengikuti jari telunjuk Rhys yang mengarah pada hutan lebat di atas bukit.

"Dan rumah Jonathan, ada di kaki bukit tersebut."

"Wah..." Seru Emma sangat antusias. Tinggal di dekat lingkungan alam memang sangat menyenangkan. Panti asuhan Emma dulu juga berada tak jauh dari pantai. Dan hampir setiap pulang sekolah ia menikmati matahari tenggelam. Dengan berbagai warna indah sang-mega sore terpancar di langit.

"Kau ingin kita tinggal dimana setelah menikah?" Emma menjawab pertanyaan Rhys dengan gelengan kepala. Ia tidak pernah bermimpi memiliki sebuah rumah, mengingat dulu kondisi ekonominya sangat rendah. Paling ia mengharapkan apartemen yang cukup besar, untuk menampung dirinya, Elena dan Gris. Karena rencana awalnya, setelah Emma sukses, ia berkeinginan membawa mereka berdua tinggal di Moskow.

"Rumahmu yang ada di Moskow. Itu lebih dari cukup." Untuk apa membeli rumah lagi, bila mansion Rhys sudah sangat memenuhi syarat. Halaman rumah yang indah dan besar, kolam renang, dan yang penting ada perapian di dalam rumah bukan mengandalkan sebuah penghangat listrik murahan di saat musim dingin.

Ponsel Emma berdering, menampilkan nomor yang tak dikenal. Ketika ingin mengangkat telpon tersebut, tiba-tiba panggilan terputus sepihak. Kemudian muncul pesan masuk.

Kau ingin tau, siapa orang tua yang telah membuangmu ke panti asuhan?

Pesan itu lagi. Ekspresi Emma menampilkan kegusaran. Ia tidak betah di teror seperti ini terus menerut. Lagi pula apa untungnya orang tersebut, jika ia tau kebenaran siapa orang tuanya.

"Rhys, ini sangat aneh. Dia tidak berhenti menerorku di email dan sekarang dia mengetahui nomor ponselku." Emma menunjukkan pada Rhys beberapa email aneh dengan akun yang sama di ponselnya.

"Balas pesannya, bahwa kau ingin mengetahui orang tuamu. Biar aku yang menghampiri dia, saat orang itu mengajakmu untuk bertemu." Mendengar perintah Rhys, Emma langsung mengikutinya. Dia mengirim pesan singkat sesuai apa yang katakan Rhys tadi dan tak lama ia mendapat balasan.

"Aku harus bertemu denganmu. Kau sedang ada dimana?" Emma membacakan balasan pesan pada Rhys.

"Aku sedang banyak urusan. Bisa kita bertemu minggu depan. Tulis seperti itu, dia pasti berpikir mudah untuk mengendalikan orang lain. Kita perlu mengerjai dia. Tenang saja, kau tidak perlu khawatir, dia hanyalah penipu amatir." Setelah membalas pesan, Rhys yang menyimpan ponsel Emma.

Tak lama dari itu, mobil Audi Rhys telah sampai di kediaman Jonathan. Sungguh Emma tidak sabar bertemu dengan Laura. Padahal, ia tidak pernah seantusias ini jika menemui sahabatnya. Mungkin efek dari ia seorang memiliki kekasih, jadi semua berubah terasa menyenangkan.

Tawa anak kecil mengejutkan Emma, saat perempuan itu keluar dari mobil Audi. Mata Emma bergerak mencari asal suara, dan ia langsung menemukan batita perempuan sedang bersembunyi di balik mobil Audi.

"Aku tidak bisa menemukannya. AMORA DIMANA KAU.." Panggil Rhys sambil terkekeh. Rhys perlahan melangkah ke belakang tubuh Amora dan langsung mengangkat gadis kecil itu.

"Sulit sekali menemukanmu." Amora terkejut kemudian tertawa kembali kegelian, karena Rhys menciumi telinganya.

"Hentikan! hahahaha. Hentikan kakek Rhys." Wajah Rhys berubah cemberut.

Dan sekarang Emmalah yang tertawa sampai meneteskan air mata. Ia tidak menyangka, Rhys sudah menyandang sebutan kakek.

The Operational Gentleman ♣︎ [COMPLETED]Where stories live. Discover now