41. Emma Flourenza

13.3K 1.2K 29
                                    

Selama penerbangan Moskow-Brazil, Rhys terus dalam keadaan terjaga untuk mengawasi keadaan sekitar. Paling ia hanya menikmati beberapa cangkir kopi untuk menemaninya. Sedangkan Emma lebih banyak menghabiskan waktunya dengan terlelap, karena memang perempuan itu masih perlu istirahat banyak.

Kursi Emma telah diselonjorkan sedemikian rupa, agar perempuan itu nyaman dalam tidurnya. Tubuh Emma kini bergerak meringkuk ke arah Rhys serta mulutnya lagi-lagi bergumam aneh. 

"Bangunlah kita mau mendarat..." Bisikan Rhys di telinga, menggelitik diri Emma. Ucapan Rhys memang benar adanya, sebab maskapai penerbangan sedang memberikan informasi bahwa pesawat sebenantar lagi akan mendarat, dengan menggunakan tiga bahasa asing secara bergantian. 

"Kursimu harus di kembalikan dalam posisi semula. Dan kau harus segera memasang seatbelt mu." Rhys membenarkan kursi Emma. Kemudian memasangkan seatbelt untuk perempuan itu dan Rhys terekekeh melihat Emma berusaha keras melawan kantuknya. 

"Padahal kau hanya bangun ketika makan. Kenapa masih sangat mengantuk? Hem..." Rhys mengecupi pipi Emma dengan gemas. Lalu merapihkan anak rambut perempuan itu dari wajahnya. Tanpa disadari, Rhys sangat senang mengurus diri Emma. 

"Mungkin karena obat yang kuminum." Ujar Emma pelan dan dibalas sebuah anggukan oleh Rhys. 

Keheningan menemani mereka kembali. Kini Emma telah sadar sepenuhnya, namun tubuhnya menyandar malas di lengan Rhys.  

"Rhys..." panggil Emma pelan, matanya mengadah sedikit ke atas untuk memperhatikan tatapan mata laki-laki itu yang tak pernah lepas dari sorotan tajam. Tetapi akan melembut sektika saat memandangnya. 

"Hem...?" Rhys menoleh ke arah Emma, hingga membuat tatapan mereka saling bertemu. 

"Aku mencintaimu..." seru Emma dengan nada menggoda. Demi Tuhan, sebenarnya ia malu mengatakan hal seperti ini. Seolah ini bukan dirinya sendiri. Sayanganya, Emma tidak bisa membuat Rhys selalu di posisi memberi dalam hubungan mereka ini. Lelaki itu juga butuh timbal balik. 

Mendengar ungkapan itu, bibir Rhys secara otomatis sedikit terbuka. Kemudian tak lama senyuman merekah lebar. Bahkan Rhys tak berhenti terkekeh pelan, dan terselip sikap gugup diiringi bahagia. Yah, dirinya memang selalu mengharapkan kata-kata itu terucap dari mulut Emma. 

"Seharusnya kau tidak mengatakan itu disini. Karena aku tidak bisa langsung membawamu ke atas ranjang." Seru Rhys bersuara serak sambil mengecup bibir Emma sekilas, lalu melanjutkan ucapannya. " Aku juga mencintaimu."

Hati mereka terdera rasa hangat yang nyaman. Nyatanya cinta adalah hal sederhana, membimbing mereka ke posisi untuk saling memahami satu sama lain. 

*

Sekarang profesi Emma berubah menjadi pemandu wisata. Dia menjelaskan tentang banyak hal, berkeliling ke wilayah gedung panti asuhan bersama Rhys. Memperkenalkan Rhys pada Mrs. Belle dan beberapa pengurus panti di kantor lantai satu gedung, mengunjungi kamar panti yang pernah ditempati oleh Emma dan Elena yang terletak di lantai paling atas.

Dipandangan Rhys. Kamar itu terbentang cukup luas, terdapat dua belas ranjang berukuran sedang dan masing-masing juga mendapatkan satu lemari. Disebelah kanan dinding terdapat jendela tanpa tralis berdesain tinggi nan besar saling berjajar hingga cahaya mentari menerobos terik. Kala itu anak-anak panti sedang bersekolah, jadi hampir seluruh ruangan sangat sepi meninggalkan beberapa pengurus. 

"Sebenarnya laki-laki dilarang ke gedung perempuan, tapi sepertinya Mrs.Belle menyukaimu dan sifat kerasnya menghilang entah kemana lalu tanpa pikir panjang dia mengijinkanmu." Emma mendengus. 

The Operational Gentleman ♣︎ [COMPLETED]Where stories live. Discover now