9. Pembantai

17.3K 1.6K 41
                                    

Dasar penganggu! dan Rhys benar-benar akan menarik pelatuknya sekarang juga, bila ia tidak teringat bahwa ada Emma di dekatnya. 

Padangan serta pikiran Emma masih dilingkupi kabut setelah sesi ciuman yang luar biasa. Jadi, jawaban Rhys belum terjawab sama sekali. Dengan berat hati, Rhys mendengar penjelasan Emma nanti saja, lalu memilih mengangkat tubuh Emma untuk pergi dari restaurant ini, sebab dari kejauhan ada anak buah Rhys memberi isyarat kalau ia harus segera pergi karena tempat ini sudah tidak aman lagi. 

Memang Rhys sudah memikirkan resiko apa yang nanti ia dapat jika membawa Emma bersama dirinya ke tempat umum. Pasti, beberapa musuh keluarga Giovinco akan bergerak agresif saat mengetahui dirinya keluar dari persembunyian bersama seorang gadis selain pelacur. 

"Kau mau membawaku kemana?" tanya Emma gelagapan. Rhys tidak hanya menggendong tubuhnya, tetapi tangan kiri laki-laki itu mendorong kepalanya agar bersembunyi ke dalam dekapannya. Aroma Luxury tubuh Rhys langsung mendominasi penciuman Emma, membuatnya makin gugup memicu degupan jantungnya makin keras. 

"Aku punya banyak musuh, dan tempat ini sudah tidak aman lagi." jawab Rhys amat serius, jujur kini Rhys kembali berekspresi mengerikan seperti mafia. 

Dulu Emma berharap, asalkan semua orang berkata jujur, maka tidak akan ada sakit hati yang mendalam. Namun sekarang, ia mengharapkan ucapan Rhys hanyalah sebuah gurauan atau lebih baik jika itu adalah kebohongan. 

Emma memejamkan erat kedua matanya, ketika merasa langkah Rhys makin cepat memasuki lift untuk turun ke lobby hotel, tiba-tiba sebuah ledakan tembakan terdengar keras disusul jeritan para tamu restaurant. Ini sungguh mengerikan, dalam hidup Emma ia belum pernah mengalami kejadian peneroran seperti ini. Padahal, dari awal ia sudah memiliki firasat bahwa Rhys bukanlah orang yang baik untuk didekati. Tapi kenapa dirinya tetap terjerumus kedalam. Jadi? apakah mulai dari sekarang hidupnya tidak akan tenang?  Meskipun, dari dulu hidupnya memang selalui dihantui oleh banyak masalah yang silih berganti. 

Tak butuh lama, lift sampai di lobby hotel. Setelah itu Rhys memasuki mobil Audinya lalu langsung menyelimuti tubuh menggigil Emma yang kini berada di pangkuannya dengan mantelnya. Rhys tau kalau Emma menggigil bukan karena kedinginan tetapi ketakutan setengah mati. 

Rhys memundurkan sedikit tubuhnya agar dapat melihat wajah Emma. "Kau sudah boleh membuka matamu. Disini sudah aman..." Mobil Audi Rhys telah melaju meninggalkan reataurant. 

Emma mendesah tenang. "Wah.. Itu sangat luar biasa menegangkan Rhys. Aku jadi penasaran, apakah ada orang yang tertembak?"

"Kau ingin aku tertembak?" Rhys malah melontarkan pertanyaan kembali. 

Emma terdiam. Sepertinya ia salah bicara, walaupun ia kurang mengerti dimana letak kesalahannya. Atmosfir di antara mereka berubah dingin. 

"Mereka ingin membunuhku." Rhys tersenyum miring, seolah memang hal itu bukan beban baginya. Kehidupannya yang terlahir sebagai keturunan Giovinco adalah ancaman bagi sebagian orang di dunia ini. Dan paling penting, dari awal Emma harus tau siapa dirinya yang sebenarnya. 

Mereka? berarti bukan satu orang melainkan banyak orang? Emma mencerna baik-baik ucapan Rhys. Selama beberapa detik Emma masih dalam diam, matanya menatap lekat kedua mata Rhys, mencari kebenaran tersimpan dalam benak laki-laki itu. "Kau seorang pembantai...?"

"Iya. Aku seorang pembantai. Kau ingat berita bulan lalu, ditemukan dua orang mati dengan luka tusukan parah di dekat pembuangan limbah tak jauh dari apartemenmu yang dulu. Aku adalah pelakunya. Aku yang membunuh mereka..."

Emma meremas kuat jaket denim Rhys. Tubuhnya gemetaran kuat, seolah nyawanya sedang terancam. Ia tidak mampu membayangkan bila laki-laki dihadapannya kini seorang mafia sungguhan dan dengan jujurnya Rhys mengungkapkan kebenaran. Alam bawah sadar Emma ingin memberontak agar dirinya diturunkan dari mobil ini. Namun, tubuhnya mendadak lemas tak berdaya untuk sekedar beranjak dari pangkuan Rhys. Nyalinya menciut, ia takut bertindak salah hingga membuat Rhys marah dan melukainya. 

Bukan hanya bulan lalu. Selama setahun terakhir, berita menyiarkan bahwa ada sebelas orang  dibantai dan dibuang secara acak. Melihat kondisi mayat terdapat bagian robekan, polisi meyakini  kalau sang pembunuh adalah orang yang suka menyiksa. 

Anehnya, para korban ditemukan sekitar sembilan malam hingga jam satu pagi. Dan, sang pelaku sengaja memberi beberapa petunjuk agar orang-orang dapat menemukan jasad korban dengan mudah. Sebagian warga yang tinggal di daerah tersebut mengeluh atas kemampuan polisi tidak kunjung menemukan sang pelaku. 

Jika benar Rhys membunuh dua orang, lalu sisanya siapa yang melakukan pembantaian? 

Emma tertegun saat tangan Rhys bergerak mendorong pelan kepalanya agar menyandar pada dada laki-laki itu. Mereka kembali terdiam, hanya terdengar suara mesin mobil terdengar ringan. Muncul banyak pertanyaan yang ingin dilontarkan oleh Emma. Namun, baginya ini bukan waktu yang tepat. 

Rhys adalah orang asing, dan mereka baru saling mengenal. Membahas tentang pembunuhan termaksud sesuatu hal berat untuk dibicarakan dalam perjalanan.

*

*

Sampai tiba ditujuan, Rhys baru menurunkan Emma dari pangkuannya. Emma makin dibuat terkejut, ternyata Rhys membawanya ke rumah Laura. "Bagaimana kau bisa tau, kemarin malam aku menginap disini?" tanya Emma penuh selidik. Ia benar-benar takut Rhys mengorek kehidupan pribadinya. 

"Aku tidak tau kalau kau kemarin menginap disini. Pantas saja aku tidak bisa menemukanmu dimana-mana setelah kebakaran di apartemenmu. Ternyata kau menginap disini..." 

Rhys malah ikutan terkejut mendengar pertanyaan Emma barusan. "Jadi kau adalah teman Laura Giovinco atau... kekasihnya Darcy Gioninco?" Rhys menekankan kata-kata terakhirnya. 

Benak Rhys memanas mengatakan dugaannya yang kedua. Ia sungguh akan membuat sekarat bocah tengik-Darcy Giovinco . Bila Emma adalah benar kekasih keponakannya itu.

Semua laki-laki Giovinco menyandang status bajingan! Dan Darcy merupakan tingkat pertama yang perlu dihajar, lebih gila dari Jonathan. Hampir semua wanita yang tidur semalam dengan Darcy, keesokan harinya mati tercekik. Jika Darcy tidak bertindak seperti itu dikeesokan harinya, berarti ada yang perlu dipertanyakan. 

Emma tersentak saat Rhys tiba-tiba menyudutkannya ke mobil sambil menatap tajam. "Aku adalah sahabatnya Laura dan kau siapanya Laura?" tanya Emma tak terima, mendapatkan sikap intimidasi Rhys, enak saja sedari tadi dirinya selalu dalam posisi salah terus menerus sejak mereka bertemu di restaurant tempat Emma bekerja. 

"Dia keponakanku.."

"Apa! berarti kau adalah pamannya Laura? Aku tidak tau kalau kau setua itu Rhys.." Emma berjengit mundur sembari menutup mulutnya dengan salah satu tangannya. Matanya menatap nanar diri Rhys. Ia sering melakukan perbuatan tidak sopan pada pamannya Laura ini. 

Rhys merasa tertohok atas ucapan Emma yang mengingatkannya, tentang Amora yang memanggilnya dengan sebutan kakek. Seharusnya waktu itu ia melarang Jonathan menikah cepat dengan Jenny. 

Sedangkan Emma tenggelam dalam pikirannya sendiri. Apakah Laura tau kalau pamannya adalah seorang pembantai?


The Operational Gentleman ♣︎ [COMPLETED]Where stories live. Discover now