Bagian 7 ~Perjalanan bersama

12.1K 685 25
                                    

"Itu karena..." ucapan Rai ia hentikan lalu ia menatap kedua orang di hadapannya, yang menatapnya dengan serius.

Kedua orang itu masih diam menunggu kelanjutan ucapan Rai dengan jantung yang berdetak cepat. Mereka sangat penasara.

"Itu karena ... aku juga tidak tahu."

Ucapan Rai sukses membuat kedua orang itu menjatuhkan kepala mereka dengan bodohnya. Seharusnya mereka tidak mempercayai ucapan Rai begitu mudah.

"Kenapa tidak bilang dari tadi jika kau gak tahu!" bentak Nico kesal.

"Ahahaha ... Maaf, maaf. Tidak aku sangkah kalian akan menanggapi ucapanku begitu serius," ucap Rai sambil tertawa lepas.

"Apa kau selalu seperti ini?" tanya Rika sambil melirik Rai yang masih tertawa lepas itu dengan malas.

***

"Hah..." helaan nafas berat terdengar dari Zen. Ia sedang duduk salah satu bangku taman bermain desa Vintage yang terlihat lumayan ramai. Ia mengangkat kepalanya menatap langit yang berwarna biru muda dengan awan putih yang terlihat lembut dan indah menghiasi langit.

Untuk apa kita harus menemuka putri itu? Aku masih tidak mengerti pikir Zen lalu hembusan angin yang cukup kencang mengangkat setiap helai rambut hitam Zen yang agak panjang tapi rapi itu. Apa benar ini adalah takdirku? Kenapa aku merasa menyesal telah di lahirkan dengan takdir ini? Lanjutnya lalu menatap ketempat dimana anak-anak desa itu sedang bermain dengan senangnya.

Aku hanya ingin hidup normal, tanpa perlu menanggung beban seberat ini. Apakah waktu tidak bisa di ulang lagi? Jika bisa, setidaknya aku ingin kembali ke waktu itu. Untuk menyelamatkannya batinnya dengan sedih menatap anak-anak desa itu.

Tiba-tiba lamunan Zen terbuyar, karena ada sesuatu yang mengenai kakinya. Zen menatap benda itu yang ternyata adalah piring yang terbuat dari karet atau biasa di sebut Frisbee. Zen bangkit dari tempatnya lalu mengambil frisbee itu lalu menatap ke kumpulan anak-anak laki-laki yang sedang menundukkan kepala mereka.

Zen berjalan mendekat salah satu anak yang tidak terlalu jauh darinya. "Ini," ucap Zen dingin sambil menyerahkan frisbee itu kepada anak di hadapannya. Anak itu menatap Zen dengan takut sambil menerima frisbee-nya, dengan gemetar. "Ma-maaf," ucap anak itu cepat sambil membungkukkan badannya setelah menerima frisbee-nya.

Zen menggerakkan tangannya lalu mengelus kepala anak itu dengan lembut. "Tidak masalah. Lain kali, jika kalian bermain itu, hati-hatilah," ucap Zen lembut membuat anak yang ada di hadapannya itu membulatkan matanya. "Ba-baik," ucap anak itu dengan malu.

Zen akan beranjak pergi meninggalkan anak itu. Namun pergerakannya terhenti, karena ada sesuatu yang menarik celananya. Begitu ia membalikkan Badannya, ternyata anak kecil tadi yang menarik celananya. "Ada apa?" tanya Zen dengan suara dingin seperti biasa.

"Siapa nama kakak?" tanya anak itu semangat. Zen diam sambil menatap anak itu. Akhirnya ia menjawab, "Zen."

"Salam kenal Kak Zen, aku Roberto," ucap anak itu senang. Namun Zen hanya diam sambil menatapnya dingin. "Kak Zen mau ikut main sama kita?" tanya Roberto semangat.

"Maaf, aku harus pergi," ucap Zen dingin lalu berjalan meninggalkan Roberto sendirian.

"Roberto! Apa sudah dapat?!" teriak salah satu temannya yang tadi menunggu cukup jauh dengan Roberto. Roberto langsung berbalik lalu berlari menuju teman-temannya, dan kembali bermain.

***

"Kepada anak kecil pun kau sangat dingin ya," ucap seorang wanita berambut merah diikat, memakai jaket pendek berwarna coklat yang ketat, menggunakan celana pendek berwarna hitam yang tiba-tiba muncul menghalangi jalannya Zen. "Siapa kau?" tanya Zen dingin. "Ah, maaf tidak memperkenalan diri terlebih dahulu, pangeran Zen," ucap wanita itu, dan sukses membuat Zen membulatkan matanya sempurna.

The Legendary Princess [END]Where stories live. Discover now