Bagian 8~Rencana

10.8K 552 13
                                    

"Jadi di sini kita menginap?" tanya Zen sambil memandang kesekitar. Ruangan itu memang sangat luas dan terlihat nyama. Sebenarnya Zen tidak masalah ingin tidur di mana saja, asalkan tempat itu bisa untuk tempat beristirahat.

"Benar. Sepertinya kak Rai dan Nico belum kembali, kalau begitu aku mau menata barang dulu," ucap Rika lalu berjalan memasuki kamarnya meninggalkan Zen sedirian di ruang tengah.

Zen berjalan dengan santai mendekati balkon yang terbuat dari kayu itu lalu memandang pemandangan yang terlihat sangat indah itu. "Kami pulang!" terdengar suara ceria yang sangat familiar bagi Zen.

Namun Zen tidak mempedulikannya dan lebih memilih menatap pemandangan di hadapannya. "Oh Rika, bagaimana apa kau sudah menemukan barang yang kau cari?" tanya Rai ramah saat Rika keluar dari kamarnya untuk menyambut Rai dan Nico.

"Ya, aku sudah membeli jubah baru," ucap Rika lalu menunjukkan jubah berwarna merah gelap yang terlipat rapi dan terdapat hiasan bunga mawar putih di atasnya.

"Wah, jubahmu bagus sekali, bahannya juga bagus, kau beli di mana?" tanya Rai takjub. "Aku membeli di tokoh tua pinggir kota, dan yang memilihkan ini adalah Zen," jelas Rika senang. Namun kedua orang di hadapannya membulatkan mata sempurna. Seperti tidak menyadari keterkejutan dari kedua orang dihadapannya itu. Rika memilih kembali ke kamarnya dengan santai.

"Apa yang tadi dia bilang?" tanya Rai tanpa sadar. "Dia bilang, jubah itu pilihan Zen," jelas Nico yang juga berekspresi sama dengan Rai. "Apa anak itu baik-baik saja?" tanya Rai tanpa bergeming dari tempatnya.

"Entahlah."

"Kalian kenapa?" tanya Zen menyadarkan kedua orang itu. "Eh apa?" tanya balik Rai bingung. "Aku sedang bertanya, kenapa kau mala balik bertanya, kak?" tanya Zen kesal. "Ah maaf, kami hanya terkejut saja," jawab Rai. "Memang ada apa?" tanya Zen bingung.

Rai berjalan mendekat Zen lalu menyentuh kedua pundaknya, dan menatap tajam Zen. "Zen, aku ingin kau jujur padaku," ucap Rai sambil menatap tajam Zen. Zen yang mendapatkan tatapan tajam dari kakaknya itu hanya bisa meneguk salivanya. "Ada apa kak?" tanya Zen sedikit gugup.

"Sejak kapan kau berpacaran dengan Rika?"

Duak.

Dengan cepat Zen langsung memukul kakaknya hingga menabrak dinding. Sungguh apa kakaknya ini bodoh? Mana mungkin dia berpacaran dengan wanita yang baru di kenal?

"Ouch ... Itu cukup menyakitkan, Zen," ucap Rai sambil berdiri dan mengelus kepalanya. "Apa kau bodoh kak?" tanya Zen tajam. "Mana mungkin aku berpacaran dengan seseorang yang baru saja aku kenal," lanjutnya kesal. "Tapi jubah itu..."

"Memang kenapa jika aku membantu memilihkan jubah untuknya? Apa salah?" tanya Zen semakin kesal. "Eh bukan, itu me-"

"Sudahlah, aku tidak ingin di sini. Aku pergi saja," potong Zen emosi lalu berjalan keluar dari kamar dan berjalan keluar dari penginapan. "Ya ampun, aku tidak tahu jika dia akan sesensitif ini," ucap Rai pasrah lalu berjalan memasuki kamarnya bersama Nico yang hanya bisa menatap Rai datar.

Tanpa mereka sadari, Rika telah mendengar semua pertengkaran kakak beradik itu. Apa ini karena dia? Sehingga kakak beradik itu bertengkar? Apa ini salah satu kesalahannya?

Rika memeluk jubah barunya dengan erat, dan terduduk sambil menangis tanpa menimbulkan suara. Sekali lagi, seseorang yang mengalami masalah karena dirinya.

***

Sinar sang rembulan telah di gantikan oleh sinar sang surya yang mulai menerangi permukaan Terania. Rai mulai terbangun karena terganggu oleh sinar sang surya. Ia sibak selimutnya lalu berjalan kedekat jendela, dan membuka jendelanya.

The Legendary Princess [END]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon