6. Half-Hanged Maggie

2.1K 206 2
                                    

Aku bukan penggila kisah-kisah legenda atau dongeng. Salah satu kisah horror yang membuatku sedikit merinding hanya kisah Jason Vorhees di film Friday the 13th saat aku masih kecil. Bahkan di antara anak perempuan yang menjadi target keusilan anak laki-laki saat remaja pun, aku bukan target yang asyik. Reaksiku terlalu datar saat seseorang menaruh serangga di mejaku dan hanya ber'ohhh' kecil saat jurit malam MOS kakak kelas menceritakan cerita seram. Butuh usaha lebih dari sekedar keras untuk membuatku ketakutan dan sayangnya cerita kuntilanak, pocong, suster ngesot dan sosok hantu urban lainnya tidak termasuk dalam kategori membangkitkan rasa takutku. Buatku bodoh sekali kalau seseorang bisa takut dengan jenis hantu yang bahkan tidak mempengaruhimu di dunia. Sama sekali tidak menakutkan dibandingkan dengan orang mabuk di pinggir jalan yang tidak punya uang dan lapar.

Christian juga tahu aku tidak terpengaruh dengan cerita-cerita hantu, karena ia sendiri adalah saksi hidup betapa tidak asyiknya diriku saat masih SMA. Dan komentarnya saat melihatku tidak menjerit ketika melihat kalajengking mati di dalam tasku adalah, "Ya ampun, Rena ... could you at least pretend that you scared? Kasihan sekali anak laki-laki teman sekelasmu yang sudah berusaha keras menarik perhatianmu."

Tapi tetap saja saat ini ia tidak peduli dan terus saja menceritakan kisah-kisah seram. Belum tentu juga kisah tentang Maggie Dickson layak dikategorikan kisah seram. Jadi siapa ini si Maggie Dickson? Nama yang sama dengan pub yang sekarang ini menjadi satu-satunya tempat yang kudatangi sejak seharian tadi aku sibuk menghubungi kantor penerbit buku yang menerbitkan novel Jane Ruthven. By the way, usahaku menelepon penerbit tidak mendatangkan hasil. Aku bahkan tidak mendapatkan apa-apa selain dengusan menyebalkan dari orang-orang yang menjawab teleponku dan berkeras aku menghubungi orang yang salah.

"Ren ... Ren ... hey are you listening me?"

Aku tersentak, baru menyadari aku tidak sepenuhnya mendengarkan cerita Christian. Bagian yang paling kuingat hanya nama julukan Maggie, 'Half Hangit Maggie' yang membuatku paham, justru nama julukan itu yang membuatnya terdengar seram. Tapi aku sama sekali tidak mendapati kesan seram di bar yang terletak di Grassmarket yang masih merupakan kawasan Old Town ini.

"Ehhh ... Ehmm, tentu saja," jawabku berbohong.

"Kamu bohong. Jadi kamu sudah berusaha menghubungi penerbit novel yang kamu bilang penulisnya adalah tunangan laki-laki yang sedang kamu cari?"

Aku mengangguk.

"Lalu? Bagaimana hasilnya?"

Aku menggeleng. Baik Christian dan akupun sama-sama menghela napas.

"Sudah kuduga. Novel itu terhitung novel lama. Aku pinjam dari koleksi teman sekamarku yang penggila novel fantasi dan horror."

"Tidak lebih lama dari tujuh tahun terakhir. Kenapa susah sekali menghubungi penerbitnya?"

"Simply just because it's a small publisher, honey. What else?"

Aku terpaksa mengangguk. Perjuanganku sangat panjang untuk bisa selangkah lebih dekat menemukan Jim. Aku akan coba menemukan cara lain. Tapi sementara itu, kupikir mendengarkan cerita seram tidak buruk juga.

"So .... Ada apa dengan kisah seram si Maggie Dickson ini? Apa dia pernah dieksekusi dan dihukum gantung lalu arwahnya gentayangan di tempat ini?" tanyaku sok tahu. Christian terdiam lama sebelum akhirnya ia menertawakanku.

"Inilah sebabnya aku benci dengan orang yang meremehkan kisah-kisah horror. Firstly, aku tidak sedang menceritakan kisah horror. Dan kedua, Maggie Dickson memang dihukum gantung, tapi dia tidak gentayangan seperti yang kau kira. In fact, dia tetap hidup sampai empat puluh tahun setelah ia diganjar hukum gantung dan hidup bahagia bersama anak-anaknya."

Diamond Sky in Edinburgh (TAMAT)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora