24. Awkwardness

819 73 0
                                    

"Penampilanmu kacau berat."

Kyle, si sekretaris lagi-lagi memperhatikan penampilanku dan mengomentarinya tiap siang saat aku baru saja memasuki ruangan Derek.

"Thanks," sahutku. Aku bahkan tidak peduli seandainya ada saus yang menempel di kemejaku.

"Aku serius, Jim. Kau bahkan lupa bercukur. Here, come with me!"

Tanpa meminta ijinku, wanita yang selalu berpenampilan stylish ini menyeretku ke toilet wanita. Aku tidak sempat untuk protes. Dalam sekejap, Kyle telah mengeluarkan beberapa peralatan perang dari tas tangannya. Dan yang mengejutkanku, dia membawa-bawa krim cukur laki-laki ke dalam tasnya. Aku menatapnya dengan tatapan heran.

"Jangan salah paham. Aku bawa-bawa krim aftershave ini karena sudah kebiasaan. Mantan pacarku sering lupa bercukur, jadi praktis krim ini selalu ada di tasku. Lagipula aku suka wanginya. Sangat seksi ... What do you think?"

Aku mengangkat bahuku. Tidak berkomentar banyak karena Kyle setengah memaksaku memakai krim itu sementara ia yang melakukan proses pencukuran. Wanita ini lumayan terlatih.

"Kau tidak tanya padaku, kenapa aku putus dengan mantanku?" tanyanya dengan nada sedikit menggoda. Aku tidak mungkin tertarik dengan urusan mantan pacarnya. Ah, tapi ... mungkin tidak sopan kalau aku bicara terus terang.

"Kenapa kalian putus?" Aku menjawab pertanyaannya dengan pertanyaan basa-basi.

"Karena dia sangat malas. Tidak usah disebutkan karena dia juga malas bercukur. Kami setahun tinggal bersama dan hampir setiap hari dia selalu membuat ruangan seperti truk sampah. Dia juga luar biasa jorok. Ughhh ... aku heran kenapa aku bisa mau dengannya."

Ya aku juga heran soal itu. Wanita yang tidak sedikit pun membiarkan kukunya kotor dan patah itu adalah keajaiban menjalin hubungan dengan orang yang jorok. Cinta memang luar biasa. Tentu saja aku tahu alasannya, karena pastilah Kyle tergila-gila dengan pacarnya.

"Aku dulu tergila-gila padanya ..."

Apa kubilang?

"Yes, Kyle ... I know how your feeling. Tapi bisa tidak, kita selesaikan ini secepatnya? Lima menit lagi kelasku dimulai," pintaku.

"Kau juga sangat tampan, Jim. Akan sayang hanya karena kau terlihat berantakan, muridmu lari."

"Oh, dia tidak akan lari."

"Kenapa kau seyakin itu?"

"Karena ..."

Ya benar juga. Kenapa aku seyakin itu seseorang yang akan kuajar hari ini tidak lari dariku? Setelah apa yang terjadi beberapa hari lalu. Sangat masuk akal kalo gadis bernama Renata itu tidak lagi mau menemuiku. Ya, hari ini jadwalku di kelas adalah pertemuan pelajaran cello dengan gadis asal Indonesia itu.

"Setelah aku putus dengan pacarku, aku sama sekali tidak menyangka bahwa aku bisa juga merasakan sepi. Kau juga merasakannya saat kau kehilangan tunanganmu kan, Jim?"

Uhuk.

Rasanya aku tahu kemana arah obrolan ini. Tiba-tiba aku merasa tidak nyaman. Buru-buru aku mengeringkan wajahku setelah krim di wajahku sepenuhnya lenyap.

"Aku mencoba tidak memikirkannya, Kyle."

"Jangan begitu, Jim. Tidak apa-apa kalau kau merasa sedih. Kau bisa mencurahkannya padaku."

"Ok, I'll take a note for that," jawabku malas berbasa-basi.

"You know, Jim. Malam ini aku berpikir untuk sedikit menghibur diriku sendiri dengan ber-barbeque di atap apartemenku. Maukah kau menemaniku?"

Here we go .... Ajakan kencan yang sudah bisa kuperkirakan.

"Malam ini?"

"Ya, malam ini. Bagaimana? Kau mau kan?" tanyanya lagi, kali ini ia sengaja mendekatkan tubuhnya yang dibalut blus ketat dan rok berpotongan selutut. Aku menghela napas. Kalau ini hanya ajakan basa-basi, aku mungkin menyanggupi. Lagipula sepertinya Kyle tipe wanita yang lebih bebas tanpa membuatku terbebani karena takut menyakitinya. Pilihan yang aman, jauh lebih aman ketimbang gadis asal Indonesia yang hampir kutiduri beberapa malam yang lalu.

Ah, gadis itu .... Setan mana yang membuatku telah berlaku kejam padanya? Sedetik kemudian aku merasa membutuhkannya, detik berikutnya aku membuangnya. Aku bahkan berharap gadis itu tidak usah datang ke La Harmony. Meskipun itu membuatku jadi bangsat egois karena tidak ingin merasa bersalah. But, seriously, Renata tidak lebih cantik ketimbang Kyle dan tidak lebih seksi malahan tubuhnya hanya ramping dengan postur tubuh mungil gadis asia. Tapi apa yang kurasakan malam itu hingga membuatku lupa diri? dan secara tiba-tiba aku pun menginginkannya.

Tidak ingin merayakan ulang tahun sendirian.

Bahkan aku pun tidak menyangka akan melontarkan kalimat murahan hanya untuk menahan gadis itu pergi.

"Jim?"

Aku tersentak. Sesaat aku lupa dengan ajakan Kyle. Dan juga lupa aku terlalu lama berada di dalam toilet wanita yang mana akan memungkinkan orang lain untuk salah paham. Terlebih jika mereka melihat apa yang dilakukan Kyle untukku.

SRRRRRRRR ...

Apa aku baru saja mendengar seseorang tengah meng-flush toilet? Ini buruk, aku kira di dalam toilet wanita ini tidak ada orang. Tapi sepertinya aku salah mengira. Dan benar saja, salah satu pintu toilet terbuka perlahan-lahan. Menampakkan seraut wajah yang cukup familiar.

Napasku tertahan menyaksikan sosok yang tengah berjalan menuju wastafel, tepatnya dimana aku dan Kyle berdiri. Menyalakan keran wastafel dan berpura-pura tidak melihat keberadaan kami. Dia... Renata. Sejak kapan dia berada di sini? Apa itu artinya dia mendengarkan semua pembicaraanku dengan Kyle? Bahkan sampai ajakan kencan?

Mendadak aku menyesali menuruti keinginan Kyle yang berdalih untuk membuatku terlihat rapi. Aku sudah menyakiti perasaan Renata, dan sekarang aku menambah daftar keburukanku dengan memperlihatkan 'small flirting' kami di depan gadis itu.

"Oh, aku tahu kau ... murid kelas cello basic yang kebetulan dijadwalkan pertemuan ulang hari ini, ya kan?"

Seolah memecah kesunyian, Kyle menyapa gadis itu. Tapi buatku, itu malah memperburuk situasi.

"Ya. Kau benar," jawab Renata sambil tersenyum. Dan itu mengejutkanku.

"Aku minta maaf karena sedikit menahan mentormu di sini. Kau tidak keberatan kan?"

"Tentu saja. Ini bukan hal besar. Nikmati saja waktu kalian, aku bisa menunggu. Now excuse me, aku ke kelas dulu."

Gadis itu berpamitan dengan masih tersenyum. Namun senyumnya begitu datar. Ia bahkan tidak menatap mataku saat berjalan melewatiku. Yah, sudah tentu. Renata pasti membenciku. Tidak akan ada yang tahan diperlakukan seperti aku memperlakukan dia. Suatu keajaiban tersendiri jika gadis itu masih mengikuti pelajaranku, bukannya berhenti seperti yang kukira.

"Jadi bagaimana dengan nanti malam, Jim? Aku akan dengan senang hati menunggumu selesai mengajar."

Ah, ajakan barbeque itu ... kenapa butuh waktu lama bagiku untuk menolaknya?

"Maaf, Kyle. Kurasa aku tidak tertarik. Lain kali saja, ok"

***

Diamond Sky in Edinburgh (TAMAT)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora