7. Jane Ruthven

1.9K 223 6
                                    

Hampir keseluruhan jalan utama di Edinburgh adalah berupa paving batu yang dibangun di masa lalu. Tidak peduli berapa jejak kaki yang menapaki batu itu seolah ditakdirkan tidak akan rapuh dimakan jaman. Satu hal yang kusuka, aku tidak menemukan sampah dan puntung rokok. Sederhananya karena baik penduduk asli ataupun turis tahu benar di setiap sudut kota, polisi Edinburgh selalu siaga untuk mendenda siapa pun yang membuang puntung rokok di jalan.

"Maaf kalau malam ini aku tidak bisa mengantarmu ke hotel, Rena. Malam ini, pacarku pulang dari Glasgow. Agak di luar rencana, tapi dia minta aku menemuinya."

Christian mengatakan itu sebelum akhirnya aku memutuskan berjalan pulang sendiri menuju hotel. Pembicaraan kecil kami berakhir sejak ponselnya berbunyi dan kelihatannya memang dari pacarnya. Aku tidak terlalu keberatan. Lagi pula hotel tempatku menginap tidak jauh dari Grasmarket street. Kupikir berjalan sedikit membuat kepalaku terasa ringan, meskipun udara malam terasa dingin.

Malam hari tidak terlalu ramai. Aku memperhatikan lalu lalang orang yang berjalan cepat. Awalnya aku ragu kenapa orang Edinburgh berjalan cukup tergesa-gesa. Kuduga karena udara di kota ini sangat dingin, meskipun sekarang masih musim semi.

Lampu penerang jalan tidak terlalu benderang, agak sedikit kontras dengan area Grassmarket yang sepanjang jalan dipenuhi pub, bar, cafe dan penginapan yang notabene adalah area yang tepat untuk hangout dan menikmati malam.

Namun, beberapa menit setelah langkahku sampai di sebuah persimpangan, aku mengerti kenapa area sekitarku tidak terlalu terang. Saat kepalaku menengadah, dari arah utara aku melihat jelas siluet Kastil Edinburgh yang menjulang di atas bukit batu. Pemandangan yang cukup membuatku menahan napas. Beberapa puncak menaranya tampak begitu terang kontras dengan kegelapan di bawah kastil. Aku bersyukur aku membawa kamera SLR yang selalu kusiapkan. Aku melihat kembali hasil fotoku. Bahkan di malam haripun, detil konstruksi kastil masih terlihat jelas. Sangat mewah sekaligus klasik.

Angin kembali bertiup. Aku menyesali udara Edinburgh yang sama sekali tidak bersahabat di saat aku menikmati sudut demi sudut di salah satu pesona kota yang masih kental aroma era pertengahan, Old Town. Kukira sebaiknya aku bergegas menuju hotel. Menyusun rencana untuk esok hari dan berharap meskipun cuaca di Edinburgh tidak begitu bagus, tapi tidak dengan keberuntunganku menemukan Jim.

Demi Tuhan, pria itu bilang ia akan segera menikah. Akan sangat lucu jika calon istrinya tidak mendapatkan kejutan cincin berlian yang sudah disiapkan Jim.

Kembali aku memandangi cincin itu. Somehow, aku merasa iri dengan Jane Ruthven. Begitu dicintai tunangannya. Siapa yang mengira bahwa suatu hari aku bisa berpikir, dicintai begitu besar dan nyata menjadi hal yang paling mewah yang aku sendiripun tidak tahu kapan akan terjadi padaku.

Ahhh, sampai kapan aku terus melamun di jalan? seharusnya aku berhenti sejenak memikirkan Jim dan Jane. Atau aku akan membeku.

Sudut mataku menangkap suatu bayangan samar. Konsentrasiku terpecah. Bulu kudukku merinding. Dan di saat yang sama aku berjalan tanpa menyadari beberapa lampu di bahu jalan tidak menyala sebagaimana mestinya. Sepanjang jalan menuju penginapan, aku mendengar bunyi langkah kaki selain langkahku. Sepertinya, suara langkah itu berasal dari belakangku.

Apa aku dibuntuti?

Hahaha .... Tidak mungkin kan? Christian pernah bilang, angka kejahatan di Edinburgh termasuk angka terkecil untuk kota-kota di Skotlandia. Apa yang bisa dirampok dari seorang turis?

Sebaiknya aku mempercepat langkahku.

Sial .... Bunyi langkah di belakangku juga semakin cinta. Ini makin menguat dugaanku bahwa aku menang benar-benar dibuntuti. Tapi... bagaimana kalau orang itu juga sedang terburu-buru?

Diamond Sky in Edinburgh (TAMAT)Where stories live. Discover now