31. Dinner With No Expectation

639 66 0
                                    

Aku tahu saat Jim mengatakan untuk mengajakku makan malam, aku dilarang keras berpikir ajakan itu adalah kencan. Ya, aku menyukainya. Sangat mungkin rasa sukaku tengah berpijak menjadi cinta, yang mana membuatku ketakutan selama waktu yang kuhabiskan berinteraksi dengannya. Takut jika aku melukai diriku sendiri karena sangat menginginkannya. Dan hal itu nyaris terjadi karena aku begitu terharu setelah dia bilang kehadiranku sangat dibutuhkan olehnya.

Jadi jelas, bukan makan malam romantis yang kuharapkan. Tambahan pula, aku tidak mengelak dari kemauan Arlan yang berkeras dia harus mengantar dan menjemputku pulang. Aku tidak menyalahkannya, mungkin ia benci melihatku keluar apartemen Jim dalam keadaan berantakan, seperti malam itu. Aku malas berdebat, dan memang tidak pernah berharap malam ini menjadi malam kencan.

Tapi Jim selalu tidak terduga. Lagi-lagi aku dibuat terkejut dengan pria yang saat ini memakai kemeja hitam dengan lengan digulung itu. Belum pernah aku melihatnya setampan ini. Rambut ikalnya disisir rapi menyisakan beberapa poni berantakan di tepi dahinya. Dan ia tersenyum lebih cerah ketimbang biasanya. Sulit bagiku mempercayai apa yang ada di depanku.

Melihatnya berpakaian rapi untuk makan malam, mendadak aku merasa tidak sopan karena hanya mengenakan blus panjang dan skinny jeans-ku. Memangnya kemana dia akan mengajakku makan jika aku diharuskan mendatangi apartemennya terlebih dahulu?

"Wow ... you look great," pujiku terang-terangan.

"Thanks, you too."

Aku mendengus. Merasa pujiannya tidak terlalu tulus. Karena aku hanya berpakaian seadanya.

"Jadi, kemana kau akan mengajakku makan malam?" tanyaku.

"Kemana? Menurutmu kenapa aku memintamu datang ke apartemenku?"

Aku berpikir sebentar. Apa mungkin dia ...

"Karena di sinilah kita akan makan malam. Masuklah," ajaknya seraya menggamit lenganku. Karena masih limbung dengan situasi mengejutkan di depanku, kakiku tidak sadar telah memalukan majikannya karena sempat-sempatnya kehilangan keseimbangan saat memasuki apartemen Jim. Refleks Jim pun menangkap tubuhku.

"Wow ... aku tidak tahu kalau kau sangat tidak sabaran," ujarnya.

Wajahku memerah mendengar kata-katanya seakan menggoda. Apa aku tidak salah dengar? Jim menggodaku? Laki-laki yang serapuh kaca dan mudah menitikkan air mata itu tampak tidak malu-malu membuatku tersipu. Dan seharusnya aku memang tersipu, tapi aku tidak mau terlihat begitu mudah ditaklukan. Ah entahlah, sangat mudah kalau hanya membayangkan. Tapi kenyataannya aku tidak yakin malam ini akan tahan untuk tidak melirik ke arah senyumnya yang menawan, atau tidak melirik ke tubuhnya yang memperlihatkan ototnya sedikit saat dibalut kemeja hitam seksinya.

"Kau tidak keberatan mencicipi masakanku? Tunggu sebentar, aku sedang menyiapkannya," serunya dari arah dapur. Buru-buru aku menghampirinya. Dan terkejut dengannya yang memasang celemek di badannya. Dan kontras dengan aura maskulinnya, namun tampak sangat pas dengannya yang membaur dengan segala peralatan memasak.

"A ... aku tidak tahu, kita akan makan malam di sini, dengan kau yang memasak. Kalau tahu, aku pasti akan membawakan sesuatu. Tomat atau anggur misalnya."

Jim menggeleng seraya tersenyum.

"Itu tidak perlu. Kau tamuku ingat? Anggap ini sebagai permintaan maafku karena membuatmu punya kesan yang buruk tentang diriku dan apartemen ini."

Ah, jadi dia juga masih merasa bersalah atas kejadian hari itu?

"Okay, apology accepted. Jadi biarkan aku membantumu."

Aku tidak meminta persetujuannya saat menghampiri dapurnya. Namun ia buru-buru mencegahku.

"Tidak perlu. Ini sudah selesai. Lihat, aku cuma sedang membubuhkan sausnya. Dan menghiasnya sedikit."

Diamond Sky in Edinburgh (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang